Supriyanto Dharmoredjo, Sosok Penting di Balik Peraih Predikat RSUD Terbaik di Dunia
Jum'at, 03 November 2023 - 02:04 WIB
Konsep itu, lanjut Mas Pri, memiliki karakter “Low Cost High Quality and Social Responbility”. Berbiaya murah tapi layannya bermutu tinggi dan dibekali SDM-nya dengan rasa penuh tanggung jawab sosial.
“Inilah yang dinamakan Hospital Without Wall, rumah sakit tanpa dinding. Jika ada orang sakit di jalanan, jika ada orang terancam jiwanya di luar rumah sakit, maka rumah sakit punya tanggung jawab untuk menolongnya. Bukan menunggu mereka diantar di rumah sakit baru ditangani. Itu dasar pemikirannya,” ungkap dokter spesialis bedah ini.
Bagaimana aktualisasinya? Kata Mas Pri, rumah sakitnya menciptakan Emergency Button PSC 119 yang terhubung dengan Global Positioning system ( GPS ) menggunakan teknologi gadget Android.
“Jika terjadi kecelakaan, warga langsung tekan aplikasi Emergency Button PSC Tulungagung. Operator langsung mengetahui posisi terjadinya kecelakaan. Operator, langsung menelpon balik untuk memastikan pertolongan apa yang dibutuhkan," tegas Mas Pri.
"Jika tenaga medis, maka bila lokasinya masih jauh dari rumah sakit, kita bisa kontak provider terdekat seperti puskesmas, klinik atau rumah sakit yang dekat dengan area kecelakaan untuk memberikan pertolongan,” sambungnya.
Pertolongan via online itu tidak hanya dalam kodisi gawat darurat, tapi masyarkat bisa melaporkan jika menemui warga yang sakit dan butuh penanganan. Tenaga PSC ini puluhan orang, dan semuanya tenaga medis. Termasuk tenaga komunikatornya ataupun operatornya berterampilan khusus.
"Mereka kami sekolahkan di Malaysia. Kenapa mereka harus dari tenaga khusus, bukan sekedar operator. Sebab terkait dengan penanganan keselamatan ketika orang menghubungi PSC 119 harus mampu menjelaskan cara penanganan korban, sampai tindakan medisnya secara online,” paparnya.
Dengan terobosan itu, Mas Pri menyampaikan semua kelompok masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan, justru di rumah sakitnya 85 persen pasiennya tercover BPJS, bahkan warga miskin yang tanpa kartu sehat tetap wajib dilayani.
Tidak ada diskriminasi dalam pemberian layanan kesehatan, meski demikian rumah sakit milik Pemkab Tulungagung ini tahun 2019 mampu meraih Indeks Kepuasan tahun 2019 sebesar 84,45 dari 21 unsur layanan yang dimiliki. Malah rumah sakit ini mampu mandiri dan tidak bergantung pembiayaan dan suntikan dana pemerintah daerah dan pusat, dimana dibuktikan tahun 2018 cost recovery ratenya mencapai 87 persen.
“Tenaga SDM kita hanya sekitar 20 persen yang berstatus PNS, sisanya 80 persen para profesional dan tenaga swasta, dan itu dibiayai mandiri oleh rumah sakit. Mereka didoktrin untuk memberikan kinerja dan pengabdianya sesuai dengan konsep serta karakter rumah sakit, yakni visinya Terwujudnya rumah sakit rujukan dan pendidikan yang handal dan terjangkau dalam pelayanan," Jelas Mas Pri.
“Inilah yang dinamakan Hospital Without Wall, rumah sakit tanpa dinding. Jika ada orang sakit di jalanan, jika ada orang terancam jiwanya di luar rumah sakit, maka rumah sakit punya tanggung jawab untuk menolongnya. Bukan menunggu mereka diantar di rumah sakit baru ditangani. Itu dasar pemikirannya,” ungkap dokter spesialis bedah ini.
Bagaimana aktualisasinya? Kata Mas Pri, rumah sakitnya menciptakan Emergency Button PSC 119 yang terhubung dengan Global Positioning system ( GPS ) menggunakan teknologi gadget Android.
“Jika terjadi kecelakaan, warga langsung tekan aplikasi Emergency Button PSC Tulungagung. Operator langsung mengetahui posisi terjadinya kecelakaan. Operator, langsung menelpon balik untuk memastikan pertolongan apa yang dibutuhkan," tegas Mas Pri.
"Jika tenaga medis, maka bila lokasinya masih jauh dari rumah sakit, kita bisa kontak provider terdekat seperti puskesmas, klinik atau rumah sakit yang dekat dengan area kecelakaan untuk memberikan pertolongan,” sambungnya.
Pertolongan via online itu tidak hanya dalam kodisi gawat darurat, tapi masyarkat bisa melaporkan jika menemui warga yang sakit dan butuh penanganan. Tenaga PSC ini puluhan orang, dan semuanya tenaga medis. Termasuk tenaga komunikatornya ataupun operatornya berterampilan khusus.
"Mereka kami sekolahkan di Malaysia. Kenapa mereka harus dari tenaga khusus, bukan sekedar operator. Sebab terkait dengan penanganan keselamatan ketika orang menghubungi PSC 119 harus mampu menjelaskan cara penanganan korban, sampai tindakan medisnya secara online,” paparnya.
Dengan terobosan itu, Mas Pri menyampaikan semua kelompok masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan, justru di rumah sakitnya 85 persen pasiennya tercover BPJS, bahkan warga miskin yang tanpa kartu sehat tetap wajib dilayani.
Tidak ada diskriminasi dalam pemberian layanan kesehatan, meski demikian rumah sakit milik Pemkab Tulungagung ini tahun 2019 mampu meraih Indeks Kepuasan tahun 2019 sebesar 84,45 dari 21 unsur layanan yang dimiliki. Malah rumah sakit ini mampu mandiri dan tidak bergantung pembiayaan dan suntikan dana pemerintah daerah dan pusat, dimana dibuktikan tahun 2018 cost recovery ratenya mencapai 87 persen.
“Tenaga SDM kita hanya sekitar 20 persen yang berstatus PNS, sisanya 80 persen para profesional dan tenaga swasta, dan itu dibiayai mandiri oleh rumah sakit. Mereka didoktrin untuk memberikan kinerja dan pengabdianya sesuai dengan konsep serta karakter rumah sakit, yakni visinya Terwujudnya rumah sakit rujukan dan pendidikan yang handal dan terjangkau dalam pelayanan," Jelas Mas Pri.
tulis komentar anda