Agresivitas China di Natuna Jadi Tantangan bagi Strategi Diplomasi Pertahanan Indonesia

Jum'at, 01 November 2024 - 20:57 WIB
loading...
Agresivitas China di...
Dosen FKN Universitas Pertahanan RI Laksamana Muda TNI (Purn) Ir Budiman Djoko Said MM menyampaikan paparan di seminar Diplomasi Pertahanan China di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia di Jakarta, Kamis (31/10/2024). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Upaya China melakukan diplomasi pertahanan di Asia Tenggara diibaratkan seperti pedang bermata dua. Pada satu sisi China seolah-olah ingin mempererat kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada sisi lain, China tetap bersikukuh mengakui sebagian besar Laut China Selatan (LCS) sebagai miliknya, dan bahkan cenderung bertindak agresif di wilayah tersebut.

China juga tetap bersikeras untuk menyatakan kehadirannya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna, yang sejak 2017 dinamakan sebagai Laut Natuna Utara. Oleh karenanya, dalam menyambut uluran diplomasi pertahanan China, Indonesia diimbau tetap memperhatikan tantangan-tantangan yang ada.

Pandangan tersebut mengemuka dalam seminar bertajuk 'Diplomasi Pertahanan China di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia' yang diselenggarakan oleh Program Studi Keamanan Maritime, Fakultas Keamanan Nasional (FKN), Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), bersama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Indonesian Maritime Security Initiative (Indomasive) di Jakarta, Kamis (31/10/2024).



Dekan FKN Unhan RI Mayjen Pujo Widodo menyatakan diskusi mengenai diplomasi pertahanan China dan Asia Tenggara menjadi sangat penting karena di Asia Tenggara sedang terjadi persaingan sengit antara China dan Amerika Serikat (AS), yang menganggap China sebagai sebuah kekuatan agresif yang ingin merebut kepulauan Paracel dan Spartly yang mereka anggap sebagai daerah tak bertuan.

Untuk mengatasi hal di atas, Indonesia sebenarnya telah mengusulkan ditetapkannya kode perilaku (Code of Conduct) yang bertujuan menahan China agar tidak mengambil wilayah landas kontinen milik negara-negara Asia Tenggara.

"Indonesia selalu mengimbau agar negara-negara Asia Tenggara bersatu, namun sayangnya pada kenyataannya Asia Tenggara tidak Bersatu," kata Mayjen Pujo Widodo dalam keterangan resminya, Jumat (1/11/2024).

Pujo juga menjelaskan bahwa diplomasi pertahanan pada intinya adalah kerja sama pertahanan yang mencakup menjaga kedaulatan wilayah, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. "Tentara diutus untuk menjaga ketiga hal di atas," katanya.

Adanya persaingan antara China dan kekuatan Barat di bawah pimpinan AS itu diamini oleh Johanes Herlijanto. Menurutnya, Indonesia dan Asia Tenggara turut terdampak oleh persaingan kedua kubu tersebut. Ia menyatakan bahwa kondisi negara negara ASEAN semakin terganggu oleh tindakan China yang dalam sepuluh tahun terakhir makin terlihat agresif.

"Baru baru saja, dalam minggu lalu Coast Guard China (CCG) berkali-kali memasuki wilayah juridiksi Indonesia di Natuna, yang puji Tuhan berhasil diusir oleh unsur Bakamla RI," ujar Johanes.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1338 seconds (0.1#10.140)