Di Pilkada Serentak, Artis Masih Laris
Jum'at, 21 Agustus 2020 - 08:35 WIB
Pilkada 2020 juga menjadi ajang peruntungan Syahrul Gunawan. Meskipun dukungan belum final, Partai NasDem disebut-sebut akan mengusung pemeran Gunawan dalam sinetron Pernikahan Dini tersebut sebagai bakal calon wakil bupati Bandung. Nama lain yang juga disebut-sebut akan maju adalah David Chalik. Artis ini akan maju di Pilkada Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. David akan diusung sebagai calon wakil wali kota. Partai NasDem dan PAN dikabarkan akan mengusungnya.
Salah satu nama yang belakangan juga santer disebut-sebut akan maju pilkada adalah Ahmad Dhani. Pentolan Dewa 19 ini bahkan sudah ditawari oleh Partai Gerindra untuk maju di Pilkada Kota Surabaya.
Pemilihan artis oleh partai politik untuk diusung di pilkada umumnya karena pertimbangan pragmatis. Artis memiliki popularitas sehingga relatif muda meraup dukungan pemilih. Namun status keartisan bukan jaminan akan terpilih. Beberapa pilkada sebelumnya membuktikan artis yang terpilih adalah mereka yang memiliki nama mentereng atau masuk jajaran papan atas selebritas.
Pengamat politik Hendri Satrio membenarkan hal itu. Menurut dia, terpilih atau tidak seorang artis tergantung kalibernya. (Baca juga: 9 Poin Penting RUU Ciptaker Masih Jadi Perdebatan Tim Buruh-DPR)
“Kalau dia artis masa lalu atau sebaliknya baru sekali dua kali tampil di panggung selebritas lalu jadi calon, pasti sulit. Beda halnya dengan Pasha Ungu dan Hengki Kurniawan sebagai contoh. Keduanya artis yang punya jam terbang panjang jadi bisa mendulang suara,” ujarnya kemarin.
Maju sebagai calon di pilkada hak konstitusional semua warga negara. Namun Hendri prihatin jika artis mencalonkan diri sekadar sebagai ajang coba-coba. Itu berbahaya jika si artis terpilih sebagai pemimpin. Dia berharap jika seorang artis berniat maju di pilkada, yang bersangkutan harus mengerti bahwa dia mesti total mengabdi untuk daerah dan masyarakat.
“Dia harus sudah selesai dengan dunia keartisan dan keselebritasannya. Dengan begitu dia bisa konsentrasi dengan daerah yang dia pimpin,” ujarnya.
Bahkan, bagi seorang artis yang total dan bersedia melupakan dunia keartisannya, dia tidak hanya potensial jadi pendulang suara, tetapi juga bisa jadi pemimpin yang baik saat terpilih.
“Makanya kita ingatkan, kalau mereka belum selesai dengan keartisan dan keselebritasannya, ya jangan masuk arena. Misalnya sudah terpilih tapi masih mau main sinetron, masih bikin album, kasihan rakyatnya,” ujarnya.
Hendri juga menantang artis untuk tidak sekadar dimanfaatkan partai politik sebagai pendulang suara. Artis harus bisa membuktikan bahwa dia memiliki kapasitas dan kompetensi sebagai calon pemimpin. Bukan aji mumpung.
Salah satu nama yang belakangan juga santer disebut-sebut akan maju pilkada adalah Ahmad Dhani. Pentolan Dewa 19 ini bahkan sudah ditawari oleh Partai Gerindra untuk maju di Pilkada Kota Surabaya.
Pemilihan artis oleh partai politik untuk diusung di pilkada umumnya karena pertimbangan pragmatis. Artis memiliki popularitas sehingga relatif muda meraup dukungan pemilih. Namun status keartisan bukan jaminan akan terpilih. Beberapa pilkada sebelumnya membuktikan artis yang terpilih adalah mereka yang memiliki nama mentereng atau masuk jajaran papan atas selebritas.
Pengamat politik Hendri Satrio membenarkan hal itu. Menurut dia, terpilih atau tidak seorang artis tergantung kalibernya. (Baca juga: 9 Poin Penting RUU Ciptaker Masih Jadi Perdebatan Tim Buruh-DPR)
“Kalau dia artis masa lalu atau sebaliknya baru sekali dua kali tampil di panggung selebritas lalu jadi calon, pasti sulit. Beda halnya dengan Pasha Ungu dan Hengki Kurniawan sebagai contoh. Keduanya artis yang punya jam terbang panjang jadi bisa mendulang suara,” ujarnya kemarin.
Maju sebagai calon di pilkada hak konstitusional semua warga negara. Namun Hendri prihatin jika artis mencalonkan diri sekadar sebagai ajang coba-coba. Itu berbahaya jika si artis terpilih sebagai pemimpin. Dia berharap jika seorang artis berniat maju di pilkada, yang bersangkutan harus mengerti bahwa dia mesti total mengabdi untuk daerah dan masyarakat.
“Dia harus sudah selesai dengan dunia keartisan dan keselebritasannya. Dengan begitu dia bisa konsentrasi dengan daerah yang dia pimpin,” ujarnya.
Bahkan, bagi seorang artis yang total dan bersedia melupakan dunia keartisannya, dia tidak hanya potensial jadi pendulang suara, tetapi juga bisa jadi pemimpin yang baik saat terpilih.
“Makanya kita ingatkan, kalau mereka belum selesai dengan keartisan dan keselebritasannya, ya jangan masuk arena. Misalnya sudah terpilih tapi masih mau main sinetron, masih bikin album, kasihan rakyatnya,” ujarnya.
Hendri juga menantang artis untuk tidak sekadar dimanfaatkan partai politik sebagai pendulang suara. Artis harus bisa membuktikan bahwa dia memiliki kapasitas dan kompetensi sebagai calon pemimpin. Bukan aji mumpung.
tulis komentar anda