Irjen Pol (Purn) Hamidin Aji Amin, Praktisi Terorisme yang Hobi Menulis dan Melukis
Kamis, 08 Agustus 2024 - 10:08 WIB
Merawat Bakat Menulis dan Melukis
Buku “Wajah Baru Terortisme” ibarat tuturan yang menjelma tulisan. Nyata sekali, Hamidin begitu piawai menuangkan hasrat dan kegelisahannya berikut ilmu dan pengalamannya tentang persoalan terorisme dalam bentuk buku. Kelenturan menulis ini lebih karena ia begitu kukuh untuk tetap setia menulis, terus menjaga dan merawat bakat menulisnya di tengah seabrek kesibukannya.
baca juga: Mendekap Para Korban Terorisme Seutuhnya
Dalam menulis kita pasti pernah mengalami titik jenuh dan bosan. Tidak bisa menulis apa pun, tidak ada satu kalimat pun yang bisa terangkai. Namun sepertinya tidak demikian bagi Mahidin Aji Amin. Kentara sekali, kehadiran buku “Wajah Baru Terorisme” sebagai cerminan kegigihan dan gairah Mahidin dalam menulis. Sesibuk apapun, purnawirawan polisi yang juga praktisi penanganan terorisme ini enteng saja menulis. Menulis seperti sudah menjadi nafas hidup Hamidin.
“Dulu waktu masih muda, saya sering kirim tulisan cerpen ke majalah remaja, namanya Majalah Gadis. Dan sering dimuat. Itu senang sekali kalo tulisan kita dimuat, terus dapat bayaran. Dulu bayarannya masih lewat wesel (instrumen pembayaran yang digunakan dalam aktivitas perbankan),” kenang Hamidin tertawa renyah.
Ide menulis bisa datang dari mana saja, dari penglihatan, pendengaran, bahkan perasaan. Ide atau gagasan tersebut harus diikat dengan segera menuliskannya, atau kapan saja pada saat ada kesempatan agar gagasan yang melintas tidak menguap begitu saja. Sepertinya kebiasaan itulah yang kerap dilakukan Hamidin Aji Amin, hingga tak heran jika tulisan-tulisannya banyak bertebaran terutama di media massa dan ia bukukan.
Melukis salah satu hobi Hamidin Aji Amin di samping menulis dan membaca buku.
Menghasilkan sebuah karya berupa tulisan apalagi buku akan menjadi jejak sejarah. Dengan menulis seseorang dapat dikenal oleh masyarakat dan dikenang dalam sejarah keumatan manusia. Dan sejatinya kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi dapat menjadi cerita yang asyik untuk ditulis. Menulis adalah ungkapan jiwa, sarana mengekspresikan diri, dan menuangkan kegelisahan. Menulis juga tak harus baku, disesuaikan saja dengan kemampuan dan karakteristik kita.
Dalam sosiologi, ada istilah habitus, yakni cara orang memandang dan merespons dunia sosial yang mereka tinggali, melalui kebiasaan, keterampilan, dan watak pribadi mereka. Orang-orang dengan latar belakang budaya yang sama (kelas sosial, agama, dan kebangsaan, kelompok etnis, pendidikan, dan profesi) berbagi kebiasaan sebagai cara budaya kelompok dan sejarah pribadi membentuk pikiran seseorang; akibatnya, kebiasaan seseorang mempengaruhi dan membentuk tindakan sosial orang tersebut.
Buku “Wajah Baru Terortisme” ibarat tuturan yang menjelma tulisan. Nyata sekali, Hamidin begitu piawai menuangkan hasrat dan kegelisahannya berikut ilmu dan pengalamannya tentang persoalan terorisme dalam bentuk buku. Kelenturan menulis ini lebih karena ia begitu kukuh untuk tetap setia menulis, terus menjaga dan merawat bakat menulisnya di tengah seabrek kesibukannya.
baca juga: Mendekap Para Korban Terorisme Seutuhnya
Dalam menulis kita pasti pernah mengalami titik jenuh dan bosan. Tidak bisa menulis apa pun, tidak ada satu kalimat pun yang bisa terangkai. Namun sepertinya tidak demikian bagi Mahidin Aji Amin. Kentara sekali, kehadiran buku “Wajah Baru Terorisme” sebagai cerminan kegigihan dan gairah Mahidin dalam menulis. Sesibuk apapun, purnawirawan polisi yang juga praktisi penanganan terorisme ini enteng saja menulis. Menulis seperti sudah menjadi nafas hidup Hamidin.
“Dulu waktu masih muda, saya sering kirim tulisan cerpen ke majalah remaja, namanya Majalah Gadis. Dan sering dimuat. Itu senang sekali kalo tulisan kita dimuat, terus dapat bayaran. Dulu bayarannya masih lewat wesel (instrumen pembayaran yang digunakan dalam aktivitas perbankan),” kenang Hamidin tertawa renyah.
Ide menulis bisa datang dari mana saja, dari penglihatan, pendengaran, bahkan perasaan. Ide atau gagasan tersebut harus diikat dengan segera menuliskannya, atau kapan saja pada saat ada kesempatan agar gagasan yang melintas tidak menguap begitu saja. Sepertinya kebiasaan itulah yang kerap dilakukan Hamidin Aji Amin, hingga tak heran jika tulisan-tulisannya banyak bertebaran terutama di media massa dan ia bukukan.
Melukis salah satu hobi Hamidin Aji Amin di samping menulis dan membaca buku.
Menghasilkan sebuah karya berupa tulisan apalagi buku akan menjadi jejak sejarah. Dengan menulis seseorang dapat dikenal oleh masyarakat dan dikenang dalam sejarah keumatan manusia. Dan sejatinya kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi dapat menjadi cerita yang asyik untuk ditulis. Menulis adalah ungkapan jiwa, sarana mengekspresikan diri, dan menuangkan kegelisahan. Menulis juga tak harus baku, disesuaikan saja dengan kemampuan dan karakteristik kita.
Dalam sosiologi, ada istilah habitus, yakni cara orang memandang dan merespons dunia sosial yang mereka tinggali, melalui kebiasaan, keterampilan, dan watak pribadi mereka. Orang-orang dengan latar belakang budaya yang sama (kelas sosial, agama, dan kebangsaan, kelompok etnis, pendidikan, dan profesi) berbagi kebiasaan sebagai cara budaya kelompok dan sejarah pribadi membentuk pikiran seseorang; akibatnya, kebiasaan seseorang mempengaruhi dan membentuk tindakan sosial orang tersebut.
tulis komentar anda