Romo Magnis: Pancasila Tak Sekadar Dilafalkan tapi Harus Diperjuangkan
Senin, 31 Juli 2023 - 07:08 WIB
Dalam pandangannya, Restu Hapsari mengatakan, sebagai warga negara yang baik, semua pihak harus mematuhi UUD 1945 sebagai hukum tertinggi dalam berbangsa dan bernegara.
"Konstitusi bukan hanya dilihat dari sisi yuridisnya saja melainkan perlu dilihat dalam arti politis dan sosiologis sehingga dapat mencapai keadilan, ketertiban, serta kesejahteraan masyarakat umum," katanya.
Adapun Moh Aan Anshori menyampaikan keberagaman adalah kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia yang menjadi kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju Indonesia yang lebih baik lagi.
"Saya berberharap banyak generasi muda Katolik meyakini dirinya telah ditakdirkan untuk menjaga kebhinekaan Indonesia. Slogan 100 persen Katolik 100 persen Indonesia menegaskan tersebut. Itu berarti, mereka memiliki tugas untuk ikut serta memastikan generasi muda agama lain memiliki visi dan misi serupa," imbuhnya.
Untuk bisa melaksanakannya, kaya Anshori, kader-kader Katolik perlu dibekali setidaknya lima hal. Pertama, tahan banting dalam konfidensi atas kekatolikan dan keindonesiaan. Kedua, pemahaman mendalam (kritis-empatif) atas keberadaan kelompok di luar Katolik, khususnya saudara-saudaranya yang beragama Islam.
Ketiga, strategi berelasi dan membangun jaringan lebih besar untuk tujuan mengkampanyekan toleransi dan keadilan. Keempat, kemampuan dasar menulis untuk mengartikulasikan gagasan dan pengalamannya ke publik. Kelima, turun ke grassroot.
"Untuk memperkuat keberagaman kita harus saling menjaga dalam bingkai kebhinekaan," imbuhnya.
Sementara Romo Setyo Wibowo mengungkapkan, orang Katolik memiliki sejarah khusus dalam penyatuan dirinya dengan negara Indonesia. Meski dicap sebagai agama asing, pelan namun pasti, umat Katolik mengintegrasikan dirinya secara penuh ke Republik Indonesia.
Satu tokoh kunci yang memudahkan proses itu adalah Romo van Lith SJ (yang kemudian akan sangat penting mengingat murid-muridnya adalah: IJ Kasimo dan Mgr A Soegijapranata SJ; dan secara tidak langsung, atau murid rohani saja, yaitu Driyarkara SJ). Menurut Romo Setyo Wibowo, agama bagi Mgr Soegijapranata mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan jiwa manusia, sehingga urusannya adalah soal hal-hal yang pribadi (moral kejujuran, kesetiaan, sikap adil, kasih, hormat pada sesama, setia pada atasan dan jabatan) dan bersifat kekal (soal surga).
"Sementara tugas Negara berkaitan dengan hal yang sifatnya fisik (merawat persatuan, mengerjakan tugas mensejahterakan rakyat lewat kebijakan-kebijakannya), bersifat sementara dan berubah-ubah (seperti galibnya kekuasaan politik yang berubah-ubah). Untuk itu, tugas pokok Negara adalah menciptakan suasana eksternal agar orang-orang beragama bisa menjalankan sikap religiusnya dengan baik dan tepat. Sedangkan bagaimana Agama mesti dijalankan, itu adalah tugas masing-masing agama," katanya.
"Konstitusi bukan hanya dilihat dari sisi yuridisnya saja melainkan perlu dilihat dalam arti politis dan sosiologis sehingga dapat mencapai keadilan, ketertiban, serta kesejahteraan masyarakat umum," katanya.
Adapun Moh Aan Anshori menyampaikan keberagaman adalah kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia yang menjadi kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju Indonesia yang lebih baik lagi.
"Saya berberharap banyak generasi muda Katolik meyakini dirinya telah ditakdirkan untuk menjaga kebhinekaan Indonesia. Slogan 100 persen Katolik 100 persen Indonesia menegaskan tersebut. Itu berarti, mereka memiliki tugas untuk ikut serta memastikan generasi muda agama lain memiliki visi dan misi serupa," imbuhnya.
Untuk bisa melaksanakannya, kaya Anshori, kader-kader Katolik perlu dibekali setidaknya lima hal. Pertama, tahan banting dalam konfidensi atas kekatolikan dan keindonesiaan. Kedua, pemahaman mendalam (kritis-empatif) atas keberadaan kelompok di luar Katolik, khususnya saudara-saudaranya yang beragama Islam.
Ketiga, strategi berelasi dan membangun jaringan lebih besar untuk tujuan mengkampanyekan toleransi dan keadilan. Keempat, kemampuan dasar menulis untuk mengartikulasikan gagasan dan pengalamannya ke publik. Kelima, turun ke grassroot.
"Untuk memperkuat keberagaman kita harus saling menjaga dalam bingkai kebhinekaan," imbuhnya.
Sementara Romo Setyo Wibowo mengungkapkan, orang Katolik memiliki sejarah khusus dalam penyatuan dirinya dengan negara Indonesia. Meski dicap sebagai agama asing, pelan namun pasti, umat Katolik mengintegrasikan dirinya secara penuh ke Republik Indonesia.
Satu tokoh kunci yang memudahkan proses itu adalah Romo van Lith SJ (yang kemudian akan sangat penting mengingat murid-muridnya adalah: IJ Kasimo dan Mgr A Soegijapranata SJ; dan secara tidak langsung, atau murid rohani saja, yaitu Driyarkara SJ). Menurut Romo Setyo Wibowo, agama bagi Mgr Soegijapranata mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan jiwa manusia, sehingga urusannya adalah soal hal-hal yang pribadi (moral kejujuran, kesetiaan, sikap adil, kasih, hormat pada sesama, setia pada atasan dan jabatan) dan bersifat kekal (soal surga).
"Sementara tugas Negara berkaitan dengan hal yang sifatnya fisik (merawat persatuan, mengerjakan tugas mensejahterakan rakyat lewat kebijakan-kebijakannya), bersifat sementara dan berubah-ubah (seperti galibnya kekuasaan politik yang berubah-ubah). Untuk itu, tugas pokok Negara adalah menciptakan suasana eksternal agar orang-orang beragama bisa menjalankan sikap religiusnya dengan baik dan tepat. Sedangkan bagaimana Agama mesti dijalankan, itu adalah tugas masing-masing agama," katanya.
tulis komentar anda