Pelajaran Berarti dari Kertajati

Jum'at, 17 November 2023 - 07:02 WIB
loading...
Pelajaran Berarti dari...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
BANDARA Kertajati akhirnya hidup lagi dari mati suri. Kabar ini tentu melegakan. Meski sangat telat, namun diboyongnya sejumlah maskapai dari Bandara Husein Sastranegara Bandung ke Kertajati di Kabupaten Majalengka sejak Minggu (29/10/2023) lalu, menjadi babak baru. Setidaknya langkah itu menjadi pembuktian bahwa ada keseriusan pemerintah untuk mengoperasikan bandara termegah kedua di Indonesia setelah lebih dari lima tahun tak terurus.

baca juga: Butuh Kanibalisme untuk Hidupkan Bandara Kertajati

Mandeknya operasional Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dalam lima tahun terakhir ini jelas sebuah kerugian besar. Padahal sesuai rencana awal, bandara ini ditargetkan melayani 29 juta penumpang per tahunnya. Tentu ada pendapatan triliunan rupiah yang akhirnya gagal teraup. Tentu pula ada ribuan tenaga kerja yang batal terserap alias lenyap. Dan, tentu ada banyak efek positif lain yang hilang lantaran penundaan operasional bandara ini.

Upaya untuk menghidupkan BIJB pun telah berulangkali dilakukan pemerintah. Pada 29 Maret 2021 misalnya, Presiden Joko Widodo menggelar rapat khusus membahas BIJB di Istana Negara Jakarta dengan mengundang Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil .

Rapat menyepakati BIJB akan difungsikan sebagai pusat bengkel pesawat atau maintenance, repair, and overhaul (MRO). Namun strategi bisnis untuk menyiasati BIJB yang tetap saja sepi, bahkan hanya bisa melayani satu rute penerbangan dari 12 rute yang disediakan itu tak jalan.

Dua pekan terakhir, tercatat sudah ada sekitar 17.000 penumpang yang terlayani di Bandara Kertajati . Kita semua menyaksikan nadi ekonomi di Majalengka dan sekitarnya pun perlahan berdenyut. Baik itu bidang transportasi, perbankan, jasa keuangan, tiket, perhotelan, kos-kosan, restoran, warung makan, bahkan hingga soal jajanan lokal. Dampak positif ini diproyeksikan akan terus membesar dan meluas seiring dengan kian optimalnya operasional bandara.

baca juga: Pemdaprov Jabar Terus Kembangkan Bandara Kertajati

Tentu ini sebuah kemajuan karena kesejahteraan masyarakat juga perlahan kian meningkat. Setidaknya secara kasat mata, dengan dibukanya Tol Cisumdawu yang panjangnya 62,6 kilometer itu, ekonomi di Kabupaten Majalengka, Indramayu, Subang, Kabupaten Bandung hingga Sumedang menjadi lebih bergeliat.

Pastinya, perputaran ekonomi yang berbasis transportasi udara pun menjadi berubah, di mana tak lagi terepisentrum di Kota Bandung semata. Bahkan sangat mungkin seperti yang terjadi di Bandung selama ini, efek dari bandara baru juga memunculkan bisnis-bisnis baru di sekitarnya. Kuliner, pusat oleh-oleh, hiburan, travel adalah di antara sederet bisnis ikutan dari operasional sebuah bandara. Lebih-lebih, BIJB adalah benar-benar anyar, bukan bandara hasil revitalisasi atau permak sana-sini.

Sekali lagi, jika operasional penuh Bandara Kertajati ini tidak molor, tentu negara ini akan banyak mendapat keuntungan sejak awal. Setidaknya anggaran yang digunakan untuk membangun bandara sebesar Rp2,6 triliun itu teroptimalkan dengan baik.

baca juga: Bandara Kertajati Dijual, DPRD Jabar Sebut karena Manajemen Buruk

Memang, dari Rp2,6 triliun itu bukan sepenuhnya bersumber dari uang rakyat alias APBN. Sebanyak 70% diketahui berasal dari kemitraan swasta seperti ekuitas Pemprov Jawa Barat, reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dan AP II. Dan 30% lainnya berasal dari pinjaman bank syariah. Namun molornya operasional Bandara Kerjajati membuyarkan proyeksi keuntungan yang sebelumnya telah dihitung matang.

Perencanaan Jadi Kunci

Kerugian besar akibat molornya operasional penuh Bandara Kertajati ini tentu disayangkan sekaligus memprihatinkan. Kasus Kertajati ini pun mengingatkan publik akan proyek-proyek besar pemerintah yang ternyata nasibnya juga nelangsa. Bandara JB Sudirman di Purbalingga, Jawa Tengah misalnya. Sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi 3 Juni 2021, gaung bandara ini tak terdengar lagi.

baca juga: AirAsia Dorong Konektivitas Udara Melalui Bandara Kertajati

Maskapai Citilink yang sempat merintis rute ini hanya bertahan beberapa bulan karena sepi peminat. Lebih miris dialami Wings Air yang mencoba merintis rute Purbalingga-Pondok Cabe (Tangerang Selatan) pada tahun berikutnya. Wings Air membuka rute 5 Agustus, namun pada 19 Agustus harus angkat kaki.

Dua bandara kecil lain di Pulau Jawa hasil revitalisasi juga tak jauh beda, yakni Bandara Wiriadinata, Tasikmalaya dan Ngloram, Cepu (Blora). Sejak diresmikan Jokowi Desember 2021, Bandara Ngloram yang beralih menjadi Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini sepi. Nasib serupa di Wiriadinata yang sempat melayani rute Tasikmalaya-Halim Perdanakusuma.

Di luar bandara, saat ini juga ada sederet proyek infrastruktur baru yang jauh dari harapan. Di antaranya Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, Penyeberangan Pelabuhan Jangkar (Situbondo)-Lembar (Lombok Barat).

Megaproyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang jumlahnya mencapai 20 titik dan nilai investasinya sekitar Rp140 triliun juga tak luput dari potensi kegagalan. Ada sejumlah KEK yang disinyalir lemah menyerap investor dan tenaga kerja. Bahkan pekan lalu, Kementerian Koordinator (Kemenko) sebagaimana dikatakan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sudah mewanti-wanti akan mencabut status KEK jika progresnya tak positif.

20 KEK yang dibangun di era Jokowi adalah KEK Arun Lhokseumawe, KEK Sei Mangkei, KEK Batam Aero Technic, KEK Galang Batang, KEK Kendal, KEK Gresik, KEK Sorong, KEK Bitung, KEK Palu, KEK MBTK, KEK Nongsa, KEK Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Lesung, KEK Lido, KEK Morotai, KEK Likupang, KEK Mandalika, KEK Kura-kura Bali, KEK Sanur, dan KEK Singhasari.

baca juga: Tol Cisumdawu Disebut Kunci Ramainya Bandara Kertajati Majalengka

Disebut-sebut, KEK yang performanya kurang baik adalah berada di Kawasan Indonesia Timur. Sederet fakta di atas makin menguatkan bahwa banyak proyek besar di negara ini yang terbilang gagal. Bisa dikatakan gagal lantaran apa yang dicitakan tidak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan.

Tentu banyak faktor penyebab jika mengurai lebih dalam kenapa proyek-proyek yang menelan dana triliunan rupiah itu bisa tak jalan. Namun jika menilik fakta proyek yang dijelaskan di atas, tampaknya ada perencanaan yang tidak matang. Lantas kenapa harus dipaksakan jalan proyek yang tak prospektif itu? Inilah yang harus dibedah dan dievaluasi agar Indonesia tak terjerumus di lubang yang sama lagi.

Kembali pada Bandara Kertajati, sejatinya ini adalah proyek lama yang direncanakan sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. Studi kelayakan pada 2003 atau era Megawati, penetapan lokasi pada 2005 atau era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tahap eksekusi era Jokowi dimulai pada 2015 dan rampung pada 2018.

Meski proyek bandara ini adalah hasil perenungan dan pembahasan yang panjang, namun masih terlihat gagap menyesuaikan kondisi di lapangan. Sejak awal, agar beroperasi optimal, tentu bandara ini diproyeksikan terkoneksi dengan jalur transportasi yang memadai, utamanya tol.

baca juga: Bandara Kertajati Dijual, Saudi dan India Jadi Pemegang Saham

Ini tak berlebihan. Sebab wilayah Kertajati bukanlah jarak yang pendek jika ditempuh dari Kota Bandung karena mencapai 60 kilometer lebih. Sementara akses tol yang menjadi penghubung utama ke Kertajati dari Bandung yakni Cisumdawu baru dibuka pada pertengahan 2023 atau setelah dikerjakan sejak 2011 silam.

Sejak awal, proyek Bandara Kertajati diharapkan rampung berbarengan dengan Tol Cisumdawu. Namun, ternyata proses pembebasan lahan di Cisumdawu lebih berbelit. Akibatnya target dua proyek ini agar bisa dioperasikan bersama menjadi sulit.

Jika pemerintah mau berhati-hati, sejatinya molornya proyek Tol Cisumdawu sudah bisa dideteksi lebih dini. Ketika Tol Cisumdawu yang menelan dana hingga Rp18,3 triliun itu diketahui akan meleset dari target, pada saat yang bersamaan, proyek BIJB seyogyanya pun tidak dibuat laksana ‘kejar tayang’. Dengan demikian, maka jeda operasional dua proyek ini tidak terlama lama.

Pada 28 Mei 2023 lalu, penulis kebetuan berkesempatan melihat langsung dampak mangkraknya Bandara Kertajati akibat operasional yang tertunda ini bertepatan dengan pemberangkatan jemaah haji kloter pertama. Bangunan megah dan luas bandara tampak kusam di sana sini.

Bahkan tak sedikit rumput liar dan lumut yang tumbuh dari bagian bangunan. Di bagian dalam, beberapa plafon juga sudah jebol. Minimnya penerbangan juga membuat pendingin ruangan tak dioperasikan penuh, sehingga hawa gerah sangat terasa di dalam. Demikian juga pengamanan di sekitar bandara juga tampak masih sangat longgar.

baca juga: Kemenag Berangkatkan 20 Kloter Jemaah Haji dari Bandara Kertajati

Rasanya prihatin melihat infrastruktur yang dibangun dengan anggaran puluhan triliun rupiah itu seolah terbengkalai begitu saja. Apalagi BIJB ini bukanlah bandara biasa-biasa saja. Selain arsitekturnya ala burung merak yang begitu indah, bandara yang tak jauh dari Tol Cipali memiliki fasilitas begitu lengkap, seperti empat parking stand untuk pesawat berbadan lebar (wide body) dan 18 untuk berbadan sedang (narrow body).

Belum lagi lahan 2.240 meter persegi yang disediakan untuk gudang kargo domestik. Namun perencanaan infrastruktur yang tak matang dan cenderung mengejar status warisan politik (political legacy) ketimbang kebutuhan masyarakat yang mendesak (urgent public needs) membuat bandara ini terseok-seok.

Ada pelajaran berharga dan berarti dari Kertajati ini, yakni perlunya studi kelayakan yang sangat rinci jangan asal mengedepankan kecepatan semata. Lebih-lebih, saat ini masih ada sederet proyek bandara dan infrastruktur lain yang dalam proses penuntasan. Demikian juga di bidang lain seperti energi, program kendaraan listrik lewat iming-iming subsidi saatnya dikaji agar lebih membumi.

Dalam perspektif luas luas, cara pandang dan visi pembangunan ke depan saatnya harus diubah agar jangan sampai uang-uang rakyat dikorbankan untuk sebuah kepentingan yang jauh dari nilai kemanfataan. (*)

(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1564 seconds (0.1#10.140)