Polemik Bansos
Rabu, 07 Februari 2024 - 15:33 WIB
Tindakan Presiden Joko Widodo tersebut dianggap menabrak norma-norma yang berlaku terkait penyaluran bansos. Bahkan, tindakan tersebut dinilai sangat kental dengan muatan politis karena berlangsung di tengah suasana pertarungan politik menjelang pemilu 2024. Sebagai implikasinya, penyaluran bansos di lapangan diberitakan tidak tepat sasaran dan didistribusikan secara tidak adil.
Kegelisahan Sosial
Karut-marut pembagian bansos yang melibatkan lembaga Kepresidenan memicu keprihatinan tersendiri di kalangan masyarakat. Bahkan, banyak kalangan aktivis dan organisasi masyarakat madani menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos. Mereka mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan investigasi menyeluruh dan mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan bansos.
Pemerintah dan sejumlah kalangan yang pro kegiatan Presiden Jokowi bagi-bagi bansos secara tegas menampik tuduhan tersebut. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan bahwa bansos didistribusikan berdasarkan kriteria yang jelas dan tidak ada unsur politisasi di dalamnya. Pemerintah juga mengaku siap untuk bekerja sama dengan lembaga independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos.
Masyarakat pun berharap agar pemerintah dan lembaga terkait dapat segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan kejelasan dan kepastian kepada publik. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam penyaluran bansos, sehingga program ini benar-benar dapat membantu mereka yang membutuhkan tanpa ada ruang bagi manipulasi politik.
Bansos ideal
Bansos dalam bentuk bantuan langsung baik berupa sembako maupun cash (BLT) secara nilai nominal bantuan akumulatif berjumlah sangat besar. Namun, saat bansos didistribusikan ke masyarakat, maka nilai nominal bantuan per jiwa menjadi sangat kecil dan bahkan manfaat bantuannya bersifat sesaat. Penyaluran bansos model ini seperti halnya dengan membantu masyarakat dengan memberikan ikan bukan kail, sehingga sifat bantuannya tidak berkelanjutan (sustainable). Bansos yang sifatnya ‘sekali dapat langsung habis’ secara ekonomi jangka panjang tidak berdampak signifikan bagi kemaslahatan keluarga penerima. Hal demikian tentunya berbeda dengan bansos berupa program dana bergulir seperti yang pernah diselenggarakan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Dalam Bentuk Tagihan, Dana Bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Badan Layanan Umum yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Mekanismenya adalah dengan memberikan suku bunga yang lebih murah dibandingkan lembaga keuangan komersial atau memberikan pinjaman tanpa disertai agunan (untuk pembiayaan kelompok).
Belajar dari Grameen Bank
Kegelisahan Sosial
Karut-marut pembagian bansos yang melibatkan lembaga Kepresidenan memicu keprihatinan tersendiri di kalangan masyarakat. Bahkan, banyak kalangan aktivis dan organisasi masyarakat madani menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos. Mereka mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan investigasi menyeluruh dan mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan bansos.
Pemerintah dan sejumlah kalangan yang pro kegiatan Presiden Jokowi bagi-bagi bansos secara tegas menampik tuduhan tersebut. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan bahwa bansos didistribusikan berdasarkan kriteria yang jelas dan tidak ada unsur politisasi di dalamnya. Pemerintah juga mengaku siap untuk bekerja sama dengan lembaga independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bansos.
Masyarakat pun berharap agar pemerintah dan lembaga terkait dapat segera menyelesaikan masalah ini dengan memberikan kejelasan dan kepastian kepada publik. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam penyaluran bansos, sehingga program ini benar-benar dapat membantu mereka yang membutuhkan tanpa ada ruang bagi manipulasi politik.
Bansos ideal
Bansos dalam bentuk bantuan langsung baik berupa sembako maupun cash (BLT) secara nilai nominal bantuan akumulatif berjumlah sangat besar. Namun, saat bansos didistribusikan ke masyarakat, maka nilai nominal bantuan per jiwa menjadi sangat kecil dan bahkan manfaat bantuannya bersifat sesaat. Penyaluran bansos model ini seperti halnya dengan membantu masyarakat dengan memberikan ikan bukan kail, sehingga sifat bantuannya tidak berkelanjutan (sustainable). Bansos yang sifatnya ‘sekali dapat langsung habis’ secara ekonomi jangka panjang tidak berdampak signifikan bagi kemaslahatan keluarga penerima. Hal demikian tentunya berbeda dengan bansos berupa program dana bergulir seperti yang pernah diselenggarakan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Dalam Bentuk Tagihan, Dana Bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Badan Layanan Umum yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Mekanismenya adalah dengan memberikan suku bunga yang lebih murah dibandingkan lembaga keuangan komersial atau memberikan pinjaman tanpa disertai agunan (untuk pembiayaan kelompok).
Belajar dari Grameen Bank
tulis komentar anda