Relevansi Hak Angket Kebijakan Menjelang Pemilu

Senin, 26 Februari 2024 - 14:33 WIB
Arjuna Putra Aldino, Ketua Umum DPP GMNI. Foto/Dok. SINDOnews
Arjuna Putra Aldino

Ketua Umum DPP GMNI

AKHIR-akhir ini diskursus publik diramaikan dengan wacana hak angket yang semakin santer disuarakan oleh berbagai kalangan. Mulanya berangkat dari calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mendorong partai politik (parpol) pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Gayung bersambut, capres nomor urut 1 Anies Baswedan mendukung upaya Ganjar tersebut. Menurutnya, hak angket DPR akan berpeluang membuka dugaan kecurangan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, sehingga dapat diproses lebih lanjut.

Namun gagasan angket ini direspons secara negatif oleh sejumlah partai pengusung pasangan nomor urut 2, Prabowo-Gibran. Politisi partai pengusung Prabowo-Gibran menyebut hak angket tidak bisa membatalkan hasil pemilu, bisa berujung kekacauan dan tidak sesuai ketentuan terkait pemilu, yang memperkarakan melalui jalur Bawaslu atau Gakumdu maupun DKPP.



Anehnya, senada dengan itu, Bawaslu juga ikut-ikut berkomentar menilai hak angket tidak ada dalam mekanisme pemilu. Tindakan Bawaslu ini justru bisa dikategorikan sebagai tindakan “contempt of parliament” yaitu menghalangi lembaga/badan legestatif untuk menjalankan fungsinya, menghalangi parlemen untuk menjalankan hak konstitusionalnya. Pertanyaannya, apa yang mesti dipersoalkan dalam hak angket yang ramai diwacanakan sejumlah kalangan akhir-akhir ini?

Kebijakan Ugal-ugalan Menjelang Pemilu

Tentu, hak angket tidak bisa membatalkan hasil pemilu, karena hak angket bukanlah mekanisme persidangan soal perselisihan capaian suara hasil pemilu. Hak angket sendiri merupakan hak parlemen untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Ada beberapa kebijakan pemerintah menjelang pemilu yang meresahkan masyarakat luas, menjadi polemik publik bahkan berpotensi melanggar peratutan perundang-undangan. Yakni kebijakan bantuan sosial. Sejak kuartal III 2023, pemerintah mengucurkan berbagai jenis bantuan, dari bantuan pangan beras 10 kilogram untuk 20 juta KPM hingga bantuan langsung tunai (BLT) El Nino Rp400.000. Semua bantuan sosial ini di luar bantuan sosial reguler seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More