Power Wheeling, Pasal 33, dan Agenda Transisi Energi

Senin, 24 Juni 2024 - 17:34 WIB
Ini membuka keran liberalisasi: produsen listrik swasta (IPP) bisa jualan langsung kepada konsumen dengan harga bersaing. Skema ini disebut dengan MBMS (Multi Buyers Multi Sellers). Setelah dinyatakan inkonstitusional, pemerintah dan DPR menyusun ulang RUU Ketenagalistirkan yang disahkan menjadi UU No. 30 Tahun 2009.

Pasal 10 ayat (2) beleid ini kembali membuka peluang sistem unbundling. Pasal ini menyebutkan usaha penyediaan tenaga listrik dapat dilakukan secara terintegrasi, yang berarti boleh juga dilakukan secara tidak terintegrasi.

Ketentuan ini ‘lolos’ dalam putusan MK No. 149/PUU-VII/2009, tetapi dibatalkan oleh putusan MK No. 11/PUU-XIII/2015. MK menyebut ada kesengajaan menyimpangi maksud putusan MK sebelumnya untuk mengesahkan praktik unbundling dalam industri ketenagalistrikan. MK menegaskan konsep unbundling inkonstitusional, Pasal 10 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Pascaputusan MK, pasar tenaga listrik menganut skema Multi Buyers-Single Seller (MBSS). Pengembang listrik swasta (IPP) boleh membangun pembangkit listrik, tetapi seluruh setrum yang dihasilkan harus dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Skema ini sejalan dengan resource nationalism, putusan MK, dan Pasal 33. Tetapi, ada harga yang harus dibayar: beban biaya TOP (Take or Pay) yang harus ditanggung PLN. Kelebihan setrum IPP yang tidak terserap harus dibayar PLN, sekitar Rp3 triliun per GW. Jika sekarang ada 6 GW oversupply, PLN harus menganggarkan Rp18 triliun setiap tahun.

Power Wheeling



Dunia tengah berjuang mengurangi laju kenaikan suhu bumi, antara lain dengan energi rendah emisi. Bauran ‘pembangkit kotor’ akan dikurangi, bauran ‘pembangkit hijau’ dinaikkan. Saat ini bauran EBT baru 13,1% dari total kapasitas pembangkit.

Atas nama agenda transisi energi, skenario unbundling diselundupkan kembali melalui RUU EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan). RUU EBET masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2019-2024 dan ditetapkan menjadi usul inisiatif DPR pada 2022.

Salah satu klausul yang alot dibahas adalah power wheeling. Ini adalah skema open acess atau pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (PBJTL) untuk menyalurkan listrik berbasis EBET. Sempat beberapa kali keluar-masuk dalam DIM (Daftar Isian Masalah) karena pro-kontra di internal Pemerintah dan DPR, klausul ini akan dibahas kembali oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR pada Senin ini (24/6/2024).

Inti dari skema power wheeling adalah keharusan pemegang wilayah usaha (wilus) untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik yang bersumber dari EBET. Dalam hal pemegang wilus tidak dapat memenuhi mandat tersebut, konsumen dapat diberikan pasokan listrik melalui point-to-point kerja sama pemanfaatan sewa pembangkit atau perjanjian jual beli listrik dengan pemegang wilus lainnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More