Berhasil Ikuti Program Deradikalisasi, Eks Napiter Ajak Masyarakat Sukseskan Pemilu 2024
Sabtu, 27 Januari 2024 - 22:50 WIB
JAKARTA - Program deradikalisasi adalah pembinaan berkelanjutan bagi narapidana kasus terorisme ( napiter ) untuk menghilangkan pemahaman radikal terorismenya. Program yang dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini terbukti berhasil mentransformasikan dari yang anti-NKRI menjadi agen demokrasi pengusung keberagaman Indonesia.
Kini ada ratusan eks napiter bahkan telah menjadi agen demokrasi dan membantu pemerintah memerangi pemahaman salah, radikal terorisme. Pun jelang Pemilihan Umum (Pemilu), mereka mengajak masyarakat untuk menyukseskan proses demokrasi lima tahunan ini agar berlangsung aman, damai, dan lancar.
Salah satunya adalah Munir Kartono, eks napiter kasus pemboman Mapolresta Solo. Dalam kasus itu, Munir yang juga sahabat pentolan ISIS Indonesia Bahrun Naim bertugas mencari pendanaan online melalui bitcoin.
Ditemui di Jakarta, Rabu (23/1/2024), Munir membagikan pengalamannya mengikuti program deradikalisasi. Proses panjang deradikalisasi Munir dimulai selama masa tahanannya, di mana dialog, diskusi, dan brainstorming diadakan oleh BNPT, Densus 88, akademisi, hingga para tokoh agama.
Munir menjelaskan, pembinaan yang ia terima dalam program deradikalisasi diberikan secara berkesinambungan, termasuk ketika berada di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Dirinya menambahkan, puncak dari proses deradikalisasinya terjadi ketika ia dipindahkan ke Pusat Deradikalisasi BNPT.
"Di sana saya mendapatkan pembinaan yang komprehensif, mencakup aspek keagamaan, wawasan kebangsaan, dan psikologi, serta melibatkan banyak pihak dari akademisi berpengalaman hingga tokoh masyarakat," kata Munir.
Pentingnya pembinaan keagamaan dan wawasan kebangsaan menjadi titik balik baginya. Sebelumnya, Munur menganggap Indonesia sebagai negara thogut yang tidak menjalankan syariat Islam. Namun, pemahaman baru tentang maqashid syariah dan sejarah peran ulama dalam kemerdekaan Indonesia membuka pandangannya.
Munir akhirnya mengubah pandangan radikalnya menjadi pemahaman yang lebih luas dan sesuai dengan semangat Pancasila dan NKRI.
Setelah melakukan banyak dialog dan berbagai interaksi dengan para ahli agama dan tokoh masyarakat, ia mengaku bahwa pemahaman yang sebelumnya ia yakini sangat keliru karena membahayakan keselamatan orang lain.
Kini ada ratusan eks napiter bahkan telah menjadi agen demokrasi dan membantu pemerintah memerangi pemahaman salah, radikal terorisme. Pun jelang Pemilihan Umum (Pemilu), mereka mengajak masyarakat untuk menyukseskan proses demokrasi lima tahunan ini agar berlangsung aman, damai, dan lancar.
Salah satunya adalah Munir Kartono, eks napiter kasus pemboman Mapolresta Solo. Dalam kasus itu, Munir yang juga sahabat pentolan ISIS Indonesia Bahrun Naim bertugas mencari pendanaan online melalui bitcoin.
Ditemui di Jakarta, Rabu (23/1/2024), Munir membagikan pengalamannya mengikuti program deradikalisasi. Proses panjang deradikalisasi Munir dimulai selama masa tahanannya, di mana dialog, diskusi, dan brainstorming diadakan oleh BNPT, Densus 88, akademisi, hingga para tokoh agama.
Munir menjelaskan, pembinaan yang ia terima dalam program deradikalisasi diberikan secara berkesinambungan, termasuk ketika berada di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Dirinya menambahkan, puncak dari proses deradikalisasinya terjadi ketika ia dipindahkan ke Pusat Deradikalisasi BNPT.
"Di sana saya mendapatkan pembinaan yang komprehensif, mencakup aspek keagamaan, wawasan kebangsaan, dan psikologi, serta melibatkan banyak pihak dari akademisi berpengalaman hingga tokoh masyarakat," kata Munir.
Pentingnya pembinaan keagamaan dan wawasan kebangsaan menjadi titik balik baginya. Sebelumnya, Munur menganggap Indonesia sebagai negara thogut yang tidak menjalankan syariat Islam. Namun, pemahaman baru tentang maqashid syariah dan sejarah peran ulama dalam kemerdekaan Indonesia membuka pandangannya.
Munir akhirnya mengubah pandangan radikalnya menjadi pemahaman yang lebih luas dan sesuai dengan semangat Pancasila dan NKRI.
Setelah melakukan banyak dialog dan berbagai interaksi dengan para ahli agama dan tokoh masyarakat, ia mengaku bahwa pemahaman yang sebelumnya ia yakini sangat keliru karena membahayakan keselamatan orang lain.
Lihat Juga :
tulis komentar anda