Tuah Indonesia Stop Islamofobia di Eropa
Sabtu, 12 Agustus 2023 - 05:14 WIB
Pada isu Islamofobia, Indonesia bisa turut berperan aktif memberikan pencerahan maupun dorongan regulasi. Lebih strategis lagi, di G20, ada negara Islam yang turut menjadi anggota seperti Arab Saudi sehingga diharapkan gerbong perlawanan terhadap Islamofobia menjadi lebih kuat dan mengikat. Indonesia dan Saudi bisa menjadi jembatan dialog antara OKI misalnya dengan Uni Eropa.
Upaya menanamkan toleransi yang tinggi dan mewujud sebagai kebajikan global ini, seperti dalam pandangan Misrawi (2010), membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan intensif. Langkah lainnya adalah membangun kepercayaan di antara negara atau kelompok (mutual trust). Dengan kesadaran ini, maka dialog adalah sebuah keniscayaan yang perlu dilakukan dengan aktif dan matang. Khusus relasi bilateral dengan Swedia maupun Denmark, Indonesia diyakini bisa lebih luwes lantaran tak memiliki ganjalan diplomasi apapun selama ini.
baca juga: 5 Alasan Mengapa Swedia-Denmark Menjadi Lokasi Pembakaran Alquran
Keempat, Indonesia saat ini memiliki presiden yang tingkat pengaruhnya tinggi di mata dunia internasional. Ini setidaknya terpotret dari pengakuan The Royal Islamic Strategi Studies Centre), lembaga riset independen yang berpusat di Amman Yordania yang 2022 lalu menempatkan Jokowi sebagai sosok pemimpin muslim paling berpengaruh di dunia. Jokowi berada di urutan 13 dari 50 tokoh muslim dunia yang dirilis. Prestasi, rekognisi dan kiprah positif Jokowi ini akan menjadi kekuatan tersendiri dalam misi meredakan Islamofobia di dunia.
Tentu di luar empat kelebihan yang dimiliki Indonesia di atas, masih banyak deretan modal positif lain. Semua kelebihan ini saatnya digali dan berani untuk ditunjukkan ke kancah internasional. Swedia, Denmark atau negara manapun saatnya dibuka perspektifnya tentang praktik demokrasi yang matang.
Mereka tak boleh terus terusan berlindung di balik ‘menara gading’ makna demokrasi. Sebab, demokrasi tanpa toleransi hanyalah nilai-nilai belaka yang begitu rawan memunculkan tatanan politik otoritarian dan penuh pencederaan nilai kemanusiaan.
baca juga: Swedia Tidak Memiliki Kemauan Politik untuk Melarang Pembakaran Alquran
Dus, penistaan kitab suci pun hakikatnya tak hanya menjadi ancaman bagi negara Islam semata, namun sudah masuk keamanan global. Ini seperti ditegaskan Presiden Venezuela Nicolas Maduro yang seorang penganut Kristen, Minggu (6/8/2023). Bahkan sepekan sebelumnya, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson tak menampik ada ancaman makin serius bagi negaranya imbas pembakaran Alquran.
Saatnya toleransi ini harus diteguhkan menjadi kebajikan bersama (toleration as a mutual virtue). Dan, kendati belum sempurna, namun praktik toleransi beragama di Indonesia saat ini sudah waktunya untuk ditularkan, syukur-syukur jadi solusi yang sangat bertuah demi terwujudnya ketertiban dunia
Upaya menanamkan toleransi yang tinggi dan mewujud sebagai kebajikan global ini, seperti dalam pandangan Misrawi (2010), membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan intensif. Langkah lainnya adalah membangun kepercayaan di antara negara atau kelompok (mutual trust). Dengan kesadaran ini, maka dialog adalah sebuah keniscayaan yang perlu dilakukan dengan aktif dan matang. Khusus relasi bilateral dengan Swedia maupun Denmark, Indonesia diyakini bisa lebih luwes lantaran tak memiliki ganjalan diplomasi apapun selama ini.
baca juga: 5 Alasan Mengapa Swedia-Denmark Menjadi Lokasi Pembakaran Alquran
Keempat, Indonesia saat ini memiliki presiden yang tingkat pengaruhnya tinggi di mata dunia internasional. Ini setidaknya terpotret dari pengakuan The Royal Islamic Strategi Studies Centre), lembaga riset independen yang berpusat di Amman Yordania yang 2022 lalu menempatkan Jokowi sebagai sosok pemimpin muslim paling berpengaruh di dunia. Jokowi berada di urutan 13 dari 50 tokoh muslim dunia yang dirilis. Prestasi, rekognisi dan kiprah positif Jokowi ini akan menjadi kekuatan tersendiri dalam misi meredakan Islamofobia di dunia.
Tentu di luar empat kelebihan yang dimiliki Indonesia di atas, masih banyak deretan modal positif lain. Semua kelebihan ini saatnya digali dan berani untuk ditunjukkan ke kancah internasional. Swedia, Denmark atau negara manapun saatnya dibuka perspektifnya tentang praktik demokrasi yang matang.
Mereka tak boleh terus terusan berlindung di balik ‘menara gading’ makna demokrasi. Sebab, demokrasi tanpa toleransi hanyalah nilai-nilai belaka yang begitu rawan memunculkan tatanan politik otoritarian dan penuh pencederaan nilai kemanusiaan.
baca juga: Swedia Tidak Memiliki Kemauan Politik untuk Melarang Pembakaran Alquran
Dus, penistaan kitab suci pun hakikatnya tak hanya menjadi ancaman bagi negara Islam semata, namun sudah masuk keamanan global. Ini seperti ditegaskan Presiden Venezuela Nicolas Maduro yang seorang penganut Kristen, Minggu (6/8/2023). Bahkan sepekan sebelumnya, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson tak menampik ada ancaman makin serius bagi negaranya imbas pembakaran Alquran.
Saatnya toleransi ini harus diteguhkan menjadi kebajikan bersama (toleration as a mutual virtue). Dan, kendati belum sempurna, namun praktik toleransi beragama di Indonesia saat ini sudah waktunya untuk ditularkan, syukur-syukur jadi solusi yang sangat bertuah demi terwujudnya ketertiban dunia
(hdr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda