Keakuratan Peristiwa Bersejarah di Karya Fiksi Iksaka Banu
Selasa, 12 September 2023 - 19:55 WIB
Dalam novel tersebut Iksaka Banu memakai plot jaman Raden Saleh dan plot jaman pergerakan. Teknik ini dipakai untuk memberi tafsir tentang dua pandangan yang berbeda tentang sosok Raden Saleh yang masih membekas sampai saat ini. Teknik plot ganda juga dipakai oleh Iksaka Banu dalam novel Rasina.
Berbeda dengan Pangeran Dari Timur, dua plot yang digunakan oleh Iksaka Banu dalam novel Rasina tidak bertujuan untuk mendialogkan dua pandangan yang berbeda tentang sosok/sejarah, melainkan untuk menambal bagian-bagian sejarah yang bolong tentang genosida di Kepulauan Banda oleh Belanda di abad 17.
Marilah kita bahas lebih detail tentang dua plot yang ada di novel Rasina. Plot pertama berkisah tentang kondisi Batavia akhir abad 18, menjelang bangkrutnya VOC atau 100 tahun setelah pembantaian rakyat Banda oleh Kompeni. Plot ini mengisahkan bagaimana kondisi Batavia yang penuh korupsi, perdagangan budak dan perdagangan opium ilegal.
Jan Aldemaar Staalhart, seorang Baljuw atau Kepala Kepolisian sedang menyelidiki seorang vrijburgher, pedagang partikelir bernama Jakob de Vries yang diduga menjadi penyelundup budak dan opium. Staalhart dibantu oleh dua orang landdrost, semacam sharif dalam penyelidikannya.
baca juga: Membaca Buku Dunia dan Indonesia
Dalam proses penyelidikan inilah muncul tokoh Rasina, seorang budak perempuan asal Banda yang lidahnya terpotong dan badannya penuh luka sayat senjata tajam. Luka sayatan bahkan terdapat di sekitar alat kelamin Rasina. Munculnya tokoh Rasina ini membuat cerita menjadi semakin menarik.
Iksaka Banu mengungkap ketamakan para pedagang partikelir Belanda yang bekerja sama dengan para pejabat melalui kisah penyelundupan budak dan opium. Iksaka Banu juga secara jelas memaparkan peran orang-orang Cina di Batavia yang menjadi bagian dari peredaran opium selundupan tersebut.
Peran orang-orang Cina ini ditulis cukup mendalam di novel ini. Sumber utama peran orang Cina di Batavia di akhir masa VOC adalah buku “The Chinese and Crime in Ommelanded of Batavia" karya Devi Riskianingrum.
Plot kedua berkisah tentang pembantaian rakyat Banda oleh tentara Belanda yang dipimpin langsung oleh Jan Pieterzoon Coen dan Gubernur Martinus Sonck. Iksaka Banu menceritakan dengan detail bagaimana perilaku tentara Belanda dalam membunuhi masyarakat Banda demi mengosongkan pulau itu untuk dijadikan kebun pala.
Kisah pembantaian masyarakat Banda ini didasarkan pada sebuah buku berjudul Conqueste yang merupakan buku harian seorang juru tulis Belanda yang ikut dalam ekspedisi Coen ke Banda. Selain dari Conqueste, Iksaka Banu juga menggunakan catatan dari Des Alwi, buku Willard A Hanna dan Usman Thalib, seorang sejarawan Banda.
Berbeda dengan Pangeran Dari Timur, dua plot yang digunakan oleh Iksaka Banu dalam novel Rasina tidak bertujuan untuk mendialogkan dua pandangan yang berbeda tentang sosok/sejarah, melainkan untuk menambal bagian-bagian sejarah yang bolong tentang genosida di Kepulauan Banda oleh Belanda di abad 17.
Marilah kita bahas lebih detail tentang dua plot yang ada di novel Rasina. Plot pertama berkisah tentang kondisi Batavia akhir abad 18, menjelang bangkrutnya VOC atau 100 tahun setelah pembantaian rakyat Banda oleh Kompeni. Plot ini mengisahkan bagaimana kondisi Batavia yang penuh korupsi, perdagangan budak dan perdagangan opium ilegal.
Jan Aldemaar Staalhart, seorang Baljuw atau Kepala Kepolisian sedang menyelidiki seorang vrijburgher, pedagang partikelir bernama Jakob de Vries yang diduga menjadi penyelundup budak dan opium. Staalhart dibantu oleh dua orang landdrost, semacam sharif dalam penyelidikannya.
baca juga: Membaca Buku Dunia dan Indonesia
Dalam proses penyelidikan inilah muncul tokoh Rasina, seorang budak perempuan asal Banda yang lidahnya terpotong dan badannya penuh luka sayat senjata tajam. Luka sayatan bahkan terdapat di sekitar alat kelamin Rasina. Munculnya tokoh Rasina ini membuat cerita menjadi semakin menarik.
Iksaka Banu mengungkap ketamakan para pedagang partikelir Belanda yang bekerja sama dengan para pejabat melalui kisah penyelundupan budak dan opium. Iksaka Banu juga secara jelas memaparkan peran orang-orang Cina di Batavia yang menjadi bagian dari peredaran opium selundupan tersebut.
Peran orang-orang Cina ini ditulis cukup mendalam di novel ini. Sumber utama peran orang Cina di Batavia di akhir masa VOC adalah buku “The Chinese and Crime in Ommelanded of Batavia" karya Devi Riskianingrum.
Plot kedua berkisah tentang pembantaian rakyat Banda oleh tentara Belanda yang dipimpin langsung oleh Jan Pieterzoon Coen dan Gubernur Martinus Sonck. Iksaka Banu menceritakan dengan detail bagaimana perilaku tentara Belanda dalam membunuhi masyarakat Banda demi mengosongkan pulau itu untuk dijadikan kebun pala.
Kisah pembantaian masyarakat Banda ini didasarkan pada sebuah buku berjudul Conqueste yang merupakan buku harian seorang juru tulis Belanda yang ikut dalam ekspedisi Coen ke Banda. Selain dari Conqueste, Iksaka Banu juga menggunakan catatan dari Des Alwi, buku Willard A Hanna dan Usman Thalib, seorang sejarawan Banda.
tulis komentar anda