Irjen Pol (Purn) Hamidin Aji Amin, Praktisi Terorisme yang Hobi Menulis dan Melukis
Kamis, 08 Agustus 2024 - 10:08 WIB
Buku “Wajah Baru Terorisme” karya Hamidin, berisi kumpulan tulisan informatif dan edukatif yang juga didasari oleh pengalaman empiris Hamidin dalam berinteraksi langsung dengan napi serta mantan napi terorisme, yang ia kumpulkan dari Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan sebagian ia dibagikan di kolom opini media cetak selama bertugas di kewilayahan.
baca juga: Menjinakkan Terorisme
Hamidin menceritakan detil proses berikut hasil komunikasi dan dialog dengan pelaku terorisme, apalagi dengan pelaku yang kooperatif akan memberikan pemahaman utuh tentang lika-liku perjalanan terorisme. Namun sebaliknya, apabila terjadi penolakan dalam berdialog, kegigihan akan menjadi kata kunci. Itulah yang penulis alami dan lakukan selama bertahun-tahun.
Hamidin mengaku banyak berinteraksi dengan mantan pelaku dan orang-orang yang terlibat langsung dengan radikalisme di Indonesia serta beberapa negara lain yang sedang menangani orang-orang Indonesia yang terlibat radikalisme terorisme di negaranya. Setidaknya hampir seluruh lembaga permasyarakatan (lapas) di Tanah Air yang di dalamnya ada tahanan teroris pernah didatanginya. Begitu pula mereka yang telah kembali ke masyarakat setelah menjalani hukuman pidana.
Belajar dari pengalaman selama berinteraksi dengan napi dan mantan napi terorisme, didukung pengalamannya selama menjadi Kepala Unit dan Kepala Sub-Detasemen Penindakan di Densus 88 Anti-Teror Polri, serta menjadi Direktur Pencegahan di BNPT, ia lalu membulatkan hati menuangkan pengalamannya itu dalam buku ini.
Hamidin Aji Amin (tengah) dalam suatu kesempatan acara saat masih aktif di kepolisian.
Secara umum, buku ini banyak menceritakan bagaimana proses radikalisasi terjadi dalam lingkup lokal, regional, dan global. Proses-proses identifikasi, indoktrinasi, dan jihadisasi yang terjadi melalui proses interaksi dalam pertalian keluarga, ketokohan, patron guru dan murid, serta proses pertemanan, banyak juga disinggung. Begitu pula dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang faktanya telah turut mengambil peran dalam proses radikalisasi maya dan juga menjadi lahan subur penyebaran hoaks.
Polarisasi dan penyebaran radikalisme telah menjadi fakta yang tidak terbantahkan. Penggunaan cryptocurrency yang memiliki potensi dan pernah digunakan di Indonesia juga dikupas dalam buku ini. Untuk menambah wawasan tentang gerakan terorisme nasional, regional, dan global, penulis juga membahas organisasi terorisme masa lalu dan terorisme global kekinian, termasuk tentang tokoh-tokoh luar negeri dan tokoh sentral lokal.
baca juga: Menjinakkan Terorisme
Hamidin menceritakan detil proses berikut hasil komunikasi dan dialog dengan pelaku terorisme, apalagi dengan pelaku yang kooperatif akan memberikan pemahaman utuh tentang lika-liku perjalanan terorisme. Namun sebaliknya, apabila terjadi penolakan dalam berdialog, kegigihan akan menjadi kata kunci. Itulah yang penulis alami dan lakukan selama bertahun-tahun.
Hamidin mengaku banyak berinteraksi dengan mantan pelaku dan orang-orang yang terlibat langsung dengan radikalisme di Indonesia serta beberapa negara lain yang sedang menangani orang-orang Indonesia yang terlibat radikalisme terorisme di negaranya. Setidaknya hampir seluruh lembaga permasyarakatan (lapas) di Tanah Air yang di dalamnya ada tahanan teroris pernah didatanginya. Begitu pula mereka yang telah kembali ke masyarakat setelah menjalani hukuman pidana.
Belajar dari pengalaman selama berinteraksi dengan napi dan mantan napi terorisme, didukung pengalamannya selama menjadi Kepala Unit dan Kepala Sub-Detasemen Penindakan di Densus 88 Anti-Teror Polri, serta menjadi Direktur Pencegahan di BNPT, ia lalu membulatkan hati menuangkan pengalamannya itu dalam buku ini.
Hamidin Aji Amin (tengah) dalam suatu kesempatan acara saat masih aktif di kepolisian.
Secara umum, buku ini banyak menceritakan bagaimana proses radikalisasi terjadi dalam lingkup lokal, regional, dan global. Proses-proses identifikasi, indoktrinasi, dan jihadisasi yang terjadi melalui proses interaksi dalam pertalian keluarga, ketokohan, patron guru dan murid, serta proses pertemanan, banyak juga disinggung. Begitu pula dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang faktanya telah turut mengambil peran dalam proses radikalisasi maya dan juga menjadi lahan subur penyebaran hoaks.
Polarisasi dan penyebaran radikalisme telah menjadi fakta yang tidak terbantahkan. Penggunaan cryptocurrency yang memiliki potensi dan pernah digunakan di Indonesia juga dikupas dalam buku ini. Untuk menambah wawasan tentang gerakan terorisme nasional, regional, dan global, penulis juga membahas organisasi terorisme masa lalu dan terorisme global kekinian, termasuk tentang tokoh-tokoh luar negeri dan tokoh sentral lokal.
tulis komentar anda