Kredibilitas MK Tangani Sengketa Pemilu Diragukan Pascaputusan Usia Cawapres
Kamis, 19 Oktober 2023 - 18:27 WIB
JAKARTA - Kredibilitas Mahkamah Konstitusi ( MK ) menangani sengketa pemilu diragukan pascaputusan terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden ( cawapres ). Diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
Dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Menurut Koordinator Advokat Perekat Nusantara sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, MK juga sudah tidak bisa dipercaya lagi pascaputusan tersebut.
“Bukan hanya diragukan, tetapi sudah tidak bisa dipercaya lagi, karena Ketua MK Anwar Usman tidak mampu melepaskan dirinya dari hubungan keluarga semenda dengan Presiden Jokowi, sebagaimana terbukti dari putusan uji materiil perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang membawa misi kepentingan Gibran Rakabuming Raka,” kata Petrus Selestinus kepada SINDOnews, Kamis (19/10/2023).
Petrus mengungkapkan kondisi MK di mana Anwar Usman tidak bisa netral, bahkan berkepentingan dan menjadi kaki dari kekuasaan eksekutif. Menurut dia, kondisi itu akan menjadi ancaman serius terhadap posisi MK ke depan menghadapi sengketa Pilpres 2024.
“Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi harus memecat Anwar Usman agar memutus mata rantai nepotisme menciptakan dinasti politik Jokowi dalam pemerintahan tidak saja di eksekutif, tetapi juga di yudikatif khususnya MK,” pungkasnya.
Hal senada dikatakan oleh Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam. “Benar, hal itu berdampak pada kredibilitas MK. Hal ini juga bisa akan mempengaruhi kepercayaan publik terhadap MK selaku lembaga yang akan menyidangkan sengketa pemilu dan Pilpres 2024 nanti,” kata Umam yang juga sebagai Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) ini.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan MK tersebut tidak sah. “Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya tidak sah,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya.
Dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Menurut Koordinator Advokat Perekat Nusantara sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, MK juga sudah tidak bisa dipercaya lagi pascaputusan tersebut.
“Bukan hanya diragukan, tetapi sudah tidak bisa dipercaya lagi, karena Ketua MK Anwar Usman tidak mampu melepaskan dirinya dari hubungan keluarga semenda dengan Presiden Jokowi, sebagaimana terbukti dari putusan uji materiil perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang membawa misi kepentingan Gibran Rakabuming Raka,” kata Petrus Selestinus kepada SINDOnews, Kamis (19/10/2023).
Baca Juga
Petrus mengungkapkan kondisi MK di mana Anwar Usman tidak bisa netral, bahkan berkepentingan dan menjadi kaki dari kekuasaan eksekutif. Menurut dia, kondisi itu akan menjadi ancaman serius terhadap posisi MK ke depan menghadapi sengketa Pilpres 2024.
“Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi harus memecat Anwar Usman agar memutus mata rantai nepotisme menciptakan dinasti politik Jokowi dalam pemerintahan tidak saja di eksekutif, tetapi juga di yudikatif khususnya MK,” pungkasnya.
Hal senada dikatakan oleh Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam. “Benar, hal itu berdampak pada kredibilitas MK. Hal ini juga bisa akan mempengaruhi kepercayaan publik terhadap MK selaku lembaga yang akan menyidangkan sengketa pemilu dan Pilpres 2024 nanti,” kata Umam yang juga sebagai Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) ini.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan MK tersebut tidak sah. “Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya tidak sah,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya.
tulis komentar anda