Kominfo Imbau Masyarakat Utamakan Etika Digital dalam Bermedia Sosial
Minggu, 02 Juni 2024 - 06:56 WIB
JAKARTA - Etika digital merupakan pondasi untuk masyarakat dalam bersosialisasi di media sosial (medsos) . Ketika masyarakat tidak memiliki etika digital maka akan muncul berbagai masalah digital seperti ujaran kebencian hingga flexing.
Saat ini ujaran kebencian sudah menjadi fenomena global yang menjadi perhatian serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Pasalnya fenomena ini dapat menurunkan harmonasi sosial masyarakat bahkan memicu tindak kekerasan.
Minimnya etika digital dalam bersosial di media daring sayangnya terus terjadi di Tanah Air. Baru-baru ini ada seorang wanita yang mengunggah video yang menertawakan seorang wanita paruh baya di bioskop karena wanita tersebut dianggap berbicara sendiri di depan poster sebuah film.
Tak lama kemudian, wanita tersebut pun langsung jadi sasaran kebencian netizen. Tak hanya berdampak secara psikologis, dampak buruk dari minimnya etika digital lain juga langsung dirasakan wanita tersebut. Pasalnya dirinya langsung dikeluarkan dari tempat ia bekerja karena dianggap tidak memiliki etika yang baik.
Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak masyarakat untuk meningkatkan literasi digital.
"Bicara soal etika digital, tak mungkin lepas dari yang namanya privasi. Privasi dalam literasi digital dibagi menjadi dua, yaitu privasi keamanan digital dan privasi etika digital," ujar CEO Next Generation Indonesia Khemal Andrias saat webinar Obrol Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk "Etika Digital Sederhana Tapi Berdampak", Minggu (2/6/2024).
Pemahaman terhadap privasi keamanan digital perlu dipahami agar masyarakat tidak jadi korban dari tindak kejahatan yang ada di dunia maya. Menurut dia, privasi dalam etika digital juga harus dipahami agar masyarakat tidak menjadi pelaku dalam tindak kejahatan di media sosial.
"Privasi itu adalah sebuah hak yang dimiliki oleh semua orang yang melekat pada suatu individu tertentu. Jika kita paham privasi adalah hak, artinya tidak boleh melanggar batasan privasi tersebut," jelas Khemal.
Saat ini ujaran kebencian sudah menjadi fenomena global yang menjadi perhatian serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Pasalnya fenomena ini dapat menurunkan harmonasi sosial masyarakat bahkan memicu tindak kekerasan.
Minimnya etika digital dalam bersosial di media daring sayangnya terus terjadi di Tanah Air. Baru-baru ini ada seorang wanita yang mengunggah video yang menertawakan seorang wanita paruh baya di bioskop karena wanita tersebut dianggap berbicara sendiri di depan poster sebuah film.
Tak lama kemudian, wanita tersebut pun langsung jadi sasaran kebencian netizen. Tak hanya berdampak secara psikologis, dampak buruk dari minimnya etika digital lain juga langsung dirasakan wanita tersebut. Pasalnya dirinya langsung dikeluarkan dari tempat ia bekerja karena dianggap tidak memiliki etika yang baik.
Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak masyarakat untuk meningkatkan literasi digital.
"Bicara soal etika digital, tak mungkin lepas dari yang namanya privasi. Privasi dalam literasi digital dibagi menjadi dua, yaitu privasi keamanan digital dan privasi etika digital," ujar CEO Next Generation Indonesia Khemal Andrias saat webinar Obrol Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk "Etika Digital Sederhana Tapi Berdampak", Minggu (2/6/2024).
Pemahaman terhadap privasi keamanan digital perlu dipahami agar masyarakat tidak jadi korban dari tindak kejahatan yang ada di dunia maya. Menurut dia, privasi dalam etika digital juga harus dipahami agar masyarakat tidak menjadi pelaku dalam tindak kejahatan di media sosial.
"Privasi itu adalah sebuah hak yang dimiliki oleh semua orang yang melekat pada suatu individu tertentu. Jika kita paham privasi adalah hak, artinya tidak boleh melanggar batasan privasi tersebut," jelas Khemal.
tulis komentar anda