Pelajaran Berarti dari Kertajati
Jum'at, 17 November 2023 - 07:02 WIB
Sekali lagi, jika operasional penuh Bandara Kertajati ini tidak molor, tentu negara ini akan banyak mendapat keuntungan sejak awal. Setidaknya anggaran yang digunakan untuk membangun bandara sebesar Rp2,6 triliun itu teroptimalkan dengan baik.
baca juga: Bandara Kertajati Dijual, DPRD Jabar Sebut karena Manajemen Buruk
Memang, dari Rp2,6 triliun itu bukan sepenuhnya bersumber dari uang rakyat alias APBN. Sebanyak 70% diketahui berasal dari kemitraan swasta seperti ekuitas Pemprov Jawa Barat, reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dan AP II. Dan 30% lainnya berasal dari pinjaman bank syariah. Namun molornya operasional Bandara Kerjajati membuyarkan proyeksi keuntungan yang sebelumnya telah dihitung matang.
Perencanaan Jadi Kunci
Kerugian besar akibat molornya operasional penuh Bandara Kertajati ini tentu disayangkan sekaligus memprihatinkan. Kasus Kertajati ini pun mengingatkan publik akan proyek-proyek besar pemerintah yang ternyata nasibnya juga nelangsa. Bandara JB Sudirman di Purbalingga, Jawa Tengah misalnya. Sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi 3 Juni 2021, gaung bandara ini tak terdengar lagi.
baca juga: AirAsia Dorong Konektivitas Udara Melalui Bandara Kertajati
Maskapai Citilink yang sempat merintis rute ini hanya bertahan beberapa bulan karena sepi peminat. Lebih miris dialami Wings Air yang mencoba merintis rute Purbalingga-Pondok Cabe (Tangerang Selatan) pada tahun berikutnya. Wings Air membuka rute 5 Agustus, namun pada 19 Agustus harus angkat kaki.
Dua bandara kecil lain di Pulau Jawa hasil revitalisasi juga tak jauh beda, yakni Bandara Wiriadinata, Tasikmalaya dan Ngloram, Cepu (Blora). Sejak diresmikan Jokowi Desember 2021, Bandara Ngloram yang beralih menjadi Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini sepi. Nasib serupa di Wiriadinata yang sempat melayani rute Tasikmalaya-Halim Perdanakusuma.
Di luar bandara, saat ini juga ada sederet proyek infrastruktur baru yang jauh dari harapan. Di antaranya Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, Penyeberangan Pelabuhan Jangkar (Situbondo)-Lembar (Lombok Barat).
Megaproyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang jumlahnya mencapai 20 titik dan nilai investasinya sekitar Rp140 triliun juga tak luput dari potensi kegagalan. Ada sejumlah KEK yang disinyalir lemah menyerap investor dan tenaga kerja. Bahkan pekan lalu, Kementerian Koordinator (Kemenko) sebagaimana dikatakan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sudah mewanti-wanti akan mencabut status KEK jika progresnya tak positif.
baca juga: Bandara Kertajati Dijual, DPRD Jabar Sebut karena Manajemen Buruk
Memang, dari Rp2,6 triliun itu bukan sepenuhnya bersumber dari uang rakyat alias APBN. Sebanyak 70% diketahui berasal dari kemitraan swasta seperti ekuitas Pemprov Jawa Barat, reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dan AP II. Dan 30% lainnya berasal dari pinjaman bank syariah. Namun molornya operasional Bandara Kerjajati membuyarkan proyeksi keuntungan yang sebelumnya telah dihitung matang.
Perencanaan Jadi Kunci
Kerugian besar akibat molornya operasional penuh Bandara Kertajati ini tentu disayangkan sekaligus memprihatinkan. Kasus Kertajati ini pun mengingatkan publik akan proyek-proyek besar pemerintah yang ternyata nasibnya juga nelangsa. Bandara JB Sudirman di Purbalingga, Jawa Tengah misalnya. Sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi 3 Juni 2021, gaung bandara ini tak terdengar lagi.
baca juga: AirAsia Dorong Konektivitas Udara Melalui Bandara Kertajati
Maskapai Citilink yang sempat merintis rute ini hanya bertahan beberapa bulan karena sepi peminat. Lebih miris dialami Wings Air yang mencoba merintis rute Purbalingga-Pondok Cabe (Tangerang Selatan) pada tahun berikutnya. Wings Air membuka rute 5 Agustus, namun pada 19 Agustus harus angkat kaki.
Dua bandara kecil lain di Pulau Jawa hasil revitalisasi juga tak jauh beda, yakni Bandara Wiriadinata, Tasikmalaya dan Ngloram, Cepu (Blora). Sejak diresmikan Jokowi Desember 2021, Bandara Ngloram yang beralih menjadi Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini sepi. Nasib serupa di Wiriadinata yang sempat melayani rute Tasikmalaya-Halim Perdanakusuma.
Di luar bandara, saat ini juga ada sederet proyek infrastruktur baru yang jauh dari harapan. Di antaranya Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, Penyeberangan Pelabuhan Jangkar (Situbondo)-Lembar (Lombok Barat).
Megaproyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang jumlahnya mencapai 20 titik dan nilai investasinya sekitar Rp140 triliun juga tak luput dari potensi kegagalan. Ada sejumlah KEK yang disinyalir lemah menyerap investor dan tenaga kerja. Bahkan pekan lalu, Kementerian Koordinator (Kemenko) sebagaimana dikatakan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sudah mewanti-wanti akan mencabut status KEK jika progresnya tak positif.
tulis komentar anda