Mengikutsertakan Taiwan dalam Jaringan Keselamatan Kesehatan Global
Kamis, 16 Mei 2024 - 20:12 WIB
John Chen
Representative Taipei Economic and Trade Office (TETO)
KETIKA WHO mengumumkan bahwa pandemi Covid-19 bukan lagi sebuah “Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia”, kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional secara bertahap kembali normal. Negara-negara telah belajar dari pengalaman Covid-19 tentang pentingnya pendekatan “One Health” untuk sedini mungkin menanggapi kemungkinan pandemi terulang kembali di masa depan.
WHO berencana untuk merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) saat ini dan secara aktif membahas perumusan Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement) untuk mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif.
Taiwan saat ini belum dapat bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, serta tidak dapat berpartisipasi secara langsung dalam revisi ketentuan IHR atau penyusunan perjanjian pandemi, tetapi Taiwan tetap ingin secara aktif berbagi pengalaman dalam memerangi epidemi dan belajar dari negara lain. Selama periode Covid-19, Taiwan telah mengadopsi tindakan pencegahan yang menggunakan kecerdasan buatan, data besar, dan jaringan pengawasan.
Taiwan juga menyumbangkan tabung oksigen, respirator, masker, pakaian APD, termometer, dan peralatan medis serta bahan pencegahan epidemi lainnya ke negara-negara sahabat seperti Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan telah meningkatkan pelayanan medis dan sistem kesehatan masyarakat sesuai dengan rekomendasi WHO, termasuk memperkuat layanan kesehatan primer dan kesehatan mulut, pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular, dan berupaya untuk meningkatkan cakupan kesehatan nasional sebagai bentuk kontribusi pada keselamatan kesehatan global.
WHO memimpin pengembangan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional utama yang membela hak atas kesehatan semua orang. Namun karena pertimbangan politik yang tidak masuk akal, WHO terus mengecualikan Taiwan, yang tidak hanya mengabaikan hak atas kesehatan 23 juta penduduk Taiwan, tetapi juga menghambat pencegahan, persiapan, dan tanggapan global dalam menghadapi darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.
Taiwan dan Indonesia memiliki hubungan persahabatan dan pertukaran antar masyarakat yang sangat erat. Saat ini terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal di Indonesia untuk bekerja dan berbisnis. Pertukaran wisatawan Taiwan-Indonesia setiap tahun mencapai hampir 500.000 orang.
Sampai saat ini, Taiwan belum dapat bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berpartisipasi dalam konferensi dan mekanisme yang relevan. Taiwan juga tidak dapat memperoleh informasi dan sumber daya mengenai penyakit epidemi, serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global. Hal ini telah membentuk kesenjangan dalam jaringan keselamatan kesehatan masyarakat dan menciptakan resiko dalam pencegahan epidemi global, serta merugikan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Taiwan dan Indonesia.
Representative Taipei Economic and Trade Office (TETO)
KETIKA WHO mengumumkan bahwa pandemi Covid-19 bukan lagi sebuah “Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia”, kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional secara bertahap kembali normal. Negara-negara telah belajar dari pengalaman Covid-19 tentang pentingnya pendekatan “One Health” untuk sedini mungkin menanggapi kemungkinan pandemi terulang kembali di masa depan.
WHO berencana untuk merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) saat ini dan secara aktif membahas perumusan Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement) untuk mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif.
Taiwan saat ini belum dapat bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, serta tidak dapat berpartisipasi secara langsung dalam revisi ketentuan IHR atau penyusunan perjanjian pandemi, tetapi Taiwan tetap ingin secara aktif berbagi pengalaman dalam memerangi epidemi dan belajar dari negara lain. Selama periode Covid-19, Taiwan telah mengadopsi tindakan pencegahan yang menggunakan kecerdasan buatan, data besar, dan jaringan pengawasan.
Taiwan juga menyumbangkan tabung oksigen, respirator, masker, pakaian APD, termometer, dan peralatan medis serta bahan pencegahan epidemi lainnya ke negara-negara sahabat seperti Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan telah meningkatkan pelayanan medis dan sistem kesehatan masyarakat sesuai dengan rekomendasi WHO, termasuk memperkuat layanan kesehatan primer dan kesehatan mulut, pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular, dan berupaya untuk meningkatkan cakupan kesehatan nasional sebagai bentuk kontribusi pada keselamatan kesehatan global.
WHO memimpin pengembangan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional utama yang membela hak atas kesehatan semua orang. Namun karena pertimbangan politik yang tidak masuk akal, WHO terus mengecualikan Taiwan, yang tidak hanya mengabaikan hak atas kesehatan 23 juta penduduk Taiwan, tetapi juga menghambat pencegahan, persiapan, dan tanggapan global dalam menghadapi darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.
Taiwan dan Indonesia memiliki hubungan persahabatan dan pertukaran antar masyarakat yang sangat erat. Saat ini terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal di Indonesia untuk bekerja dan berbisnis. Pertukaran wisatawan Taiwan-Indonesia setiap tahun mencapai hampir 500.000 orang.
Sampai saat ini, Taiwan belum dapat bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berpartisipasi dalam konferensi dan mekanisme yang relevan. Taiwan juga tidak dapat memperoleh informasi dan sumber daya mengenai penyakit epidemi, serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global. Hal ini telah membentuk kesenjangan dalam jaringan keselamatan kesehatan masyarakat dan menciptakan resiko dalam pencegahan epidemi global, serta merugikan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Taiwan dan Indonesia.
tulis komentar anda