BKPM Butuh Anggaran untuk Kawal Relokasi

Rabu, 22 Juli 2020 - 07:03 WIB
Potensi perusahaan asing melakukan relokasi ke Indonesia memang sangat besar, tetapi mampukah Indonesia menangkap potensi itu secara maksimal? Ilustrasi/SINDOnews
PENANTIAN relokasi perusahaan asing ke Indonesia akhirnya berbuah juga. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sendiri yang mengumumkan bahwa ada tujuh perusahaan asing siap berkiprah di negeri ini. Hal itu dikemukakan Presiden Jokowi saat berkunjung ke Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Bahkan, sebagian dari perusahaan asing yang sudah berkomitmen beroperasi di Indonesia akan melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pada bulan ini. Adapun nilai investasi dari ketujuh perusahaan tersebut sebesar USD850 juta yang diperkirakan mampu menyerap 30.000 tenaga kerja. Pemerintah berharap jejak tujuh perusahaan yang direlokasi dari China, Jepang, dan Korea Selatan dapat diikuti perusahaan asing lain yang lebih banyak lagi.

Dari sebanyak tujuh perusahaan asing tersebut langsung direlokasi ke KIT Batang sebanyak tiga perusahaan. Ada empat perusahaan disebar ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Sumatera Utara. Berdasarkan daftar yang dipublikasikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ketujuh perusahaan asing yang direlokasi adalah PT Meiloon Technology Indonesia relokasi dari Suzhou, China. PT Sagami Indonesia dan PT Kenda Rubber Indonesia relokasi dari Shenzen, China. PT CDS Asia relokasi dari Xiamen, China. PT Panasonic Manufacturing Indonesia relokasi dari China, PT Denso Indonesia relokasi dari Jepang, dan PT LG Electronics Indonesia relokasi dari Korea Selatan yang berencana menjadikan Indonesia sebagai regional hub baru yang menjangkau pasar Asia dan Australia.

Selain itu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga membeberkan bahwa masih ada 17 perusahaan asing yang siap merelokasi atau memindahkan pabrik ke Indonesia. Pihak BKPM menargetkan prosedur perizinan investasi puluhan perusahaan yang siap beroperasi di Indonesia itu selesai pada akhir tahun ini. Adapun nilai investasi untuk 17 perusahaan tersebut diperkirakan sebesar USD37 miliar dan diprediksi mampu menyerap 112.000 tenaga kerja. Tidak hanya itu, Bahlil yang pernah menakhodai Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) juga mengungkapkan bahwa masih terdapat 119 perusahaan asing yang berpotensi relokasi ke Indonesia. Adapun nilai investasi dari 119 perusahaan asing itu diperkirakan USD41,392 miliar yang bisa menyerap 162.000 tenaga kerja.

Potensi perusahaan asing melakukan relokasi ke Indonesia memang sangat besar, tetapi mampukah Indonesia menangkap potensi itu secara maksimal? Persoalannya, Indonesia selama ini selalu kalah bersaing menjemput investor asing dengan Thailand dan Vietnam. Tiga masalah klasik yang selalu menghadang investor asing, yakni soal lahan atau tanah, ketenagakerjaan, dan aturan yang sampai saat ini masih melilit dan sulit diurai. Vietnam, sebagai pesaing utama Indonesia dalam menarik investor, sudah berhasil melenyapkan ketiga persoalan klasik tersebut. Indonesia kalah telak dengan Vietnam dalam urusan tanah yang dibutuhkan investor. Harga tanah di Vietnam lebih murah dibanding di Indonesia. Bahkan pemerintah di sana berani menawarkan tanah gratis untuk digunakan investor.



Selanjutnya, masalah ketenagakerjaan juga menjadi sorotan calon investor. Gaji pekerja di Indonesia dinilai lebih tinggi dari sejumlah negara yang juga menggelar karpet merah buat investor seperti Vietnam. Selain itu, tenaga kerja di Indonesia di mata investor asing terlalu banyak tuntutan sehingga berpengaruh pada produktivitas bila tuntutannya tidak dipenuhi. Lalu, soal aturan, Bahlil Lahadalia menyebut terkesan dibuat agar Indonesia tidak kompetitif dibandingkan negara-negara lain. Contoh, investor asing memang sangat mudah mendapatkan nomor induk berusaha (NIB), sayangnya dengan NIB di tangan tidak bisa langsung membuat kegiatan usaha karena butuh sejumlah izin lagi yang prosesnya memakan waktu. Belum lagi aturan yang kontra antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang kerap membingungkan investor.

Memang, pemerintah tidak berpangku tangan mengatasi persoalan klasik tersebut, namun untuk melenyapkan dalam waktu sekejap tentu tidak mungkin dan dibutuhkan waktu dan langkah serius dengan strategi yang tepat. Selain masalah klasik yang dipertanyakan investor, secara internal BKPM sendiri punya masalah serius terkait anggaran. Tahun depan, alokasi anggaran untuk BKPM sebesar Rp439,5 miliar atau turun 24% dari anggaran tahun 2020 yang tercatat Rp585 miliar. Pihak BKPM mengusulkan penambahan anggaran menjadi sebesar Rp509 miliar pada 2021. Tambahan dana itu dinilai sangat mendesak, sebab BKPM sudah menganggarkan Rp Rp120 miliar untuk memfasilitasi 40 perusahaan yang bakal cabut dari China ke Indonesia. Diperkirakan biaya setiap perusahaan tak kurang dari Rp3 miliar. Ibarat memancing untuk mendapatkan ikan besar dibutuhkan umpan besar juga.
(ras)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More