UU Omnibus Kesehatan dalam Debat Capres
Selasa, 19 Desember 2023 - 15:48 WIB
Pendapat lain dikemukakan Aritonang, D. M. (2019) dalam Jurnal Ilmu Administrasi: “Peran dan fungsi DPD sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perbaikan di daerah. DPD merupakan lembaga yang sangat strategis untuk menjaga agar konsep densentralisasi dan pengembangan potensi serta keunggulan daerah tetap mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat baik eksekutif maupun DPR. Selain itu, untuk menjaga rasa nasionalisme dan menghilangkan sentimen negatif kedaerahan.”
Karena itu, hemat penulis setidaknya ada lima hal yang menyebabkan mengapa DPD perlu terlibat dalam pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan, sebagai berikut: Pertama, karena ruang lingkup dan materi muatan dalam RUU Kesehatan yang kemudian menjadi UU No 17/2023 berkaitan dengan dengan otonomi daerah yang melekat pada pemerintah daerah, baik secara substantif maupun secara yuridis formal sesuai UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
Kedua, karena UU No 17/2023 sendiri telah menjustifikasi memiliki ruang lingkup dan materi muatan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan pendidikan kepada pemerintah daerah sebagai kewenangan otonomi daerah. Ketiga, urusan kesehatan menjadi tanggun jawab pemerintah daerah sebagai otonomi daerah, diatur dalam UU No 17/2023 BAB IV “Penyelenggaraan Kesehatan”, Pasal 18 ayat (3) huruf a sampai f.
Keempat, urusan pendidikan, dan kesehatan jika ditelaah secara yuridis- normatif dan historis konsisten menjadi urusan pemerintah daerah dan wewenang otonomi daerah. Kelima, tentu karena atas perintah konstitusi, Pasal 22D UUD 1945.
Catatan Akhir
UU No 17/2023 sejak awal pembentukannya telah menuai kontroversi sebab mengabaikan prinsip “meaningfull participation” atau pelibatan bermakna, yang merupakan hak warga negara. Di dalam meaningfull participation terdapat tiga hak yang wajib ditunaikan yaitu hak untuk didengar (rights to be heared), hak untuk dipertimbangkan (rights to be considered), dan hak untuk mendapat penjelasan (rights to be explained).
Siap apun tentu sulit membayangkan bagaimana bisa organisasi profesi kesehatan yang dikenal sebagai stakeholder utama pembangunan dan pelayanan kesehatan namun tidak dilibatkan secara bermakna. Ketidakterlibatan secara bermakna ini pula hingga mendorongnya untuk melakukan Uji Formil di Mahkamah Konstitusi.
Pembentukan UU No 17/2023 pun tidak melibatkan DPD. Padahal kewenangan DPD di bidang otonomi daerah sangat luas berkaitan dengan seluruh urusan (sektor) yang telah diserahkan ke daerah. DPD adalah representasi wilayah (territorial representation)yang mempunyai fungsi check and balances terhadap DPR.
DPD merupakan salah satu lembaga legislatif tingkat nasional yang dibentuk untuk mewakili kepentingan daerah. Karena itu menjadi aneh bila pembentukan UU Kesehatan tidak melibatkan secara bermakna organisasi profesi kesehatan dan juga tidak melibatkan DPD sebagai representasi wilayah atau daerah.
Memang ada dari pembentuk UU Kesehatan tersebut yang berkata, “bila masih ada pihak yang merasa tidak puas silakan ajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)”. Namun, bukankan pernyataan ini dapat bermakna sebuah arogansi, setelah patisipasi bermakna tidak dilakukan secara maksimal?
Karena itu, hemat penulis setidaknya ada lima hal yang menyebabkan mengapa DPD perlu terlibat dalam pembentukan UU No 17/2023 tentang Kesehatan, sebagai berikut: Pertama, karena ruang lingkup dan materi muatan dalam RUU Kesehatan yang kemudian menjadi UU No 17/2023 berkaitan dengan dengan otonomi daerah yang melekat pada pemerintah daerah, baik secara substantif maupun secara yuridis formal sesuai UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
Kedua, karena UU No 17/2023 sendiri telah menjustifikasi memiliki ruang lingkup dan materi muatan yang berkaitan dengan otonomi daerah dan pendidikan kepada pemerintah daerah sebagai kewenangan otonomi daerah. Ketiga, urusan kesehatan menjadi tanggun jawab pemerintah daerah sebagai otonomi daerah, diatur dalam UU No 17/2023 BAB IV “Penyelenggaraan Kesehatan”, Pasal 18 ayat (3) huruf a sampai f.
Keempat, urusan pendidikan, dan kesehatan jika ditelaah secara yuridis- normatif dan historis konsisten menjadi urusan pemerintah daerah dan wewenang otonomi daerah. Kelima, tentu karena atas perintah konstitusi, Pasal 22D UUD 1945.
Catatan Akhir
UU No 17/2023 sejak awal pembentukannya telah menuai kontroversi sebab mengabaikan prinsip “meaningfull participation” atau pelibatan bermakna, yang merupakan hak warga negara. Di dalam meaningfull participation terdapat tiga hak yang wajib ditunaikan yaitu hak untuk didengar (rights to be heared), hak untuk dipertimbangkan (rights to be considered), dan hak untuk mendapat penjelasan (rights to be explained).
Siap apun tentu sulit membayangkan bagaimana bisa organisasi profesi kesehatan yang dikenal sebagai stakeholder utama pembangunan dan pelayanan kesehatan namun tidak dilibatkan secara bermakna. Ketidakterlibatan secara bermakna ini pula hingga mendorongnya untuk melakukan Uji Formil di Mahkamah Konstitusi.
Pembentukan UU No 17/2023 pun tidak melibatkan DPD. Padahal kewenangan DPD di bidang otonomi daerah sangat luas berkaitan dengan seluruh urusan (sektor) yang telah diserahkan ke daerah. DPD adalah representasi wilayah (territorial representation)yang mempunyai fungsi check and balances terhadap DPR.
DPD merupakan salah satu lembaga legislatif tingkat nasional yang dibentuk untuk mewakili kepentingan daerah. Karena itu menjadi aneh bila pembentukan UU Kesehatan tidak melibatkan secara bermakna organisasi profesi kesehatan dan juga tidak melibatkan DPD sebagai representasi wilayah atau daerah.
Memang ada dari pembentuk UU Kesehatan tersebut yang berkata, “bila masih ada pihak yang merasa tidak puas silakan ajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)”. Namun, bukankan pernyataan ini dapat bermakna sebuah arogansi, setelah patisipasi bermakna tidak dilakukan secara maksimal?
tulis komentar anda