Regulasi 'Mogol' soal Batasan Barang Impor

Jum'at, 22 Maret 2024 - 17:18 WIB
Regulasi yang mogol tentu juga tak nyaman. Sebab, proses pembuatan regulasi telah berliku dilalui, namun di lapangan ternyata malah tak banyak memberi arti. FOTO ILUSTRASI/SINDOnews/MASYHUDI
SEBAGIAN isi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor akhirnya ditunda. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Kamis (14/3/2024).

Penundaan ini mengagetkan sekaligus tampak ironis. Sebab regulasi tersebut terbilang masih gres lantaran resmi berlaku pada Minggu (10/3/2024) alias baru berumur empat hari. Penundaan itu terpaksa dilakukan lantaran aturan tersebut mendapat penolakan dari publik. Namun dalam bahasa yang lebih halus, pemerintah berdalih penundaan itu lebih dikarenakan untuk merespons masukan-masukan dari masyarakat.

Kini, Permendag No 36 yang intinya menggeser pengawasan impor dari awalnya post-border ke border serta kemudahan impor barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) seolah tak 'bergigi'. Aturan pembatasan bawaan barang elektronik, alas kaki, barang tekstil, tas, serta sepatu yang biasanya sebagai cenderamata dari bepergian di luar negeri pun belum sepenuhnya berarti.

Ibarat makanan, Permendag ini mogol. Makanan mogol tak enak disantap karena gagal matang. Bagi orang Jawa, stempel istilah mogolini kerap diasosiasikan pada singkong goreng. Singkong yang mogol ini tak nyaman sekali jika dikunyah. Sebab, secara tampilan fisik memang tampak matang atau empuk, tapi sejatinya di bagian tengah masih keras bahkan terasa agak mentah.



Mogol ini meski bagi sebagian orang mungkin hal sepele tapi sejatinya membuat kondisi menjadi tak nyaman. Apalagi, jika barang yang mogol ini dikunyah di tengah-tengah nikmatnya menyantap makanan yang diidamkan. Rasanya ingin menyudahi secepatnya saja agenda makan dan membuang barang mogol di tempat sampah.

Regulasi yang mogol tentu juga tak nyaman. Sebab, proses pembuatan regulasi telah berliku dilalui, namun di lapangan ternyata malah tak banyak memberi arti. Bahkan terkesan mendapat antipati publik. Ini tentu sebuah kerugian karena menjadi langkah mundur dan pemerintah dipaksa untuk berpikir ulang untuk merevisinya. Kalau pemerintah bersikeras dengan nekat memberlakukan, tentu efeknya kian runyam. Apalagi di era keterbukaan informasi seperti sekarang, pemerintah bisa jadi bulan-bulanan tak berkesudahan.

Permendag No 36 juga secara fisik jelas telah dianggap lengkap dan rapi karena telah memenuhi berbagai aspek prosedural dalam proses pembuatan aturan. Lantas kenapa regulasi yang dipikirkan oleh banyak orang pintar itu masih begitu rapuh saat diimplementasikan? Jawaban atas pertanyaan ini tentu membutuhkan diskusi yang panjang. Namun yang membuat publik kian menjadi heran, terbitnya regulasi-regulasi yang rapuh itu seolah terus berulang.

Menilik kasus ke belakang, sebenarnya penundaan, pembatalan atau penarikan sebuah aturan bukan kali ini saja terjadi di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Awal 2017 silam, Presiden Jokowi meminta aturan kenaikan tarif BPKB, STNK dan SIM yang naik hingga 300% direvisi. Kenaikan ini sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan kepolisian. PP sudah diteken oleh Jokowi pada 6 Desember 2016 dan berlaku mulai 6 Januari 2017.

Singkatnya usia kebijakan publik ini juga pernah terjadi kala pemerintah terburu-buru membuat aturan terkait rekrutmen pegawai setara pegawai PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 2019. Sesuai pengumuman, pendaftaran PPPK dibuka pada 10 Februari 2019, namun pada hari yang sama terpaksa ditunda lantaran Peraturan Menteri PAN-RB atau yang merupakan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang PPPK belum bisa terbit.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More