Progresivitas Pancasila: Suatu Paradigma Dinamis

Senin, 10 Agustus 2020 - 06:15 WIB
Kemampuan Pancasila dalam mewadahi koeksistensi damai itu sekaligus bukti bahwa Pancasila memiliki progresivitas. Oleh karenanya, dibutuhkan satu paradigma dinamis dengan pendekatan kritis dan penafsiran kreatif. Termasuk diperkaya dengan usaha ilmiah, kejujuran intelektual, serta objektivitas, dengan demikian progresivitas Pancasila bisa lebih banyak ditemukan dan direalisasikan.

Jika Pancasila benar-benar berisi nilai yang digali dari bumi Indonesia, tentu kita harus menelusuri warisan budaya termasuk sejarah perkembangan masyarakat Indonesia yang menjadi latar belakangnya ratusan hingga ribuan tahun ke belakang sehingga dibutuhkan penafsiran kreatif di dalamnya. Demikian juga saat dipakai untuk melihat proyeksi masa depan, dibutuhkan kreativitas dan imajinasi. Sebagaimana filsuf Jerman Gadamer (1900–2002), menyebut perlunya warisan masa lampau berorientasi ke depan, sebagaimana warisan budaya perlu dihargai dan agar warisan itu mampu menunjukkan maknanya bagi kehidupan masyarakat di masa sekarang, maka perlu dibuat tafsiran-tafsiran kreatifnya.

Demikian pula pemikiran kritis diperlukan dalam melihat Pancasila terutama dalam usaha penelitian (ilmiah) dan pengembangan nilai serta makna Pancasila. Penting justru agar Pancasila bisa direalisasikan seiring kemajuan zaman. Untuk itu, Pancasila memang penting dilihat dengan kacamata kritis ilmu pengetahuan.

Sebagai nilai atau makna, jelas Pancasila memiliki keterbukaan untuk dilihat dari perspektif ilmu kritis terutama jika melihat historis kelahirannya, misalnya Pancasila mengandung ide perlawanan terhadap eksploitasi yang ditimbulkan kolonialisme dan imperialisme. Sebagai ide tatanan sosial alternatif anti-eksploitasi semacam itu, maka dibutuhkan pengembangan secara ilmiah.

Melalui pendekatan ilmu (kritis) akan didapati unsur-unsur ilmiah dari nilai Pancasila bahwa Pancasila itu juga ilmiah. Dalam filsafat ilmu pengetahuan (Prof. Soerjanto Poespowardoyo & Alexander Seran: 2015) disebutkan: Ilmu pengetahuan berkembang seiring waktu dengan kompleksitasnya sehingga seakan lepas dari metafisika bahkan cabangnya namun dapat dilihat rumpunnya: pertama, pengetahuan di ranah fakta mengacu spesifik pada alam dengan analitis empiris dengan metode induksi khusus ke umum. Kedua, pengetahuan di ranah nilai atau makna mengacu pada wilayah spesifik masyarakat termasuk di sini adalah historis hermeneutis untuk memahami realitas sosial budaya melalui interpretasi dan memberi makna terhadap peristiwa sosial misalnya: etika dan politik. Ketiga, ilmu pengetahuan di ranah kemandirian, yaitu refleksi kritis atas simpul-simpul kepalsuan sebagaimana ilmu sosial kritis. Menekankan pemahaman ilmu pengetahuan hanya pada satu wilayah spesifik akan menjerat manusia dengan kesadaran palsu, yang hanya bisa dibongkar dengan pencerahan dan refleksi diri.

Peluang Pancasila dikaji secara ilmiah dengan demikian, pertama, nilai Pancasila mewakili ranah fakta atau empiris dalam hal ini geopolitiknya Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kedua, Pancasila juga mampu memberikan cara pandang untuk memahami realitas budaya Bangsa Indonesia, terlebih karena Pancasila digali dari nilai-nilai yang ada di Bangsa Indonesia sendiri. Ketiga, Pancasila bisa dilihat kekayaan nilai dan maknanya yang progresif justru saat ia diterima tidak secara dogmatis melainkan dengan pendekatan ilmu sosial kritis sebagai satu formulasi untuk membongkar kesadaran palsu yang diciptakan kolonialisme dan imperialisme yang lahir dari induknya yakni sistem kapitalisme.

Dengan paradigma kritis dan tafsir kreatif, maka progresivitas mendekatkan Pancasila secara otentik. Pendekatan ilmiah mendekatkan pemahaman Pancasila secara otentik sebagaimana dimaksud penggalinya, yaitu Bung Karno tanpa stigma politis sehingga lebih memudahkan situasi generasi mendatang dalam melihat utuh Pancasila. Selain itu, juga mampu memahami konsensus generasi pendiri negara yang lain (selain Soekarno) yang telah menerima Pancasila yang digali Soekarno, meski sebelumnya memiliki perbedaan latar belakang dan kepentingan politik, namun tetap bersatu berjuang untuk mewujudkan cita-cita negara Indonesia merdeka dengan dasar negara Pancasila.

Ranah meja statis Pancasila sebagai dasar negara sudah final sebagai kesepakatan luhur pendiri negara. Ranah Pancasila sebagai leitstaar dinamis atau bintang penuntun cita-cita negara dibutuhkan paradigma dinamis, yakni dengan menangkap progresivitas Pancasila. Paradigma dinamis semacam itu didasari atas pertimbangan bahwa esensi atau isi dari nilai (sila) Pancasilanya tetap, namun bentuk tantangannya pasti berubah sesuai keadaan zaman. Syaratnya, imajinasi kita sedang berpikir tentang masa depan.
(ras)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More