Nasionalisme Diaspora Indonesia
Jum'at, 28 Juli 2023 - 13:37 WIB
Kehadiran perhimpunan itu tidak hanya bermakna sebatas tempat berteduh semata, melainkan pada satu sisi sebagai petilasan untuk memupuk dan menebalkan rasa kebangsaan dan kebudayaan serta perisai bagi nilai-nilai keindonesiaan. Hal inilah yang membuat diaspora Indonesia menjadi komunitas yang sarat potensi sekalian kuat koneksi!
Perubahan Mindset
Dalam lintasan sejarah Indonesia, para diaspora terbukti memiliki andil besar bagi perjalanan bangsa. Diaspora Indonesia terang memainkan peran vital dalam mendorong tumbuh berkembangnya nasionalisme, yang dalam perkembangannya, terlibat membidani lahirnya Indonesia modern. Tidak hanya itu, di dalam perjalanan bangsa ini, para diaspora Indonesia juga berperan dalam rancang bangun perekonomian nasional.
Hal ini ditunjukkan para diaspora Indonesia saat memasuki medio 1970-an, saat pemerintahan orde baru waktu itu sedang berkuasa. Parah intelektual ternama yang dikenal istilah “Mafia Berkeley”, tampil menjadi arsitektur ekonomi Orde Baru. Bahkan teknokrat ternama BJ Habibie, diaspora dari Jerman, berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai Presiden.
Hari ini, kita bisa melihat Rosan Perkasa Roeslani, Wakil Menteri BUMN, dulunya diaspora Indonesia dan kembali ke Indonesia di awal abad ke-21 yang kemudian turut andil dalam proses pembangunan nasional. Dan sebelumnya Archandra Tahar, Wakil Menteri ESDM 2016-2019, juga bagian dari diaspora kembali untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Saat ini bukan hanya mereka, tetapi masih banyak yang lain di profesi beragam.
Dengan potret tersebut, maka mindset yang memahami diaspora hanya dalam pengertian sempit sebagai perantau di negeri orang, perlu diubah. Diaspora harus diletakkan melampaui urusan tempat tinggal. Sebagai satu komunitas yang sarat akan potensi ilmu, ide, modal, jaringan dan pengalaman, sudah seharusnya diaspora perlu dilihat sebagai aset potensial bagi kemajuan bangsa.
Diaspora menjadi non-stateactor, yang dengan kemampuan dan potensi mereka dapat menggunakan instrumen, salah satunya soft diplomacy untuk mempromosikan kepentingan nasional (national interest) di aras global. Apalagi mengingat mereka memiliki latar belakang berbeda-beda yang semestinya bisa dimaksimalkan untuk bergerak atas nama kepentingan bangsa.
Diaspora Indonesia dapat diarahkan untuk mengisi ruang-ruang diplomasi yang belum mampu atau sulit digarap oleh aktor negara. Dalam pengertian ini, potensi diaspora untuk jangka panjang, bisa menghasilkan umpan balik yang positif bagi negara asal. Oleh karena itu, keberadaan diaspora Indonesia tak perlu dilihat dengan kacamata yang penuh curiga atau khawatir nasionalisme mereka akan pudar.
Hal yang terpenting juga adalah besarnya potensi diaspora harus dimanfaatkan secara maksimal, dengan menempatkan mereka sebagai bagian dari komponen pembangunan bangsa. Selain bagian dari komponen diplomasi, juga mereka bisa kembali untuk terlibat membangun negara secara langsung dengan mengisi ruang-ruang seperti eksekutif, legislatif, yudikatif atau bergerak di luar lingkaran trias politika terlebih seperti pengusaha.
Disamping itu, pemerintah juga perlu mempersiapkan segenap infrastruktur ekonomi yang mampu menjamin masa depan warga bangsa, sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional. Hal ini diletakkan sebagai upaya antisipatif di tengah bonus demografis, sehingga dengan itu, opsi untuk mencari sandaran hidup di negara lain dapat diminimalkan. Cita-cita tersebut bisa terealisasi dengan baik dan lancar ketika dukungan dari segenap elemen bangsa berdatangan.
Perubahan Mindset
Dalam lintasan sejarah Indonesia, para diaspora terbukti memiliki andil besar bagi perjalanan bangsa. Diaspora Indonesia terang memainkan peran vital dalam mendorong tumbuh berkembangnya nasionalisme, yang dalam perkembangannya, terlibat membidani lahirnya Indonesia modern. Tidak hanya itu, di dalam perjalanan bangsa ini, para diaspora Indonesia juga berperan dalam rancang bangun perekonomian nasional.
Hal ini ditunjukkan para diaspora Indonesia saat memasuki medio 1970-an, saat pemerintahan orde baru waktu itu sedang berkuasa. Parah intelektual ternama yang dikenal istilah “Mafia Berkeley”, tampil menjadi arsitektur ekonomi Orde Baru. Bahkan teknokrat ternama BJ Habibie, diaspora dari Jerman, berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai Presiden.
Hari ini, kita bisa melihat Rosan Perkasa Roeslani, Wakil Menteri BUMN, dulunya diaspora Indonesia dan kembali ke Indonesia di awal abad ke-21 yang kemudian turut andil dalam proses pembangunan nasional. Dan sebelumnya Archandra Tahar, Wakil Menteri ESDM 2016-2019, juga bagian dari diaspora kembali untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Saat ini bukan hanya mereka, tetapi masih banyak yang lain di profesi beragam.
Dengan potret tersebut, maka mindset yang memahami diaspora hanya dalam pengertian sempit sebagai perantau di negeri orang, perlu diubah. Diaspora harus diletakkan melampaui urusan tempat tinggal. Sebagai satu komunitas yang sarat akan potensi ilmu, ide, modal, jaringan dan pengalaman, sudah seharusnya diaspora perlu dilihat sebagai aset potensial bagi kemajuan bangsa.
Diaspora menjadi non-stateactor, yang dengan kemampuan dan potensi mereka dapat menggunakan instrumen, salah satunya soft diplomacy untuk mempromosikan kepentingan nasional (national interest) di aras global. Apalagi mengingat mereka memiliki latar belakang berbeda-beda yang semestinya bisa dimaksimalkan untuk bergerak atas nama kepentingan bangsa.
Diaspora Indonesia dapat diarahkan untuk mengisi ruang-ruang diplomasi yang belum mampu atau sulit digarap oleh aktor negara. Dalam pengertian ini, potensi diaspora untuk jangka panjang, bisa menghasilkan umpan balik yang positif bagi negara asal. Oleh karena itu, keberadaan diaspora Indonesia tak perlu dilihat dengan kacamata yang penuh curiga atau khawatir nasionalisme mereka akan pudar.
Hal yang terpenting juga adalah besarnya potensi diaspora harus dimanfaatkan secara maksimal, dengan menempatkan mereka sebagai bagian dari komponen pembangunan bangsa. Selain bagian dari komponen diplomasi, juga mereka bisa kembali untuk terlibat membangun negara secara langsung dengan mengisi ruang-ruang seperti eksekutif, legislatif, yudikatif atau bergerak di luar lingkaran trias politika terlebih seperti pengusaha.
Disamping itu, pemerintah juga perlu mempersiapkan segenap infrastruktur ekonomi yang mampu menjamin masa depan warga bangsa, sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional. Hal ini diletakkan sebagai upaya antisipatif di tengah bonus demografis, sehingga dengan itu, opsi untuk mencari sandaran hidup di negara lain dapat diminimalkan. Cita-cita tersebut bisa terealisasi dengan baik dan lancar ketika dukungan dari segenap elemen bangsa berdatangan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda