Eks Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud Kembali Ditetapkan Tersangka oleh KPK
Rabu, 07 Juni 2023 - 21:22 WIB
Alex menjelaskan, kasus ini bermula ketika Pemerintah Daerah PPU mendirikan tiga BUMD yang berubah nama menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Tiga Perumda itu yakni, Perumda Benuo Taka, Perumda Benuo Taka Energi dan Perumda Air Minum Danum Taka.
Abdul Gafur merupakan Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo. Ia bersama dengan DPRD menyepakati penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp18,5 miliar.
Sekira Januari 2021, Baharun selaku Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi melaporkan kepada Abdul Gafur perihal belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi perusahaannya.
Atas laporan itu, Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud. Tak berselang lama, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp3,6 miliar.
Pada Februari 2021, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Heriyanto juga menyampaikan kepada Abdul Gafur perihal masalah serupa. Tindakan yang sama dilakukan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, kata Alex, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp18,5 miliar.
"Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani AGM tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis serta administrasi yang matang," kata Alex.
"Sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp14,4 miliar," sambungnya.
Pencairan uang tersebut, kata Alex, kemudian digunakan untuk keperluan pribadi para tersangka. Di antaranya, Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6 miliar dan dipakai untuk menyewa private jet, helikopter serta mendukung dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.
Baharun diduga menerima sebesar Rp500 juta dan digunakan untuk membeli mobil; Heriyanto diduga menerima sebesar Rp3 miliar, digunakan sebagai modal proyek; dan Karim diduga menerima Rp1 miliar digunakan untuk trading forex.
Abdul Gafur merupakan Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo. Ia bersama dengan DPRD menyepakati penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp18,5 miliar.
Sekira Januari 2021, Baharun selaku Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi melaporkan kepada Abdul Gafur perihal belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi perusahaannya.
Atas laporan itu, Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud. Tak berselang lama, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp3,6 miliar.
Pada Februari 2021, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Heriyanto juga menyampaikan kepada Abdul Gafur perihal masalah serupa. Tindakan yang sama dilakukan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, kata Alex, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp18,5 miliar.
"Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani AGM tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis serta administrasi yang matang," kata Alex.
"Sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp14,4 miliar," sambungnya.
Pencairan uang tersebut, kata Alex, kemudian digunakan untuk keperluan pribadi para tersangka. Di antaranya, Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6 miliar dan dipakai untuk menyewa private jet, helikopter serta mendukung dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.
Baharun diduga menerima sebesar Rp500 juta dan digunakan untuk membeli mobil; Heriyanto diduga menerima sebesar Rp3 miliar, digunakan sebagai modal proyek; dan Karim diduga menerima Rp1 miliar digunakan untuk trading forex.
Lihat Juga :
tulis komentar anda