Berhasil Ikuti Program Deradikalisasi, Eks Napiter Ajak Masyarakat Sukseskan Pemilu 2024
Sabtu, 27 Januari 2024 - 22:50 WIB
Munir memberikan pandangan terhadap potensi segregasi dalam masyarakat, terutama melalui isu-isu agama dalam konteks pemilihan umum (Pemilu). Ia menyoroti peran tokoh masyarakat dan agama untuk memberikan pencerahan dan pengetahuan kepada masyarakat.
"Masyarakat perlu memahami bahwa pemilihan umum adalah proses berdemokrasi di Indonesia yang telah diatur oleh konstitusi, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini tentu tidaklah tepat jika ditabrakkan pada tafsiran agama yang keliru, mengatakan bahwa proses demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam. Justru hal ini dapat membahayakan persatuan Indonesia," kata Munir.
Ia menambahkan, bahwa di atas konstitusi Indonesia inilah, banyak agama dan kepercayaan yang dijamin untuk bisa tumbuh dan berkembang, termasuk Islam. Karenanya, tidak ada alasan untuk mengklaim bahwa Indonesia adalah negara thogut karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Munir menyampaikan harapannya agar pemilu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan positif. Ia menegaskan pemilu tidak berkaitan dengan status keimanan seseorang, dan apa pun pilihannya, tidak boleh digunakan untuk memutuskan kekafiran atau keislaman seseorang.
Segregasi seperti ini seringkali sarat dengan kepentingan politik, dan yang paling dirugikan tentu saja adalah masyarakat lapisan terbawah (grass root). Mereka cenderung mudah ditanamkan narasi-narasi yang menyentuh sisi emosionalnya, tanpa mengikutsertakan sisi rasional dalam pengambilan keputusan.
Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik. Ia menilai bahwa perbedaan, termasuk dalam pilihan politik, adalah hal yang lumrah dan tidak perlu disikapi dengan cara yang berlebihan.
"Saya berharap, semoga pengalaman yang saya dapatkan bisa memberikan kontra-argumen terhadap narasi radikalisme dan terorisme. Terbukti bahwa program deradikalisasi mampu membawa perubahan pemikiran, dan pendekatan yang komprehensif dapat membawa seseorang kembali ke pangkuan NKRI," kata Munir.
Ia juga menyinggung deklarasi dukungan yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir. Dirinya menyoroti hal ini karena deklarasi tersebut dinilai akan memberikan pengaruh terhadap pemahaman kebangsaan banyak pihak, khususnya bagi yang masih meyakini bahwa Indonesia adalah negara thogut.
Munir menilai positif dan optimistis terhadap perubahan Abu Bakar Baasyir, meskipun ia pun mengakui bahwa deklarasi tersebut bisa saja memiliki motivasi tertentu. Hal ini juga berlaku bagi tokoh atau kelompok radikal lainnya yang menyatakan kembali ke pangkuan NKRI. Motivasi tiap individu bisa saja terlihat ataupun tidak.
"Perlu diingat bahwa dalam kelompok radikal, terdapat berbagai faksi dan tanggapan yang dapat berbeda-beda terhadap dukungan masing-masing individu kepada Abu Bakar Baasyir. Saya melihat apa yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir sebagai catatan positif, namun tidak ada salahnya untuk tetap berhati-hati," kata Munir.
"Masyarakat perlu memahami bahwa pemilihan umum adalah proses berdemokrasi di Indonesia yang telah diatur oleh konstitusi, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini tentu tidaklah tepat jika ditabrakkan pada tafsiran agama yang keliru, mengatakan bahwa proses demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam. Justru hal ini dapat membahayakan persatuan Indonesia," kata Munir.
Ia menambahkan, bahwa di atas konstitusi Indonesia inilah, banyak agama dan kepercayaan yang dijamin untuk bisa tumbuh dan berkembang, termasuk Islam. Karenanya, tidak ada alasan untuk mengklaim bahwa Indonesia adalah negara thogut karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Munir menyampaikan harapannya agar pemilu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan positif. Ia menegaskan pemilu tidak berkaitan dengan status keimanan seseorang, dan apa pun pilihannya, tidak boleh digunakan untuk memutuskan kekafiran atau keislaman seseorang.
Segregasi seperti ini seringkali sarat dengan kepentingan politik, dan yang paling dirugikan tentu saja adalah masyarakat lapisan terbawah (grass root). Mereka cenderung mudah ditanamkan narasi-narasi yang menyentuh sisi emosionalnya, tanpa mengikutsertakan sisi rasional dalam pengambilan keputusan.
Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik. Ia menilai bahwa perbedaan, termasuk dalam pilihan politik, adalah hal yang lumrah dan tidak perlu disikapi dengan cara yang berlebihan.
"Saya berharap, semoga pengalaman yang saya dapatkan bisa memberikan kontra-argumen terhadap narasi radikalisme dan terorisme. Terbukti bahwa program deradikalisasi mampu membawa perubahan pemikiran, dan pendekatan yang komprehensif dapat membawa seseorang kembali ke pangkuan NKRI," kata Munir.
Ia juga menyinggung deklarasi dukungan yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir. Dirinya menyoroti hal ini karena deklarasi tersebut dinilai akan memberikan pengaruh terhadap pemahaman kebangsaan banyak pihak, khususnya bagi yang masih meyakini bahwa Indonesia adalah negara thogut.
Munir menilai positif dan optimistis terhadap perubahan Abu Bakar Baasyir, meskipun ia pun mengakui bahwa deklarasi tersebut bisa saja memiliki motivasi tertentu. Hal ini juga berlaku bagi tokoh atau kelompok radikal lainnya yang menyatakan kembali ke pangkuan NKRI. Motivasi tiap individu bisa saja terlihat ataupun tidak.
"Perlu diingat bahwa dalam kelompok radikal, terdapat berbagai faksi dan tanggapan yang dapat berbeda-beda terhadap dukungan masing-masing individu kepada Abu Bakar Baasyir. Saya melihat apa yang dilakukan oleh Abu Bakar Baasyir sebagai catatan positif, namun tidak ada salahnya untuk tetap berhati-hati," kata Munir.
Lihat Juga :
tulis komentar anda