Sebelum Kata-Kata Berakhir

Rabu, 20 Maret 2024 - 06:59 WIB
baca juga: Berapa Jumlah Judul Buku Baru yang Terbit di Indonesia Setiap Tahun? Ini Datanya

Suatu hal, lanjut GM: Puisi hanya memperkenalkan kita dengan apa yang tak kekal, tak stabil, mungkin tak faktual: imaji senja di Pelabuhan kecil dan bulan di atas kuburan. Maka yang berkuasa adalah filosof, yang dengan Logos membawa Tata. (hal. 144)

Pun saat ia mengisahkan seorang Napoleon—kaisar yang berhasil mengubah Prancis, Eropa—namun menimbulkan kekecewaan bagi sebagian besar orang juga. GM menulis: Orang progresif di Eropa di awal abad ke-19 melihat Napoleon sebuah harapan. Beethoven menulis Simfoni Ketiganya sebagai penghormatan buat pemimpin Prancis ini. Ia melihat Bonaparte pengejawantahan “cita-cita demokrasi dan antiminarki”.

Di tahun 1804 Beethoven mencabut penghormatannya: Napoleon mengangkat diri sendiri menjadi empereur des Francais. Ketika mendengar berita itu, Beethoven berteriak: “Dia ternyata tak lebih dari makhluk fana biasa!” Ia robek partiture yang digubahnya yang semula bertuliskan nama “Bonaparte”(hal. 93)

Jika saya ibaratkan membaca Catatan Pinggir seperti sedang mengupas bawang merah, pertama mungkin tak berasa apa-apa di mata, namun setelah tulisan demi tulisan berlalu ada semacam riak “kepedihan” di mata. Memang, mulanya GM terkesan tak sepenuhnya melawan, sebagaimana “protes-protes” yang ia layangkan, tapi justru di akhir tulisan “menyentak”. Memberikan semacam guncangan dan kecamuk di dada kita. Barangkali setelah membacanya kita akan menyadari, jika ada peristiwa yang mengerikan sekaligus menggetarkan di suatu belahan dunia.

Juga saat berhadapan dengan kekerasan yang terjadi di belahan dunia manapun, yang mulanya sebagai akar dendam—dalam kaca mata GM: Kekerasan hanya bisa menyelamatkan manusia dan dunia jika keadilan mewujudkan dirinya dengan memandang orang lain, yang-bukan-kita, sebagai tubuh yang mungkin terinjak. (hal. 100)

Gumam yang Melawan

Dari pelbagai tulisannya, GM memang lebih meraba atau memilih warna yang abu-abu. Baginya putih tak mesti melulu putih, demikian sebaliknya. Dalam beberapa tulisan yang membahas GM, disebutkan pula jika dirinya memang ambigu. Tapi justru karena keambiguannya tersebut kita kembali memetakan apa yang coba ditelaah GM, menguraikannya jalin temali dari esai-esainya dan merangkaikannya sendiri.

baca juga: Haedar Nashir Luncurkan Buku Jalan Baru Moderasi Beragama

Maka apa yang pernah diungkapkan pula oleh GM, jika memang dirinya mengambil pelbagai esainya dari realitas yang terjadi. Setiap peristiwa seakan turut dipulas oleh rangkaian kalimatnya. Dan ia mengakui jika untuk membuat satu tulisan esai di Catatan Pinggir sendiri memerlukan kurang lebih lima buku sekaligus.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More