Koalisi Tembakau Desak Pasal 154-155 Dihapus dari RUU Kesehatan
Jum'at, 26 Mei 2023 - 20:42 WIB
JAKARTA - Koalisi Tembakau mendesak pemerintah dan DPR mengeluarkan Pasal 154-155 dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Pasal ini memasukkan produk tembakau pada bagian dari zat adiktif bersama narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol.
Pimpinan Koalisi Tembakau, Bambang Elf menyatakan, memasukkan tembakau sebagai bagian dari zat adiktif dikhawatirkan akan menyebabkan munculnya aturan yang mengekang tembakau karena posisinya disetarakan dengan narkoba.
"Ini tentu akan menimbulkan polemik lain karena merugikan banyak pihak yang bekerja di industri tembakau. Apalagi industri tembakau merupakan industri yang memberikan dampak besar bagi negara," kata Bambang dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU Kesehatan Omnibus Law di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Menurut Bambang, tembakau telah sejak lama menjadi penopang kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian rumah tangga, tapi juga komunitas, masyarakat, daerah, dan negara.
"Kontribusi yang signifikan juga bisa kita lihat dari penerimaan negara dan pembangunan setiap tahunnya, luar biasa besar dibanding lumbung ekonomi lainnya. Ini membuat tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014," kata Bambang.
Selain memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional, lanjut dia, ekosistem pertembakauan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Ia menjelaskan ada 6 juta tenaga kerja mulai dari hulu hingga hilir yang penghidupannya bergantung pada ekosistem pertembakauan.
"6 juta pekerja ini bukan fiktif, tapi benar-benar nyata adanya. Kalau mau kita rinci antara lain petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, ritel, pekerja kreatif, sampai ke kertas rokok juga menyerap banyak sekali tenaga kerja," katanya.
Koalisi Tembakau yang terdiri dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo), dan akademisi mendesak pasal 154-155 dihapus dari RUU Kesehatan. FOTO/IST
Pimpinan Koalisi Tembakau, Bambang Elf menyatakan, memasukkan tembakau sebagai bagian dari zat adiktif dikhawatirkan akan menyebabkan munculnya aturan yang mengekang tembakau karena posisinya disetarakan dengan narkoba.
"Ini tentu akan menimbulkan polemik lain karena merugikan banyak pihak yang bekerja di industri tembakau. Apalagi industri tembakau merupakan industri yang memberikan dampak besar bagi negara," kata Bambang dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU Kesehatan Omnibus Law di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Menurut Bambang, tembakau telah sejak lama menjadi penopang kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian rumah tangga, tapi juga komunitas, masyarakat, daerah, dan negara.
"Kontribusi yang signifikan juga bisa kita lihat dari penerimaan negara dan pembangunan setiap tahunnya, luar biasa besar dibanding lumbung ekonomi lainnya. Ini membuat tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014," kata Bambang.
Selain memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional, lanjut dia, ekosistem pertembakauan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Ia menjelaskan ada 6 juta tenaga kerja mulai dari hulu hingga hilir yang penghidupannya bergantung pada ekosistem pertembakauan.
"6 juta pekerja ini bukan fiktif, tapi benar-benar nyata adanya. Kalau mau kita rinci antara lain petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, ritel, pekerja kreatif, sampai ke kertas rokok juga menyerap banyak sekali tenaga kerja," katanya.
Koalisi Tembakau yang terdiri dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Asosiasi Penghantar Nikotin Elektrik (Apnnindo), dan akademisi mendesak pasal 154-155 dihapus dari RUU Kesehatan. FOTO/IST
tulis komentar anda