Debat Capres Diharapkan Eksplorasi Sistem dan Strategi Pertahanan Nasional
Minggu, 07 Januari 2024 - 09:29 WIB
"Sebetulnya gagasan New Essential Force, modernisasi alutsista maupun melanjutkan MEF sebagaimana yang diusung tiga paslon, itu kerangkanya menggunaka RMA," kata Simon.
Karena itu, menurut Simon, para capres harus mampu meneruskan kerangka RMA dalam sabuk pertahanan negara kepulauan agar tidak ketinggalan, maka juga harus disesuaikan dengan perkembangan isu-isu terkini.
"Isu-isu terkini saya kira sudah seharusnya menjadi perhatian serius, terutama dampak yang ditimbulkan terhadap pertahanan nasional, yaitu: KKB di Papua, pengungsi Rohingnya, Human traficking, klaim bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu oleh Malaysia, dan respons masyarakat terhadap konfik luar negeri," kata Simon.
Dalam kacamata Simon, kawasan Indo Pasifik sedang digunakan sebagai kawasan proksi. Indonesia pasti akan terlibat di dalamnya. "Tentu saja dampak ketegangan dan potensi peperangan di kawasan ini dirasakan Indonesia dalam lima tahun ke depan," kata Simon.
Ia mengatakan, isu-isu tersebut perlu dieksplorasi secara luas oleh para capres-cawapres dari sudut pandang masing-masing. Selain untuk melihat efektivitas dan kapasitas kandidat, jawaban dari mereka akan memperlihatkan gambaran ideologi dan keberpihakan dari masing-masing pasangan calon.
"Terakhir, saya ingin tekankan bahwa perkembangan lingkungan strategis kita terus dinamis dan membutuhkan antisipasi dan respons cepat. Upaya apa yang hendak dilakukan oleh para kandidat untuk membangun antispasi dan respon cepat tersebut?" kata Simon.
Pertanyaan selanjutnya adalah Laut China Selatan sebagai episentrum baru konflik Barat-Timur apakah Indonesia hanya butuh memperkuat alutsista? Bagaimana Indonesia mempergunakan ruang diplomasi internasional untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan? Bagaimana jika peperangan di Laut China Selatan benar-benar terjadi? Apa strategi yang dipersiapkan?
"Saya kira, para kandidat masih memberikan paparan secara umum saja. Padahal itu membutuhkan jawaban konkret dan meyakinkan," kata Simon.
Karena itu, menurut Simon, para capres harus mampu meneruskan kerangka RMA dalam sabuk pertahanan negara kepulauan agar tidak ketinggalan, maka juga harus disesuaikan dengan perkembangan isu-isu terkini.
"Isu-isu terkini saya kira sudah seharusnya menjadi perhatian serius, terutama dampak yang ditimbulkan terhadap pertahanan nasional, yaitu: KKB di Papua, pengungsi Rohingnya, Human traficking, klaim bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu oleh Malaysia, dan respons masyarakat terhadap konfik luar negeri," kata Simon.
Dalam kacamata Simon, kawasan Indo Pasifik sedang digunakan sebagai kawasan proksi. Indonesia pasti akan terlibat di dalamnya. "Tentu saja dampak ketegangan dan potensi peperangan di kawasan ini dirasakan Indonesia dalam lima tahun ke depan," kata Simon.
Ia mengatakan, isu-isu tersebut perlu dieksplorasi secara luas oleh para capres-cawapres dari sudut pandang masing-masing. Selain untuk melihat efektivitas dan kapasitas kandidat, jawaban dari mereka akan memperlihatkan gambaran ideologi dan keberpihakan dari masing-masing pasangan calon.
"Terakhir, saya ingin tekankan bahwa perkembangan lingkungan strategis kita terus dinamis dan membutuhkan antisipasi dan respons cepat. Upaya apa yang hendak dilakukan oleh para kandidat untuk membangun antispasi dan respon cepat tersebut?" kata Simon.
Pertanyaan selanjutnya adalah Laut China Selatan sebagai episentrum baru konflik Barat-Timur apakah Indonesia hanya butuh memperkuat alutsista? Bagaimana Indonesia mempergunakan ruang diplomasi internasional untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan? Bagaimana jika peperangan di Laut China Selatan benar-benar terjadi? Apa strategi yang dipersiapkan?
"Saya kira, para kandidat masih memberikan paparan secara umum saja. Padahal itu membutuhkan jawaban konkret dan meyakinkan," kata Simon.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda