Paradoks Anggaran dan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Senin, 07 Agustus 2023 - 08:43 WIB
Anggaran pendidikan di dalam APBN merupakan faktor penting untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan pendidikan nasional yang layak dan berkualitas. Anggaran tersebut dimanfaatkan untuk perbaikan fasilitas belajar mengajar yang layak, membantu siswa yang kurang mampu, membayar gaji para guru maupun karyawan sekolah lainnya serta membiayai kegiatan belajar mengajar, dan lain-lainnya.
Oleh sebab itu, salah satu keberhasilan sebuah pendidikan dapat didukung melalui anggaran atau pembiayaan pendidikan yang mencukupi agar aktivitas pendidikan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Lebih lanjut, dalam jangka panjang, belanja pemerintah terhadap alokasi pendidikan dapat mendorong peningkatan ekonomi daerah dengan ditandai pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat. Semakin masyarakat mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah, maka semakin besar pengetahuan atau skill yang di miliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki pendapat perkapita yang semakin meningkat.
Dua dekade terakhir, Indonesia melakukan banyak reformasi bidang pendidikan. Ini dilakukan untuk mempersiapkan SDM Indonesia agar dapat bersaing di kancah internasional. Secara nominal, anggaran pendidikan dalam APBN terus meningkat.
Dari Rp370.810,2 miliar pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp460.316,8 miliar pada tahun 2019 atau secara rata-rata meningkat sebesar 7,5 persen. Pada tahun 2020, outlook anggaran pendidikan juga meningkat signifikan menjadi Rp547.833,2 miliar.
Terbaru, Anggaran pendidikan Tahun 2023 yang dikucurkan dari pembiayaan APBN saat ini mencapai Rp612,2 triliun. Pembiayaan ini disebut paling tinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, angka itu tumbuh 5,8% dari pembiayaan sebelumnya sebesar Rp574,9 triliun. Dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp237,1 triliun.
Sejatinya, jumlah dan kebijakan anggaran pendidikan di Indonesia telah dapat mendorong sistem pendidikan Indonesia lebih baik. Akan tetapi, alokasi anggaran yang cukup besar tersebut hingga kini masih dinilai belum optimal pemanfaatannya dalam meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini tercermin dari skor Indonesia berdasarkan Penilaian Siswa Internasional (PISA).
Apabila dibandingkan dengan negara ASEAN, Score PISA Indonesia masih jauh tertinggal. Berdasarkan dari 5 sampel negara yang diambil survei oleh OECD, Indonesia menempati peringkat 4 (di bawah Thailand, Brunei Darusalam, Malaysia dan Singpura) dari kemampuan membaca, matematika serta pemahaman sains.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan skor PISA (Programme for International Student Assessment/PISA) Indonesia di urutan ke 74 atau peringkat keenam dari bawah pada 2018. Sementara itu, kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 atau berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 yang berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.
Hasil studi PISA 2018 dari OECD juga menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, di mana ironisnya skor tersebut di bawah rata-rata skor OECD yakni 487. Pada PISA 2018, skor Indonesia relatif turun di semua bidang, di mana penurunan paling tajam terjadi di bidang membaca.
Oleh sebab itu, salah satu keberhasilan sebuah pendidikan dapat didukung melalui anggaran atau pembiayaan pendidikan yang mencukupi agar aktivitas pendidikan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Lebih lanjut, dalam jangka panjang, belanja pemerintah terhadap alokasi pendidikan dapat mendorong peningkatan ekonomi daerah dengan ditandai pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat. Semakin masyarakat mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah, maka semakin besar pengetahuan atau skill yang di miliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki pendapat perkapita yang semakin meningkat.
Dua dekade terakhir, Indonesia melakukan banyak reformasi bidang pendidikan. Ini dilakukan untuk mempersiapkan SDM Indonesia agar dapat bersaing di kancah internasional. Secara nominal, anggaran pendidikan dalam APBN terus meningkat.
Dari Rp370.810,2 miliar pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp460.316,8 miliar pada tahun 2019 atau secara rata-rata meningkat sebesar 7,5 persen. Pada tahun 2020, outlook anggaran pendidikan juga meningkat signifikan menjadi Rp547.833,2 miliar.
Terbaru, Anggaran pendidikan Tahun 2023 yang dikucurkan dari pembiayaan APBN saat ini mencapai Rp612,2 triliun. Pembiayaan ini disebut paling tinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, angka itu tumbuh 5,8% dari pembiayaan sebelumnya sebesar Rp574,9 triliun. Dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp237,1 triliun.
Sejatinya, jumlah dan kebijakan anggaran pendidikan di Indonesia telah dapat mendorong sistem pendidikan Indonesia lebih baik. Akan tetapi, alokasi anggaran yang cukup besar tersebut hingga kini masih dinilai belum optimal pemanfaatannya dalam meningkatkan dan memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini tercermin dari skor Indonesia berdasarkan Penilaian Siswa Internasional (PISA).
Apabila dibandingkan dengan negara ASEAN, Score PISA Indonesia masih jauh tertinggal. Berdasarkan dari 5 sampel negara yang diambil survei oleh OECD, Indonesia menempati peringkat 4 (di bawah Thailand, Brunei Darusalam, Malaysia dan Singpura) dari kemampuan membaca, matematika serta pemahaman sains.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan skor PISA (Programme for International Student Assessment/PISA) Indonesia di urutan ke 74 atau peringkat keenam dari bawah pada 2018. Sementara itu, kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 atau berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 yang berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.
Hasil studi PISA 2018 dari OECD juga menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, di mana ironisnya skor tersebut di bawah rata-rata skor OECD yakni 487. Pada PISA 2018, skor Indonesia relatif turun di semua bidang, di mana penurunan paling tajam terjadi di bidang membaca.
tulis komentar anda