Demokrasi, Pemilu, dan Bawaslu yang Bermartabat

Selasa, 05 Maret 2024 - 19:02 WIB
f. Pemilihan dan pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah masih belum transparan, akuntabel, dan partisipatif (menurut KPPOD tanggal 18 Agustus 2023). Hal ini disinyalir dapat berpengaruh terhadap netralitas Pj yang diangkat.

Selanjutnya setelah Pemilu dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, KPU memanfaatkan Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik. Fungsinya membantu sistem rekapitulasi KPU, perhitungan, hasil perhitungan suara dari berjenjang (kabupaten/kota, provinsi) sampai ke pusat dengan cara memasukkan data ke sistem komputer. Sirekap juga digunakan sebagai alat bantu dalam rangka mendokumentasikan hasil perolehan suara sementara di TPS dan untuk menyampaikan hasil perhitungan suara sementara secara cepat kepada publik.

Permasalahannya penggunaan Sirekap oleh petugas pemilu mulai dari KPPS dan PPK belum jelas betul. Begitu pula aturan mainnya. Potensi pelanggaran pun muncul ketika ada perbedaan jumlah suara antara yang tersimpan di sistem komputer Sirekap dan formulir C-1. Permasalahan data dalam sistem Sirekap KPU juga rawan penggelembungan suara.

Melihat hal ini, KPU menjadi kurang mendapatkan kepercayaan sepenuhnya dari masyarakat, jika tanpa ada lembaga lainnya yang mengawasi. Lembaga negara yang mengawasi kinerja dari KPU adalah Bawaslu. Bahkan KPU dan Bawaslu mendapatkan pengawasan secara etik dari DKPP. Bawaslu sampai saat ini sudah menyatakan belum ada temuan yang dapat membatalkan hasil Pemilu 2024 (Keterangan Bawaslu 24 Februari 2024).

Sementara DKPP hanya menyelesaikan permasalahan etik yang tidak dapat berimplikasi langsung secara hukum. Dengan dinamika pemilihan yang sangat tinggi bukannya tidak mungkin berbagai kontroversi dan potensi pelanggaran pemilu dapat menciderai proses demokrasi.

Eksistensi Bawaslu dalam menegakkan keadilan Pemilu

Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memberikan penguatan kelembagaan Bawaslu, baik dari struktur dan kewenangan hingga lahir. Transformasi krusial yang dilakukan pembentuk UU terhadap Bawaslu adalah menambahkan fungsi penyelesaian sengketa proses pemilu, adjudikasi. Penambahan wewenang ini membuat Bawaslu tidak lagi sekadar pemberi rekomendasi, melainkan sebagai eksekutor atau pemutus perkara.

Berdasarkan UU Pemilu, fungsi adjudikasi yang dimiliki Bawaslu dapat dilaksanakan untuk menerima, memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu, dan sengketa proses pemilu. Selanjutnya, kehadiran Bawaslu beserta jajarannya sesuai UU Pemilu, dengan kewenangan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu (PSPP) diharapkan dapat berkontribusi mewujudkan pelaksanaan tahapan pemilu yang jujur dan adil.

Fungsi Bawaslu sangat dibutuhkan sebagai lembaga negara di bawah UU yang bersifat tetap dan mempunyai kewenangan dalam mengawasi jalannya pemilu, menindak pelanggaran dan menyelesaikan sengketa proses pemilu. Keadilan pemilu (electoral justice) sebagai sarana dan mekanisme untuk menjamin bahwa proses pemilu tidak dirusak oleh penyimpangan dan kecurangan.

Termasuk dalam mekanisme keadilan pemilu adalah pencegahan terjadinya sengketa pemilu melalui serangkaian kegiatan, tindak, dan rekomendasi kepada pihak terkait apakah itu KPU ataupun peserta pemilu. Yang dilanjutkan dengan pelaksanaan kewenangan PSPP, dengan mempertemukan para pihak yang bersengketa (mediasi dan/atau adjudikasi) sebagai akibat ditetapkannya keputusan dan/atau berita acara KPU.

Jika penegakan hukum pemilu diartikan sebagai sarana untuk memulihkan prinsip dan aturan hukum pemilu yang dilanggar sehingga dapat mewujudkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan pemilu, maka sejatinya keadilan pemilu berkaitan dengan proses penegakan hukum pemilu. Proses yang menjamin pemilu yang jujur dan adil (free and fair election), dengan menjamin hak konstitusional semua pihak secara proporsional dan berkeadilan.

Kombinasi penyelesaian sengketa yang bersifat alternatif dan korektif ini, selain terdapat dalam UU Pemilu, dipertegas lagi dalam Peraturan Bawaslu Nomor 18 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Bawaslu Nomor 27 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bawaslu Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu.

Penambahan kewenangan Bawaslu dalam PSPP, terlihat adanya politik hukum pembentuk UU untuk memperkuat sisi eksekutorial dari fungsi-fungsi Bawaslu. Putusan Bawaslu yang sebelumnya hanya bersifat rekomendasi, kini menjadi putusan yang memiliki kekuatan eksekutorial layaknya putusan pengadilan. Hal ini mentransformasikan Bawaslu menjadi lembaga quasi peradilan yang putusannya bersifat final dan mengikat kecuali ditentukan lain dalam UU Pemilu.

Martabat Demokrasi

Bawaslu memiliki peran fundamental dalam mengawal demokrasi substantif di Indonesia. Demokrasi substantif bukan hanya tentang mekanisme prosedural pemilihan umum (pemilu) yang demokratis, tetapi juga tentang terciptanya keadilan dan kesetaraan dalam proses dan hasil pemilu.

Ironisnya, keluhan akan transparansi, imparsialitas, dan akuntabilitas akan penyelenggaraan Pemilu 2024 masih perlu pembuktian secara substantif tidak saja melalui pengaduan pemilu yang langsung disampaikan kepada Bawaslu, namun juga memerlukan kapasitas lebih dari Bawaslu untuk menilai penyelenggaraan pemilu dari perspektif yang lebih luas. Ketika kapasitas institusional demokrasi di Indonesia melemah, karena kekuatan otoritatif yang lebih dominan, upaya Bawaslu dalam menegakkan hukum pemilu perlu diapresiasi.

Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan pelanggaran pemilu, baik melalui edukasi kepada publik, pengawasan tahapan pemilu, maupun patroli cyber. Pencegahan ini penting untuk memastikan pemilu berjalan dengan jujur dan adil. Penanganan pelanggaran yang tegas dan adil akan memberikan efek jera bagi pelanggar dan memastikan pemilu berjalan sesuai aturan.

Bawaslu harus memastikan bahwa semua peserta pemilu memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi dan tidak ada pihak yang dirugikan. Hal ini termasuk melindungi kelompok-kelompok rentan dari diskriminasi dan memastikan akses yang sama terhadap informasi dan sumber daya. Bawaslu harus membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Dengan demikian, Bawaslu harus mampu mengikuti perkembangan zaman dan adaptasi dengan berbagai modus pelanggaran pemilu yang semakin kompleks. Dengan menjalankan tugas dan wewenangnya secara efektif dan efisien, Bawaslu dapat membantu mewujudkan pemilu yang demokratis, adil, dan berintegritas.

Hal ini sesuai dengan kutipan dari seorang aktivis politik Amerika, Jim Hightower, bahwa “Demokrasi bukanlah sesuatu yang terjadi pada saat pemilu saja, dan bukan sesuatu yang terjadi hanya dalam satu peristiwa. Ini adalah proses pembangunan yang berkelanjutan. Namun hal ini juga harus menjadi bagian dari budaya kita, bagian dari kehidupan kita.”
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More