Belum Ada Pemenangnya

Rabu, 29 April 2020 - 21:02 WIB
Dinna Prapto Raharja, Ph.D, Praktisi & Pengajar Hubungan Internasional. Foto/Dok. Pribadi
Dinna Prapto Raharja, Ph.D

Praktisi & Pengajar Hubungan Internasional

@Dinna_PR

KOMPETISI politik tidak bisa dilepaskan dalam upaya penangangan sebuah krisis, khususnya dalam meredam penyebaran virus Covid-19 ini. Setiap pemimpin berusaha untuk mengambil kredit dalam pendekatan yang diambilnya.



Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, misalnya, mengatakan bahwa Selandia Baru telah memenangkan pertarungan melawan virus Covid-19 dalam sebuah konferensi pers pada Senin lalu. Selandia Baru memang sudah berhasil menurunkan kurva warganya yang terinfeksi virus lebih mendatar. Pengumuman ini sejauh yang saya dapat catat adalah pengumuman pemimpin negara kedua yang menyatakan diri menang melawan virus Covid 19 setelah China.

Ada juga negara yang tidak mengklaim mengatakan menang melawan Covid 19, tetapi percaya diri bahwa pendekatan mereka yang terbaik seperti Swedia. Pendekatan Swedia memang sangat liberal karena tidak melakukan karantina ketat, seperti Selandia Baru atau China.

Pemerintahnya tetap membiarkan beberapa sekolah, restoran, dan tempat-tempat umum lainnya dibuka. Mereka hanya melarang kerumunan lebih dari 50 orang dan mengimbau warganya untuk jaga jarak.

Pendekatan Swedia ini sangat kontroversial karena angka kematiannya mencapai 2.274 orang lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga yang berbatasan langsung, seperti Denmark (kematian 427 orang), Norwegia (205 orang), atau Finlandia (193 orang). Meski demikian, angka itu memang kecil dibandingkan dengan Inggris (21.000 orang), Perancis (23.293 orang), atau Jerman (6.126 orang). Terhadap negara-negara itu, Swedia dapat mengklaim pendekatan mereka lebih berhasil.

Duta Besar Swedia untuk Amerika Serikat, Karin Ulrika Olofsdotter, bahkan mengatakan bahwa herd-immunity akan tercapai di Swedia pada akhir bulan Mei ini, khususnya di ibu kota negara. Pemerintah Swedia tetap bergeming dan tidak mengubah pendekatannya walaupun ada lebih 1.000 surat protes dari kalangan akademisi yang menuntut pembatasan sosial lebih keras bulan lalu.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More