Perbuatan Memperkaya Diri Sendiri secara Melawan Hukum
Selasa, 13 Juni 2023 - 18:52 WIB
Pembuktian yang mengharuskan terdakwa wajib membuktikan keabsahan kepemilikan harta kekayaannya yang diduga berasal dari tindak pidana - pembalikan beban pembuktian- khususnya di dalam RUU Perampasan Aset; dan dalam perkara tindak pidana memperkaya diri sendiri secara melawan hukum (ilicit enrichment) - harus memiliki ketentuan mengenai tata cara proses pembuktian - terbalik karena tanpa metoda proses tersebut perampasan harta kekayaan tersangka/terdakwa tidak dapat dilaksanakan dengan efisien dan efektif.
Masalah hukum yang muncul dari kehendak menggunakan prosedur pembuktian dimaksud adalah tidak dapat digunakan untuk mengejar dan merampas aset yang di duga berasal dari tindak pidana tanpa melakukan penuntutan pidana terhadap terdangka/terdakwa pemilik harta kekayaan yan dicurigai diduga berasal dari tindak pidana- membuktikan kesalahan atas perbuatannya - cara tersebut justru akan menghambat tugas penuntutan (negara) dan semakin menjauhkan dari tujuan RUU Perampasan Aset.
Satu-satunya cara yang efisien dan efektif telah diakui di negara-negara sistem hukum Common Law adalah dengan penuntutan melalui gugatan keperdataan- in rem forfeiture yang hanya bertujuan merampas harta kekayaan saja dari pemiliknya yang diduga kuat berasal dari tindak pidana.
Sedangkan pemilik harta kekayaan dimaksud terlepas dari penuntutan pidana. Pola pembuktian dengan beban pembuktian pada terdakwa dipastikan rentan penyalahgunaan wewenang aparatur hukum dan pelanggaran hak asasi tersangka/terdakwa dan akan menimbulkan reaksi masyrakat yang keras.
Dalam hal ini diperlukan sosialisasi atas tujuan UU Perampasan Aset Tindak pidana ke masyarakat luas khususnya kepada aparatur hukum yang akan melaksanakan undang-undang tersebut.
Di dalam RUU Perampasan Aset- yang akan dibahas pemerintah dan Komisi III DPR, telah diatur mengenai tempat penampungan aset-aset perampasan yaitu di Kelola Kejaksaan selain oleh Rumah Tempat Benda Sitaan (Rupbasan) yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Masalah hukum yang muncul dari kehendak menggunakan prosedur pembuktian dimaksud adalah tidak dapat digunakan untuk mengejar dan merampas aset yang di duga berasal dari tindak pidana tanpa melakukan penuntutan pidana terhadap terdangka/terdakwa pemilik harta kekayaan yan dicurigai diduga berasal dari tindak pidana- membuktikan kesalahan atas perbuatannya - cara tersebut justru akan menghambat tugas penuntutan (negara) dan semakin menjauhkan dari tujuan RUU Perampasan Aset.
Satu-satunya cara yang efisien dan efektif telah diakui di negara-negara sistem hukum Common Law adalah dengan penuntutan melalui gugatan keperdataan- in rem forfeiture yang hanya bertujuan merampas harta kekayaan saja dari pemiliknya yang diduga kuat berasal dari tindak pidana.
Sedangkan pemilik harta kekayaan dimaksud terlepas dari penuntutan pidana. Pola pembuktian dengan beban pembuktian pada terdakwa dipastikan rentan penyalahgunaan wewenang aparatur hukum dan pelanggaran hak asasi tersangka/terdakwa dan akan menimbulkan reaksi masyrakat yang keras.
Dalam hal ini diperlukan sosialisasi atas tujuan UU Perampasan Aset Tindak pidana ke masyarakat luas khususnya kepada aparatur hukum yang akan melaksanakan undang-undang tersebut.
Di dalam RUU Perampasan Aset- yang akan dibahas pemerintah dan Komisi III DPR, telah diatur mengenai tempat penampungan aset-aset perampasan yaitu di Kelola Kejaksaan selain oleh Rumah Tempat Benda Sitaan (Rupbasan) yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
(poe)
tulis komentar anda