Asa Rudal Nasional, Mungkinkah Terwujud?

Kamis, 22 Februari 2024 - 05:15 WIB
Bahkan, ASELSAN masuk dalam 50 besar. Perusahaan yang berdiri pada 1975 itu mengembangkan produk mulai dari sistem komunikasi, radar, dan berbagai sistem pertahanan. Produksinya telah digunakan 65 negara di dunia. Selain Aselsan, Turki juga memiliki perusahaan alutsista top global player seperti TAI, BMC, Roketsan, STM Defense Technologies & Engineering Ltd, FNSS, dan Havelsan.

Hampir semua teknologi militer sudah mampu dikembangkan dan diproduksi Turki, dengan kualitas yang tidak kalah dengan negara-negara pemain utama alutsista dunia seperti Amerika Serikat, Prancis, Rusia maupun China. Indikasinya bisa terlihat pada kian banyaknya negara yang mengandalkan alutsista made in Turki untuk memperkuat otot militernya.

Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), negeri tersebut menyumbang 1% dari total ekspor global. Raihan ini mengindikasikan Turki mampu menyiapkan SDM tangguh, melewati dinamika perekonomian, mengurangi ketergantungan pada pemasok asing, dan mengatasi perselisihan politik regional. Prestasi inilah yang harus Indonesia pelajari dari Turki.

Tinggal Selangkah

Jika ditelusuri, Indonesia sebenarnya tinggal selangkah memiliki kemampuan membuat rudal nasional. Pasalnya, sejumlah perusahaan BUMN dan swasta yang bergerak di bidang industri pertahanan telah mampu membuat bahan peledak atau propelan, amunisi, peledak, bom, hingga roket.

baca juga: Kontroversi Lonjakan Utang untuk Belanja Alutsista

Penguasaan teknologi roket bisa disebut sebagai backbone pembuatan rudal. Untuk roket, Indonesia telah berhasil membuat RHan-122B, yang digarap Pusat Teknologi Roket LAPAN bersama Konsorsium Roket Nasional sejak 2006. Setelah melewati tahapan penuh kesabaran --mulai dari desain konseptual, desain awal, pembuatan purwarupa (prototype), serta serangkaian pengujian statis dan dinamis sejak 2009--, Rhan-122B telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan roket GRAD RM 70 milik Marinir TNI-AL.

Hebatnya, dalam proses pengembangan R-HAN-122B, hingga pertengahan 2023 lalu LAPAN yang kemudian bergabung ke BRIN berhasil membuat tujuh paten yang diraih selama learning process. Roket pun sudah memulai pembahasan kontrak lisensi dengan industri pertahanan.

Selain sudah menguasai teknologi roket, beberapa pihak telah berinisiatif mengembangkan rudal sendiri. Rudal dimaksud antara lain rudal Merapi yang dikembangkan Pusat Riset Cirnov Universitas Ahmad Dahlan dengan Dislitbang TNI AD, dengan melihatkan PT Dahana dan BRIN. Riset yang dilakukan sejak 2018 sudah menapak tahap uji coba yang digelar di Area Weapon Range di Pandanwangi Lumajang pada akhir 2021 lalu.

Kala itu rudal Merapi sudah melewati tahapan evaluasi uji performansi roket pendorong, struktur aerodinamik sirip belakang (fin-tail), sirip depan (canard), penjejak (seeker) yang menggunakan teknologi inframerah, peluncur tabung, dan lain-lain. Bahkan saat itu juga dilakukan uji propelan dengan teknologi smokeless (tanpa asap) yang dibuat oleh PT Dahana.

Hasil uji coba memuaskan. Rudal kaliber 70 mm itu mampu melesat di atas kecepatan 650 kilometer per jam atau melampaui kecepatan suara. Dengan demikian rudal mampu untuk merontokkan pesawat baik pesawat tempur, helikopter militer, serta sasaran udara lainnya seperti drone.

Ada juga rudal Petir V-101. Rudal buatan PT Sari Bahari itu disebut mampu melesat dengan kecepatan 260 km per jam, tak mudah terbaca radar, memiliki kemampuan antisipasi frekuensi yang berubah. Dengan kemampuan ini membuat Rudal Petir V-101 tak kalah canggih dari berbagai rudal lainnya.

baca juga: Galangan Kapal Swasta Terdepan Dorong Kemandirian Alutsista

Berbagai fakta yang ada menunjukkan bahwa fondasi mewujudkan asa rudal nasional sudah tersedia. SDM Indonesia juga sudah memiliki kapasitas cukup untuk berkembang dan menjawab tantangan baru. Pertanyaan yang kemudian yang harus dijawab, apakah jika Indonesia secara swamandiri, termasuk dengan melakukan reverse engineering rudal C705, mengembangkan rudal nasional akan mampu menghasilkan rudal menggetarkan sekelas Atmaca atau Exocet MM40 Block 3 yang kini menjadi andalan TNI AL?

Pertanyaan lain, jika tanpa bantuan Turki atau negara sahabat lain, butuh waktu berapa lama lagi Indonesia akan mampu membuat rudal nasional sendiri dengan kualitas bisa diandalkan? Sementara di sisi lain, perkembangan geopolitik dan geomiliter di berbagai kawasan dunia sangat liar, hingga menuntut semua negara mengonsolidasikan kekuatan militernya.

Tak kalah urgent-nya adalah pentingnya Indonesia mengakselerasi visi kemandirian alutsista, termasuk rudal nasional di dalamnya. Kemandirian bukan strategis untuk memutus ketergantungan dan memastikan keamanan persediaan alutsista dalam situasi dibutuhkan, tapi juga meningkatkan bargaining of positiondalam diplomasi militer dan deterrent effect menghadapi ancaman dari negara atau aliansi manapun.

Sebagai ilustrasi dampak negara yang memiliki kemandirian alutsista yang kokoh, lihatlah bagaimana seperti Turki dan Iran selalu berani bicara lantang untuk menyampaikan kepentingannya, dan tidak ada negara manapun yang mengusik atau mengancamnya.

baca juga: Tanggapi Soal Alutsista Bekas, Wamenhan: Hanya Mengisi Kekosongan

Keterbukaan kesediaan Turki memberikan ToT dan membantu Indonesia merupakan jembatan emas mewujudkan asa membangun rudal nasional. Melalui kerja sama dengan Turki, Indonesia bisa mendapat atau menguasai puzzle teknologi rudal yang selama ini belum dikuasai.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More