Film dan Representasi Sistem Hukum
Senin, 05 Juni 2023 - 11:32 WIB
Para sineas, mulai dari penulis cerita, penulis skenario, sutradara, dan produser, tidak hidup dalam ruang hampa. Kita hidup dalam suatu pranata sosial tertentu, falsasah hidup tertentu, sistem hukum tertentu, ideologi tertentu, kepentingan tertentu, dan seterusnya. Pendeknya, manusia hidup dalam kebudayaan tertentu. Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan. Dan salah satu wujud nyata kebudayaan modern adalah film.
Karena itu pula, meski feature film adalah fiksi (antara lain karena banyaknya unsur tambahan mulai dari tokoh dan dialog, teknologi, hingga dramatisasi), tetap saja –kalau mau – ada beberapa elemen yang bisa kita pelajari. Sebagai penonton, kita tidak hanya bisa menikmati seni peran yang menawan, pemandangan yang indah, cerita yang bagus, tetapi kita juga bisa belajar kondisi sosial, politik, budaya, hukum, atau apa saja yang mungkin muncul dalam film tersebut.
Sistem hukum common law yang dianut Amerika Serikat itu pada dasarnya berpijak pada konsep preseden atau stare decisis. Dalam sistem ini, hukum lebih banyak berasal dari berbagai putusan pengadilan sebelumnya ketimbang dari produk badan legislatif. Pada mulanya, putusan-putusan itu didasarkan pada tradisi dan adat kebiasaan, tetapi pada akhirnya berpijak pada preseden. Princip stare decisis itu menuntut pengadilan mengikuti putusan-putusan sebelumnya, baik yang pernah ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa.
Meski begitu, bukan berarti tidak dimungkinkan adanya “penyimpangan” dengan membuat putusan baru atau melakukan distinguishing. Hal itu boleh saja asalkan pengadilan dapat membuktikan bahwa fakta yang sedang dihadapi berlainan dengan fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu. Fakta yang baru itu harus dinyatakan tidak serupa dengan fakta yang telah mempunyai preseden.
Sejarah common law ini cukup panjang. Ia berasal dari Inggris Abad Pertengahan dan masih bisa dijumpai di banyak negara yang pernah diduduki oleng Inggris. Karena Amerika Serikat pada mulanya adalah koloni Inggris, tidak mengherankan bahwa dalam banyak hal sistem hukum di Amerika Serikat mengikuti prinsip-prinsip common law.
Di luar urusan proses peradilan, Amerika Serikat juga memiliki Konstutusi tertulis dan kode-kode tertulis juga. Tetapi, khusunya dalam persidangan di pengadilan, semuanya tunduk pada interpretasi pengadilan dan putusan-putusan itu kemudian menjadi preseden.
Jadi, meski preseden memainkan peran penting, tidak semua hukum yang ada di Amerika Serikat dihasilkan dari kasus yang diputuskan oleh hakim. Sistem hukum Amerika Serikat diatur pula oleh Konstitusi tertulis dan juga oleh undang-undang yang ditetapkan oleh segenap anggota perwakilan yang terpilih. Undang-undang ini dikenal dengan nama Himpunan Undang-Undang atau Hukum Undang-Undang.
Secara umum, peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat digolongkan sesuai dengan sumbernya, yakni Hukum Konstitusi, Hukum Kasus, Hukum Undang-Undang, atau berbagai peraturan administrasi lainnya. Sumber-sumber hukum ini dapat dijumpai dalam pemerintahan federal dan sistem hukum yang berlaku di negara bagian.
Sedangkan Indonesia, yang menganut civil law (berasal dari Hukum Kekaisaran Romawi), juga mempunyai ciri-ciri khusus. Pertama, adanya kodifikasi berupa undang-undang tertulis seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang tertulis lainnya. Kodifikasi dianggap perlu untuk menciptakan keseragaman dan kepastian hukum di tengah-tengah keberagaman masyarakat dan persoalannya.
Kedua, hakim tidak terikat dengan preseden sehingga undang-undanglah yang menjadi rujukan utama. Ketiga, sistem peradilannya bersifat inkuisitorial. Maksudnya, hakim pidana mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan harus cermat dalam menilai bukti. Hal ini agar hakim memperoleh gambaran yang lengkap dalam menilai alat bukti dan menerapkan pasal yang tepat.
Karena itu pula, meski feature film adalah fiksi (antara lain karena banyaknya unsur tambahan mulai dari tokoh dan dialog, teknologi, hingga dramatisasi), tetap saja –kalau mau – ada beberapa elemen yang bisa kita pelajari. Sebagai penonton, kita tidak hanya bisa menikmati seni peran yang menawan, pemandangan yang indah, cerita yang bagus, tetapi kita juga bisa belajar kondisi sosial, politik, budaya, hukum, atau apa saja yang mungkin muncul dalam film tersebut.
Sistem hukum common law yang dianut Amerika Serikat itu pada dasarnya berpijak pada konsep preseden atau stare decisis. Dalam sistem ini, hukum lebih banyak berasal dari berbagai putusan pengadilan sebelumnya ketimbang dari produk badan legislatif. Pada mulanya, putusan-putusan itu didasarkan pada tradisi dan adat kebiasaan, tetapi pada akhirnya berpijak pada preseden. Princip stare decisis itu menuntut pengadilan mengikuti putusan-putusan sebelumnya, baik yang pernah ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa.
Meski begitu, bukan berarti tidak dimungkinkan adanya “penyimpangan” dengan membuat putusan baru atau melakukan distinguishing. Hal itu boleh saja asalkan pengadilan dapat membuktikan bahwa fakta yang sedang dihadapi berlainan dengan fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu. Fakta yang baru itu harus dinyatakan tidak serupa dengan fakta yang telah mempunyai preseden.
Sejarah common law ini cukup panjang. Ia berasal dari Inggris Abad Pertengahan dan masih bisa dijumpai di banyak negara yang pernah diduduki oleng Inggris. Karena Amerika Serikat pada mulanya adalah koloni Inggris, tidak mengherankan bahwa dalam banyak hal sistem hukum di Amerika Serikat mengikuti prinsip-prinsip common law.
Di luar urusan proses peradilan, Amerika Serikat juga memiliki Konstutusi tertulis dan kode-kode tertulis juga. Tetapi, khusunya dalam persidangan di pengadilan, semuanya tunduk pada interpretasi pengadilan dan putusan-putusan itu kemudian menjadi preseden.
Jadi, meski preseden memainkan peran penting, tidak semua hukum yang ada di Amerika Serikat dihasilkan dari kasus yang diputuskan oleh hakim. Sistem hukum Amerika Serikat diatur pula oleh Konstitusi tertulis dan juga oleh undang-undang yang ditetapkan oleh segenap anggota perwakilan yang terpilih. Undang-undang ini dikenal dengan nama Himpunan Undang-Undang atau Hukum Undang-Undang.
Secara umum, peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat digolongkan sesuai dengan sumbernya, yakni Hukum Konstitusi, Hukum Kasus, Hukum Undang-Undang, atau berbagai peraturan administrasi lainnya. Sumber-sumber hukum ini dapat dijumpai dalam pemerintahan federal dan sistem hukum yang berlaku di negara bagian.
Sedangkan Indonesia, yang menganut civil law (berasal dari Hukum Kekaisaran Romawi), juga mempunyai ciri-ciri khusus. Pertama, adanya kodifikasi berupa undang-undang tertulis seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang tertulis lainnya. Kodifikasi dianggap perlu untuk menciptakan keseragaman dan kepastian hukum di tengah-tengah keberagaman masyarakat dan persoalannya.
Kedua, hakim tidak terikat dengan preseden sehingga undang-undanglah yang menjadi rujukan utama. Ketiga, sistem peradilannya bersifat inkuisitorial. Maksudnya, hakim pidana mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan harus cermat dalam menilai bukti. Hal ini agar hakim memperoleh gambaran yang lengkap dalam menilai alat bukti dan menerapkan pasal yang tepat.
tulis komentar anda