Kuasai Ilmu Pengetahuan dan Pengembangan Sains Jadi Kunci Atasi Pandemi
Jum'at, 24 Juli 2020 - 13:24 WIB
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19), mengajarkan banyak hal terhadap seluruh manusia di muka bumi. Pandemi juga mengingatkan manusia tentang pentingnya sains. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Amiruddin Al Rahab mengatakan pandemi ini bukan hanya terjadi kali ini.
(Baca juga: Berimbang, Positif Covid-19 Tambah 1.906 Sembuh Naik 1.909)
Hal ini dikatakan Amiruddin dalam peluncuran buku dan diskusi daring dengan tema 'Wajah Kemanusiaan di Tengah Wabah: Percikan Pemikiran', Kamis (23/7/2020). Kata dia, pada 1918 flu Spanyol merebak hingga ke Tanah Jawa dan mengakibatkan jutaan orang meninggal.
"Itu (karena) keabadian pemerintah kolonial. Kalau kita bandingkan keabadiannya sama, wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah jumlahnya paling besar, persis hari ini. Kita tidak perlu terlalu pesimis," ucap Amiruddin, Jumat (23/7/2020).
Dia mengutip pernyataan sejarawan Yuval Noah Harari, 'Manusia selalu memenangkan pertarungan dengan wabah. Alasannya, kemampuan manusia belajar tentang diri sendiri dan menyesuaikan dengan lingkungan.'
(Baca juga; 96 Jurnalis dan Pekerja Media Kena Corona, IJTI Bentuk Satgas Covid-19)
Amiruddin menerangkan, senjata utama untuk memenangkan pertarungan menghadapi pandemi Corona ini adalah ilmu pengetahuan. Dia mendesak pemerintah untuk mengembangkan sains lebih dari sekarang.
"Agar cara berpikir sains itu ada di masyarakat. Ini problem sekolah-sekolah yang menganggap sains tidak penting. Kita menghadapi virus yang harus menjawab ahli biologi dan kedokteran, tapi (orang) yang berkomentar bukan dari bidang itu," terangnya.
Dia menilai, perspektif HAM ditinggalkan dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Pada masa pandemi ini, banyak orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. "Birokrasi tidak cepat dalam menjawab. Bansos yang semestinya untuk setiap warga negara, terutama hak atas pangan," ucapnya.
(Baca juga: Berimbang, Positif Covid-19 Tambah 1.906 Sembuh Naik 1.909)
Hal ini dikatakan Amiruddin dalam peluncuran buku dan diskusi daring dengan tema 'Wajah Kemanusiaan di Tengah Wabah: Percikan Pemikiran', Kamis (23/7/2020). Kata dia, pada 1918 flu Spanyol merebak hingga ke Tanah Jawa dan mengakibatkan jutaan orang meninggal.
"Itu (karena) keabadian pemerintah kolonial. Kalau kita bandingkan keabadiannya sama, wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah jumlahnya paling besar, persis hari ini. Kita tidak perlu terlalu pesimis," ucap Amiruddin, Jumat (23/7/2020).
Dia mengutip pernyataan sejarawan Yuval Noah Harari, 'Manusia selalu memenangkan pertarungan dengan wabah. Alasannya, kemampuan manusia belajar tentang diri sendiri dan menyesuaikan dengan lingkungan.'
(Baca juga; 96 Jurnalis dan Pekerja Media Kena Corona, IJTI Bentuk Satgas Covid-19)
Amiruddin menerangkan, senjata utama untuk memenangkan pertarungan menghadapi pandemi Corona ini adalah ilmu pengetahuan. Dia mendesak pemerintah untuk mengembangkan sains lebih dari sekarang.
"Agar cara berpikir sains itu ada di masyarakat. Ini problem sekolah-sekolah yang menganggap sains tidak penting. Kita menghadapi virus yang harus menjawab ahli biologi dan kedokteran, tapi (orang) yang berkomentar bukan dari bidang itu," terangnya.
Dia menilai, perspektif HAM ditinggalkan dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Pada masa pandemi ini, banyak orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. "Birokrasi tidak cepat dalam menjawab. Bansos yang semestinya untuk setiap warga negara, terutama hak atas pangan," ucapnya.
tulis komentar anda