Penanggulangan Kejahatan Siber di ASEAN

Senin, 14 Agustus 2023 - 17:01 WIB
Selain menimbulkan persoalan kriminal, ruang siber juga melahirkan sejumlah permasalahan sosial baru bagi masyarakat. Seringkali ruang siber dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang terkadang menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Bahkan, ruang siber turut mendorong perkembangan kelompok-kelompok radikal.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan setidaknya terdapat 15.000 situs yang dikelola oleh kelompok ekstremis. Termasuk di antaranya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang menyebarkan informasi palsu dan merekrut anggota barunya melalui dunia maya.

Selain memiliki tujuan politik dan ideologis, serangan siber umumnya memiliki kepentingan ekonomi, yaitu untuk mengganggu objek vital sehingga menimbulkan kerugian besar. Besarnya jumlah kerugian makin diperparah oleh sistem digitalisasi yang meningkatkan jumlah penggunaan e-commerce. Akibatnya, serangan siber menjadi ancaman besar bagi negara, masyarakat, dan individu.

Meskipun dalam lingkup domestik, industri digital di Indonesia sebenarnya sangat berperan bagi perekonomian negara. Pada 2020, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai Rp556 triliun sehingga pertumbuhannya menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.

Kedua, Indonesia berupaya mewujudkan komitmen dan rencana aksinya melalui pembentukan regulasi ataupun badan khusus yang menangani keamanan siber. Di antaranya, memberlakukan UU ITE sebagai landasan utama bagi penegakan hukum terkait siber.

Kendalanya, implementasi UU ITE dapat dikatakan belum menegaskan secara jelas mengenai kejahatan siber. Kondisi ketidakjelasan peraturan tersebut memberikan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ketiga, pada level regional, kepentingan nasional Indonesia melalui kerja samanya dengan ASEAN dalam menanggulangi kejahatan siber bertujuan memperoleh knowledge transfer dari negara-negara yang memiliki keahlian teknologi lebih tinggi. Knowledge transfer ini diindikasikan oleh koordinasi antara pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam mengadopsi sistem pengamanan siber MyCERT.

Selain itu, Indonesia juga menjalin kemitraan strategis dengan Singapura untuk memperoleh knowledge transfer dengan belajar dari pakar keamanan siber di Singapura.

Tantangan dan Peluang

Penanggulangan kejahatan siber melalui kerangka ASEAN tersebut memberikan beberapa dampak positif bagi Indonesia karena bermanfaat dalam menghadapi tantangan keamanan siber di tingkat regional. Yakni, Indonesia berhasil meningkatkan kerja samanya melalui pertukaran informasi keamanan maupun pengembangan kapasitas keamanan siber di tingkat regional.

Indonesia juga berperan aktif dalam berbagai pertemuan dan dialog antarnegara ASEAN guna saling berbagi pengalaman, informasi, serta mempraktikkan berbagai upaya dalam menanggulangi kejahatan siber. Selain itu, Indonesia mendorong pembentukan Tim Ahli ASEAN mengenai Keamanan Siber.

Tugasnya memberikan rekomendasi dan nasihat teknis kepada anggota ASEAN dalam mengembangkan kebijakan dan strategi keamanan sibernya. Selanjutnya, terjadi peningkatan komitmen pertukaran informasi dan pelatihan yang bertujuan memperkuat kemampuan negara-negara ASEAN dalam menghadapi ancaman kejahatan siber.

Meski begitu masih terdapat sejumlah kendala yang membuat kerja sama siber dapat dikatakan belum terlaksana secara optimal. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya jumlah serangan siber. Padahal, keamanan siber sangat penting untuk menjaga integritas maupun stabilitas infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Asia Tenggara.

Setidaknya, terdapat dua faktor yang melatarbelakangi kendala tersebut. Salah satunya, ASEAN merupakan organisasi regional yang partisipasi anggotanya bersifat tidak mengikat dan tidak memaksa. Meskipun negara anggotanya didorong untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan ASEAN, pengambilan keputusan atas keterlibatannya tetap berada di tangan masing-masing negara anggota.

Di samping itu, kerja sama yang terjadi antara Indonesia dan ASEAN hanya dalam konteks berbagi informasi dan pelatihan bersama. Ketiadaan sistem koordinasi yang selaras di antara kedua belah pihak mengakibatkan insiden siber tidak dapat segera ditangani.

Sejumlah kendala tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan beberapa langkah berikut ini. Pertama, perlu meningkatkan kesadaran. Realisasinya dapat dilakukan melalui berbagai pelatihan dan penyebaran informasi mengenai keamanan siber yang ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat, pebisnis, dan pemerintah guna mengurangi serangan siber.

Pendidikan dan pelatihan ini berupa tindakan pencegahan yang meliputi pelatihan mengenali email phishing, penggunaan sandi yang kuat, dan tindakan siber lainnya.

Kedua, pemerintah negara-negara ASEAN harus mengembangkan kebijakan dan kerangka kerja yang jelas guna meningkatkan keamanan sibernya. Termasuk dengan memperketat regulasi mengenai perlindungan data pribadi, mengembangkan protokol keamanan untuk infrastruktur kritis, serta menerapkan hukuman yang setimpal atas pelanggaran keamanan siber.

Ketiga, mendorong kerja sama regional melalui partisipasi aktif antarnegara di Asia Tenggara guna meningkatkan keamanan siber sekaligus melindungi infrastruktur kritis dari berbagai serangan. Dengan demikian, penanggulangan kejahatan siber di kawasan dapat ditinjau berdasarkan kerja sama Indonesia melalui mekanisme regional ASEAN.

Kerja sama ini dilakukan Indonesia karena kejahatan siber merupakan kejahatan transnasional yang bersifat lintas batas, yakni borderless dan stateless. Untuk itu, tujuan kerja sama Indonesia tidak hanya untuk menyelesaikan berbagai persoalan siber di level domestik, tetapi juga berupaya mewujudkan keamanan siber di kawasan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More