Latgab Persekutuan FPDA, untuk Hadapi Indonesia?
Senin, 30 Oktober 2023 - 05:05 WIB
Pada dialog Shangri-La di Singapura beberapa waktu lalu, para menteri pertahanan negara anggota FPDA -Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, Menteri Pertahanan Malaysia Seri Mohamad Hasan, dan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, dan Menteri Pertahanan Selandia Baru Andrew Little- menegaskan relevansi FPDA dalam menghadapi dinamika ancaman global.Mereka sepakat FPDA menjadi bagian penting
untuk memastikan pertahanan kolektif di kawasan dan menjaga keseimbangan di kawasan Asia Tenggara dari potensi konflik AS-China. Richard Marles menyebut, FPDA sebagai pakta pertahanan yang harus mempromosikan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.
baca juga: Pengamat Militer: Indonesia Harusnya Abstain Soal Resolusi PBB Terkait Rusia-Ukraina
Jika tren perubahan geopolitik membuat FPDA mengalihkan pandangan potensi ancaman ke China, bagi Indonesia apakah pergeseran ini serta-merta membuat FPDA tidak lagi relevan dianggap sebagai ancaman? Jawabannya, situasi harmonis yang terbentuk dengan negara-negara anggota FPDA tidak boleh melengahkan sejengkal pun kewaspadaan terhadap mereka.
Poin utamanya adalah, keberadaan FPDA sebagai pakta pertahanan selalu selaras dengan kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Karena itu, bila terjadi benturan atau konflik, maka loyalitas mereka adalah pada kepentingan kelompoknya.
Berangkat dari pemahaman ini dan tetap berpegang pada prinsip paradigma pragmatis dalam hubungan antar-bangsa seperti disampaikan Lord Palmerston, there is no permanent but only permanent interest, maka Indonesia tidak serta-merta menisbikan ancaman dari FPDA.
Apalagi dengan ketersangkutan salah satu anggota FPDA dengan AUKUS, yakni Australia, maka bukan tidak mungkin FPDA akan terintegrasi dengan AUKUS bila menghadapi situasi mengancam. Bahkan, seperti sudah diingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin, bukan tidak mungkin pula AUKUS akan diintegrasikan dengan NATO, dengan FDPA menjadi persekutuan bayangan. (*)
untuk memastikan pertahanan kolektif di kawasan dan menjaga keseimbangan di kawasan Asia Tenggara dari potensi konflik AS-China. Richard Marles menyebut, FPDA sebagai pakta pertahanan yang harus mempromosikan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.
baca juga: Pengamat Militer: Indonesia Harusnya Abstain Soal Resolusi PBB Terkait Rusia-Ukraina
Jika tren perubahan geopolitik membuat FPDA mengalihkan pandangan potensi ancaman ke China, bagi Indonesia apakah pergeseran ini serta-merta membuat FPDA tidak lagi relevan dianggap sebagai ancaman? Jawabannya, situasi harmonis yang terbentuk dengan negara-negara anggota FPDA tidak boleh melengahkan sejengkal pun kewaspadaan terhadap mereka.
Poin utamanya adalah, keberadaan FPDA sebagai pakta pertahanan selalu selaras dengan kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Karena itu, bila terjadi benturan atau konflik, maka loyalitas mereka adalah pada kepentingan kelompoknya.
Berangkat dari pemahaman ini dan tetap berpegang pada prinsip paradigma pragmatis dalam hubungan antar-bangsa seperti disampaikan Lord Palmerston, there is no permanent but only permanent interest, maka Indonesia tidak serta-merta menisbikan ancaman dari FPDA.
Apalagi dengan ketersangkutan salah satu anggota FPDA dengan AUKUS, yakni Australia, maka bukan tidak mungkin FPDA akan terintegrasi dengan AUKUS bila menghadapi situasi mengancam. Bahkan, seperti sudah diingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin, bukan tidak mungkin pula AUKUS akan diintegrasikan dengan NATO, dengan FDPA menjadi persekutuan bayangan. (*)
(hdr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda