Menafsir Genderlect di Dunia Virtual: Antara Kode Pria dan Kode Wanita
Senin, 01 Januari 2024 - 22:27 WIB
Dalam bahasan ini penulis akan menjabarkan bagaimana perbedaan pria dan wanita dalam berkomunikasi baik dalam dunia nyata maupun di media sosial, sebagai berikut:
Namun, temuan tersebut berbeda ketika konteks komunikasi dipindahkan ke platform media sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Korovatskaya (2020) menunjukkan perbedaan antara Status vs Connection jelas terlihat ketika informasi dari para informan laki-laki menunjukkan bahwa status dan komentar yang mereka berikan di platform tersebut tidak selalu disampaikan secara spontan. Mereka merasa perlu menerjemahkan pikiran mereka ke dalam teks, sehingga tidak selalu mengungkapkan harapan, kebutuhan, dan nilai diri mereka secara menyeluruh.
Sebaliknya, para informan perempuan mengungkapkan bahwa dalam status atau caption di media sosial mereka, fokus lebih pada diri mereka sendiri, tidak terlalu banyak membahas orang lain. Hal ini menegaskan bahwa pola cara bercerita di media sosial, khususnya Facebook, dapat berbeda dari temuan dalam interaksi sehari-hari di dunia nyata.
Dalam praktik di dunia maya, Menurut Eckman (2014) Report Talk terlihat ketika seorang perempuan cenderung menyatakan setuju atau mendukung suatu pandangan, dalam komunikasi tatap muka dan relatif menggunakan pertanyaan atau kalimat yang bersifat merangsang konfirmasi, menciptakan nuansa kebersamaan. Misalnya, "Apa pendapatmu tentang ini?" atau "Kamu setuju, kan?", sedangkan, seorang pria akan cenderung lebih fokus pada diskusi yang lebih tegas dan berorientasi pada negosiasi. Misalnya, "Saya kurang setuju dengan ini!, karena…." atau "Pandangan saya, ini kurang tepat, karena…." Perbedaan ini menunjukkan perbedaan gaya komunikasi gender di media sosial, di mana nuansa-nuansa Rapport Talk ketika dikonversikan ke dalam bentuk teks dalam lingkungan online.
Berdasarkan tulisan yang disediakan, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara laki-laki dan perempuan di dunia virtual memiliki perbedaan yang mencolok. Konsep Genderlect Styles, yang diperkenalkan oleh Debora Tannen, menyoroti perbedaan gaya percakapan antara kedua gender dan menekankan pentingnya memahami dan menghargai perbedaan tersebut untuk meningkatkan efektivitas komunikasi serta mengurangi potensi munculnya kesalahpahaman dan konflik.
Selain itu, pola komunikasi antara laki-laki dan perempuan juga tercermin dalam cara bercerita, cara bertanya, dan aspek komunikasi yang tersirat. Dalam konteks media sosial, perbedaan ini dapat dilihat dalam cara laki-laki dan perempuan menyampaikan status, komentar, dan cerita di berbagai platform media sosial.
Selain itu, meme dan interaksi di media sosial juga mencerminkan norma gender dan bagaimana media sosial membentuk serta memengaruhi konsep gender secara lebih luas. Dengan demikian, pemahaman tentang genderlect di dunia virtual dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana identitas gender tercermin dan dibentuk melalui komunikasi online.
1. Cara bercerita
Mengacu pada komponen Public vs Privat, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki cenderung lebih banyak bercerita, biasanya dalam konteks humor. Menurut Griffin (2009) bahwa bercerita dengan unsur humor merupakan cara bagi laki-laki untuk menegosiasikan status mereka. Jika tidak melalui humor, laki-laki cenderung menceritakan pengalaman heroik mereka dalam mengatasi berbagai masalah. Di sisi lain, perempuan lebih sering bercerita tentang orang lain, dan jika mereka bercerita tentang diri mereka sendiri, cenderung tidak melebih-lebihkan agar dapat mempertahankan kesamaan level dengan pendengar.Namun, temuan tersebut berbeda ketika konteks komunikasi dipindahkan ke platform media sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Korovatskaya (2020) menunjukkan perbedaan antara Status vs Connection jelas terlihat ketika informasi dari para informan laki-laki menunjukkan bahwa status dan komentar yang mereka berikan di platform tersebut tidak selalu disampaikan secara spontan. Mereka merasa perlu menerjemahkan pikiran mereka ke dalam teks, sehingga tidak selalu mengungkapkan harapan, kebutuhan, dan nilai diri mereka secara menyeluruh.
Sebaliknya, para informan perempuan mengungkapkan bahwa dalam status atau caption di media sosial mereka, fokus lebih pada diri mereka sendiri, tidak terlalu banyak membahas orang lain. Hal ini menegaskan bahwa pola cara bercerita di media sosial, khususnya Facebook, dapat berbeda dari temuan dalam interaksi sehari-hari di dunia nyata.
2. Cara bertanya
Dalam konteks komunikasi tatap muka, mengacu pada Report Talk vs Rapport Talk Yang disampaikan oleh Tannen (1991) menjelaskan bahwa perempuan cenderung menggunakan pertanyaan sebagai strategi untuk memelihara percakapan dan mendapatkan penjelasan. Ketika perempuan menyampaikan pendapat, mereka sering mengakhiri kalimat dengan pertanyaan, yang dapat memberikan kesan kurang tegas atau kurang percaya diri. Di sisi lain, laki-laki lebih cenderung mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak atau sulit dijawab, mencerminkan sikap yang lebih tegas dan percaya diri.Dalam praktik di dunia maya, Menurut Eckman (2014) Report Talk terlihat ketika seorang perempuan cenderung menyatakan setuju atau mendukung suatu pandangan, dalam komunikasi tatap muka dan relatif menggunakan pertanyaan atau kalimat yang bersifat merangsang konfirmasi, menciptakan nuansa kebersamaan. Misalnya, "Apa pendapatmu tentang ini?" atau "Kamu setuju, kan?", sedangkan, seorang pria akan cenderung lebih fokus pada diskusi yang lebih tegas dan berorientasi pada negosiasi. Misalnya, "Saya kurang setuju dengan ini!, karena…." atau "Pandangan saya, ini kurang tepat, karena…." Perbedaan ini menunjukkan perbedaan gaya komunikasi gender di media sosial, di mana nuansa-nuansa Rapport Talk ketika dikonversikan ke dalam bentuk teks dalam lingkungan online.
Berdasarkan tulisan yang disediakan, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara laki-laki dan perempuan di dunia virtual memiliki perbedaan yang mencolok. Konsep Genderlect Styles, yang diperkenalkan oleh Debora Tannen, menyoroti perbedaan gaya percakapan antara kedua gender dan menekankan pentingnya memahami dan menghargai perbedaan tersebut untuk meningkatkan efektivitas komunikasi serta mengurangi potensi munculnya kesalahpahaman dan konflik.
Selain itu, pola komunikasi antara laki-laki dan perempuan juga tercermin dalam cara bercerita, cara bertanya, dan aspek komunikasi yang tersirat. Dalam konteks media sosial, perbedaan ini dapat dilihat dalam cara laki-laki dan perempuan menyampaikan status, komentar, dan cerita di berbagai platform media sosial.
Selain itu, meme dan interaksi di media sosial juga mencerminkan norma gender dan bagaimana media sosial membentuk serta memengaruhi konsep gender secara lebih luas. Dengan demikian, pemahaman tentang genderlect di dunia virtual dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana identitas gender tercermin dan dibentuk melalui komunikasi online.
(abd)
tulis komentar anda