Polemik Bansos
Rabu, 07 Februari 2024 - 15:33 WIB
Alya Maharani
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan saat ini sedang mengikuti program magang di Pusat SKK Amerop, BSKLN, Kementerian Luar Negeri RI
POLEMIK terkait program bantuan sosial ( bansos ) menjadi salah satu isu paling hangat yang sedang dibahas menjelang Pemilihan Presiden 2024. Isu ini memunculkan kontroversi dan perdebatan sengit di kalangan masyarakat serta para politisi. Sejak awal tahun 2024, perdebatan tentang bansos telah menjadi sorotan utama dalam agenda politik dan sosial di Indonesia.
Program bansos, yang dirancang untuk membantu warga yang kurang mampu, kini menjadi pemandangan yang kompleks karena adanya dugaan penyalahgunaan dan politisasi oleh pihak-pihak tertentu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, anggaran yang dialokasikan untuk bansos pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp476 triliun. Namun, anggaran bansos tersebut kemudian dinaikan sebesar Rp20 triliun sehingga total menjadi Rp496 triliun pada 2024.
Alokasi anggaran ini hampir menyamai anggaran perlindungan sosial pada 2020 saat krisis pandemi Covid-19, yaitu sebesar Rp498 triliun. Presiden Joko Widodo pada periode Januari hingga Maret 2024 juga akan menyalurkan bansos berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bertujuan untuk mitigasi risiko pangan bagi 18,8 juta penerima. Setiap penerima dilaporkan akan mendapatkan BLT dengan total Rp600 ribu. Tidak hanya itu, beberapa program bansos lainnya juga akan dilakukan oleh Pemerintah pada Februari 2024 di antaranya bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bansos beras 10 kg, dan BLT Rp200.000.
Sumber: Kementerian Keuangan
Politisasi Bansos?
Secara prosedural, menurut Sri Mulyani, mekanisme penyaluran bansos semestinya dilakukan melalui Kementerian Sosial berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) serta data tambahan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berfokus pada upaya pengentasan kemiskinan ekstrem. Namun, baru-baru ini aksi Presiden Joko Widodo yang membagi-bagikan langsung bansos ke masyarakat bahkan di pinggir jalan menuai sorotan banyak pihak. Aksi bagi-bagi bansos tersebut juga tidak mengajak atau mengikutsertakan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang secara tupoksi berkewenangan atas penyelenggaraan dan penyaluran bansos.
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan saat ini sedang mengikuti program magang di Pusat SKK Amerop, BSKLN, Kementerian Luar Negeri RI
POLEMIK terkait program bantuan sosial ( bansos ) menjadi salah satu isu paling hangat yang sedang dibahas menjelang Pemilihan Presiden 2024. Isu ini memunculkan kontroversi dan perdebatan sengit di kalangan masyarakat serta para politisi. Sejak awal tahun 2024, perdebatan tentang bansos telah menjadi sorotan utama dalam agenda politik dan sosial di Indonesia.
Program bansos, yang dirancang untuk membantu warga yang kurang mampu, kini menjadi pemandangan yang kompleks karena adanya dugaan penyalahgunaan dan politisasi oleh pihak-pihak tertentu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, anggaran yang dialokasikan untuk bansos pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp476 triliun. Namun, anggaran bansos tersebut kemudian dinaikan sebesar Rp20 triliun sehingga total menjadi Rp496 triliun pada 2024.
Alokasi anggaran ini hampir menyamai anggaran perlindungan sosial pada 2020 saat krisis pandemi Covid-19, yaitu sebesar Rp498 triliun. Presiden Joko Widodo pada periode Januari hingga Maret 2024 juga akan menyalurkan bansos berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bertujuan untuk mitigasi risiko pangan bagi 18,8 juta penerima. Setiap penerima dilaporkan akan mendapatkan BLT dengan total Rp600 ribu. Tidak hanya itu, beberapa program bansos lainnya juga akan dilakukan oleh Pemerintah pada Februari 2024 di antaranya bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bansos beras 10 kg, dan BLT Rp200.000.
Sumber: Kementerian Keuangan
Politisasi Bansos?
Secara prosedural, menurut Sri Mulyani, mekanisme penyaluran bansos semestinya dilakukan melalui Kementerian Sosial berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) serta data tambahan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berfokus pada upaya pengentasan kemiskinan ekstrem. Namun, baru-baru ini aksi Presiden Joko Widodo yang membagi-bagikan langsung bansos ke masyarakat bahkan di pinggir jalan menuai sorotan banyak pihak. Aksi bagi-bagi bansos tersebut juga tidak mengajak atau mengikutsertakan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang secara tupoksi berkewenangan atas penyelenggaraan dan penyaluran bansos.
tulis komentar anda