Penanggulangan Kejahatan Siber di ASEAN

Senin, 14 Agustus 2023 - 17:01 WIB
Dr Rahmi Fitriyanti, Dosen Hubungan Internasional FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Foto/Dok. Pribadi
Dr Rahmi Fitriyanti

Dosen Hubungan Internasional FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PERKEMBANGAN teknologi dan jaringan komunikasi memengaruhi perubahan perilaku sosial yang berimplikasi terhadap sektor keamanan siber. Kemajuan teknologi digital di satu sisi memberikan peluang berbagi kekuatan dalam mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain, ancaman kejahatan siber (cybercrime) menjadi salah satu faktor yang turut melemahkan negara.

Upaya menanggulangi kejahatan siber perlu dilakukan dengan meningkatkan kerja sama melalui mekanisme organisasi regional ASEAN. Terutama dengan mengingat luasnya cakupan serangan siber yang tanpa batas. Untuk itu, kerja sama antarnegara anggota ASEAN secara lebih intensif dan masif sangat dibutuhkan demi mewujudkan keamanan siber di kawasan.



Ketergantungan umat manusia terhadap kemajuan teknologi telah menimbulkan kerentanan yang mengancam eksistensi negara. Perang dunia maya menjadi isu modern yang mendominasi konstelasi internasional kontemporer.

Serangan siber dianggap sebagai salah satu cara paling efektif untuk mencapai tujuan politik tertentu. Biayanya yang murah dapat digunakan sebagai instrumen perang asimetris.

Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan dengan pasar terbesar dunia juga memanfaatkan kemajuan teknologi dan inovasi digital dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Perkembangannya telah mendorong penggunaan internet yang semakin tinggi di kawasan.

Pada 2020, rata-rata tingkat penetrasi internet di Asia Tenggara mencapai 66%, dengan pertumbuhan terbesar di Indonesia 17% dan Kamboja 15%. Sebaliknya, meningkatnya ketergantungan terhadap internet justru mengancam keamanan nasional dan berdampak buruk bagi masyarakat, terutama yang terkait dengan pencurian data.

Rata-rata kerugian yang disebabkan oleh satu kasus pencurian data di internet mencapai USD3,86 juta dengan jangka waktu identifikasi dan penanganan masalah hingga 280 hari lamanya. Lambatnya penanganan serangan siber ini diperkirakan akan merugikan sektor ekonomi USD8 triliun pada 2024 ini.

Kerugian ini dipicu oleh banyaknya kasus pencurian data berskala besar di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya, pencurian 900.000 data konsumen dari perusahaan Cebuana di Filipina pada 2019, pencurian 1,5 juta data rekam medis pasien Singhealth di Singapura pada 2019, serta penyebaran data pribadi dari 91 juta pengguna Tokopedia di Indonesia pada 2020.

Asia Tenggara juga menjadi target utama serangan phishing, di mana pada 2019 terdapat 14 juta percobaan phishing yang berhasil diidentifikasi. Phishing adalah percobaan pencurian identitas di mana pelakunya memalsukan surat elektronik yang dikirimkan kepada target untuk menipu target agar bersedia memberikan informasi pribadi, seperti kartu kredit, nomor rekening bank, hingga nomor kependudukan.

Pesatnya pertumbuhan digitalisasi ekonomi juga menimbulkan dampak negatif. Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus kejahatan siber yang tinggi. Berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sepanjang Januari hingga Juni 2016 Indonesia menjadi target dari 90 juta serangan siber.

Akibatnya, Indonesia menjadi negara kedua dengan tingkat serangan siber tertinggi di dunia setelah Jepang. Jumlah ini kemudian meningkat pesat pada 2018, di mana Indonesia pada Januari hingga Oktober mengalami lebih dari 200 juta serangan siber, 36 juta aktivitas malware, dan 2.363 penipuan siber.

Langkah Indonesia

Melalui kerangka ASEAN inilah Indonesia berupaya merealisasikan sejumlah langkah penting guna menangani ancaman kejahatan siber, baik itu di level domestik maupun regional. Setidaknya terdapat tiga hal penting terkait kebijakan Indonesia melalui kerja samanya dalam menangani kejahatan siber melalui mekanisme ASEAN.

Pertama, orientasi kerja sama siber dilandasi oleh kepentingan nasional di berbagai sektor. Terutama, kepentingan bidang pertahanan dan ekonomi.

Bagi sektor pertahanan, keamanan siber penting untuk meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam menghadapi serangan eksternal. Ancaman serangan siber membahayakan keamanan nasional dan masyarakat.

Indonesia rentan terhadap serangan siber akibat kurangnya kesadaran masyarakat serta sistem teknologi informasi yang kurang memadai. Situasi ini diperburuk oleh lambatnya penegakan hukum dunia maya (ruang siber), sehingga Indonesia menjadi hit target bagi para penjahat dunia maya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More