Tuah Indonesia Stop Islamofobia di Eropa
Sabtu, 12 Agustus 2023 - 05:14 WIB
SENIN (7/8/2023) siang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan khusus Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Hissein Brahim Taha di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pertemuan dua tokoh muslim dunia ini memiliki momentum sekaligus pesan kuat di tengah kencangnya isu Islamofobia, terutama di beberapa negara Eropa, belakangan ini.
baca juga: Paus Fransiskus Kecam Pembakaran Alquran di Swedia
Seperti diketahui, Senin (31/7/2023), dunia kembali digegerkan dengan aksi pembakaran Alquran. Yang kian memprihatinkan, kali ini pembakaran kitab suci umat Islam tersebut tak hanya terjadi di Swedia, namun juga Denmark.
Bukan sekadar menistakan, aksi bersamaan di dua tempat ini juga sungguh menyakitkan. Apa sebab? Pada waktu pembakaran, 57 negara OKI tengah menggelar rapat untuk merespons kerasaksi serupa di Swedia pada Juni lalu. Jelas sekali, aksi itu makin menunjukkan bentuk penghinaan, provokasi sekaligus agitasi tak berkesudahan.
Di Kopenhagen, Denmark, anggota kelompok anti-Islam dan ultranasionalis Danske Patrioter membakar Alquran di depan Kedutaan Besar Saudi. Sedang di Swedia, aksi pembakaran dilakukan lagi oleh Salwan Momika, sang ateis pencari suaka asal Irak, di depan gedung parlemen. Dia dibantu Salwan Najem, yang juga warga Irak, menginjak dan membakar Alquran.
Publik dunia tak henti diliputi rasa kemarahan yang memuncak atas ulah Momika dan Najem tersebut. Tak hanya OKI, sejumlah pimpinan negara Timur Tengah, organisasi kemasyarakatan juga bertubi-tubi mengecam. Namun, kecaman berbagai pihak itu seolah tak banyak arti. Swedia maupun Denmark dengan dalih konstitusi yang memberikan perlindungan hak warganya berekspresi seperti tak punya gigi.
baca juga: Akademisi Inggris: Pembakaran Alquran Adalah Tindakan Ekstremis
Memang upaya merevisi sejumlah regulasi kini tengah diwacanakan seperti halnyaSwedia. Namun sejauhmana revisi itu terjadi dan kapan bisa benar-benar dieksekusi, tampaknya masih menjadi misteri.
Situasi ini meningkatkan kekhawatiran bakal terulangnya kembali aksi penistaan Alquran. Sangat mungkin pula, karena tidak ada sanksi yang kuat, akan muncul Salwan-Salwanlain di masa mendatang. Di sisi lain, PBB juga tampak kurang berdaya melihat fenomena Islamofobia yang menggejala di sejumlah kawasan Eropa ini. Jika tak ditangani dengan cermat, kondisi ini jelas membahayakan tatanan kehidupan global yang membutuhkan rasa saling menghormati, kolaborasi dan tenggang rasa tinggi.
baca juga: Paus Fransiskus Kecam Pembakaran Alquran di Swedia
Seperti diketahui, Senin (31/7/2023), dunia kembali digegerkan dengan aksi pembakaran Alquran. Yang kian memprihatinkan, kali ini pembakaran kitab suci umat Islam tersebut tak hanya terjadi di Swedia, namun juga Denmark.
Bukan sekadar menistakan, aksi bersamaan di dua tempat ini juga sungguh menyakitkan. Apa sebab? Pada waktu pembakaran, 57 negara OKI tengah menggelar rapat untuk merespons kerasaksi serupa di Swedia pada Juni lalu. Jelas sekali, aksi itu makin menunjukkan bentuk penghinaan, provokasi sekaligus agitasi tak berkesudahan.
Di Kopenhagen, Denmark, anggota kelompok anti-Islam dan ultranasionalis Danske Patrioter membakar Alquran di depan Kedutaan Besar Saudi. Sedang di Swedia, aksi pembakaran dilakukan lagi oleh Salwan Momika, sang ateis pencari suaka asal Irak, di depan gedung parlemen. Dia dibantu Salwan Najem, yang juga warga Irak, menginjak dan membakar Alquran.
Publik dunia tak henti diliputi rasa kemarahan yang memuncak atas ulah Momika dan Najem tersebut. Tak hanya OKI, sejumlah pimpinan negara Timur Tengah, organisasi kemasyarakatan juga bertubi-tubi mengecam. Namun, kecaman berbagai pihak itu seolah tak banyak arti. Swedia maupun Denmark dengan dalih konstitusi yang memberikan perlindungan hak warganya berekspresi seperti tak punya gigi.
baca juga: Akademisi Inggris: Pembakaran Alquran Adalah Tindakan Ekstremis
Memang upaya merevisi sejumlah regulasi kini tengah diwacanakan seperti halnyaSwedia. Namun sejauhmana revisi itu terjadi dan kapan bisa benar-benar dieksekusi, tampaknya masih menjadi misteri.
Situasi ini meningkatkan kekhawatiran bakal terulangnya kembali aksi penistaan Alquran. Sangat mungkin pula, karena tidak ada sanksi yang kuat, akan muncul Salwan-Salwanlain di masa mendatang. Di sisi lain, PBB juga tampak kurang berdaya melihat fenomena Islamofobia yang menggejala di sejumlah kawasan Eropa ini. Jika tak ditangani dengan cermat, kondisi ini jelas membahayakan tatanan kehidupan global yang membutuhkan rasa saling menghormati, kolaborasi dan tenggang rasa tinggi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda