PDIP Ingatkan Demokrat Tak Usah Campur Tangan Urusan Gibran
Senin, 20 Juli 2020 - 15:49 WIB
JAKARTA - Perilaku elite Partai Demokrat yang mencampuri urusan internal PDI Perjuangan dalam penetapan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Solo menuai reaksi dari pengurus PDIP.
Ketua DPC PDIP Tangerang Selatan (Tangsel) Wanto Sugito mengaku heran dengan perilaku elite Demokrat yang seakan “repot” di media massa maupun sosial media tentang kiprah partainya dalam pencalonan Gibran.
"Kenapa petinggi Demokrat harus repot mempertanyakan soal penetapan Gibran Rakabuming sebagai calon Wali Kota Solo yang diusung PDI Perjuangan?" tanya Wanto, Senin (20/7/2020). (Baca juga: Beda Gibran dengan AHY saat Maju Pilkada)
Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon menuding bahwa ada deal yang dilakukan Presiden Jokowi di Istana terkait majunya Gibran di akun media sosial miliknya. Diapun meminta Jokowi dan para elite politik PDI Perjuangan memberikan klarifikasinya.
Menanggapi itu, Wanto yang juga menjabat Sektetaris Jenderal Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap PDI Perjuangan balik mengancam Demokrat. "Apa perlu dibuka jejak digital, saat SBY di Istana kerap bicara tentang partai Demokrat?" tandas Wanto.
Wanto merasa heran Demokrat tampak sibuk mengurusi internal PDIP, sementara “dapur” internal Demokrat sendiri dianggap bermasalah.
Yang dia maksud adalah pemberitaan bahwa penetapan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi digugat pendirinya. Di antara pendirinya adalah Subur Sembiring, Hengki Luntungan, Murtada Sinuraya yang tergabung dalam FKPD (Forum Komunikasi Pendiri dan deklarator) Partai Demokrat.
Aktivis 98 ini mengatakan sebaiknya demokrat menyelesaikan urusan internalnya. "Jadi lebih baik Demokrat fokus dulu di internalnya dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung di Pilkada 2020 daripada meramaikan soal penetapan Gibran," ujarnya.
Wanto juga menegaskan bahwa Demokrat seharusnya sadar dan lebih berkaca diri untuk tidak banyak berkomentar sinis tentang penetapan Gibran sebagai calon wali kota Solo dan akan membentuk dinasti politik. Apalagi diketahui bahwa Demokrat tidak memiliki kursi di DPRD Surakarta.
Menurutnya, apa yang dilontarkan ke media dan medsos ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. "Seandainya Pak Jokowi membuka pintu koalisi kepada Demokrat, bisa ditebak SBY akan segera menyodorkan nama AHY masuk ke kabinet. Jadi meributkan dan mengaitkan dinasti politik ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri," tandasnya.
Bagi PDI Perjuangan, pengumuman 45 calon kepala daerah oleh Megawati Soekarnoputri adalah mandat yang harus dilaksanakan dengan kerja keras demi memenangkan suara rakyat.
Semua kader PDI Perjuangan dan para calon pemimpin daerah yang diusung PDI Perjuangan harus turun ke bawah bergerak bersama dalam satu rampak barisan. "Seharusnya ada kesadaran bahwa cuitan di medsos itu tidak akan memenangkan suara rakyat. Tapi menangis dan tertawa bersama rakyatlah yang membuat kita bahagia,” ujarnya.
Ketua DPC PDIP Tangerang Selatan (Tangsel) Wanto Sugito mengaku heran dengan perilaku elite Demokrat yang seakan “repot” di media massa maupun sosial media tentang kiprah partainya dalam pencalonan Gibran.
"Kenapa petinggi Demokrat harus repot mempertanyakan soal penetapan Gibran Rakabuming sebagai calon Wali Kota Solo yang diusung PDI Perjuangan?" tanya Wanto, Senin (20/7/2020). (Baca juga: Beda Gibran dengan AHY saat Maju Pilkada)
Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon menuding bahwa ada deal yang dilakukan Presiden Jokowi di Istana terkait majunya Gibran di akun media sosial miliknya. Diapun meminta Jokowi dan para elite politik PDI Perjuangan memberikan klarifikasinya.
Menanggapi itu, Wanto yang juga menjabat Sektetaris Jenderal Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap PDI Perjuangan balik mengancam Demokrat. "Apa perlu dibuka jejak digital, saat SBY di Istana kerap bicara tentang partai Demokrat?" tandas Wanto.
Wanto merasa heran Demokrat tampak sibuk mengurusi internal PDIP, sementara “dapur” internal Demokrat sendiri dianggap bermasalah.
Yang dia maksud adalah pemberitaan bahwa penetapan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi digugat pendirinya. Di antara pendirinya adalah Subur Sembiring, Hengki Luntungan, Murtada Sinuraya yang tergabung dalam FKPD (Forum Komunikasi Pendiri dan deklarator) Partai Demokrat.
Aktivis 98 ini mengatakan sebaiknya demokrat menyelesaikan urusan internalnya. "Jadi lebih baik Demokrat fokus dulu di internalnya dan mempersiapkan kadernya untuk bertarung di Pilkada 2020 daripada meramaikan soal penetapan Gibran," ujarnya.
Wanto juga menegaskan bahwa Demokrat seharusnya sadar dan lebih berkaca diri untuk tidak banyak berkomentar sinis tentang penetapan Gibran sebagai calon wali kota Solo dan akan membentuk dinasti politik. Apalagi diketahui bahwa Demokrat tidak memiliki kursi di DPRD Surakarta.
Menurutnya, apa yang dilontarkan ke media dan medsos ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. "Seandainya Pak Jokowi membuka pintu koalisi kepada Demokrat, bisa ditebak SBY akan segera menyodorkan nama AHY masuk ke kabinet. Jadi meributkan dan mengaitkan dinasti politik ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri," tandasnya.
Bagi PDI Perjuangan, pengumuman 45 calon kepala daerah oleh Megawati Soekarnoputri adalah mandat yang harus dilaksanakan dengan kerja keras demi memenangkan suara rakyat.
Semua kader PDI Perjuangan dan para calon pemimpin daerah yang diusung PDI Perjuangan harus turun ke bawah bergerak bersama dalam satu rampak barisan. "Seharusnya ada kesadaran bahwa cuitan di medsos itu tidak akan memenangkan suara rakyat. Tapi menangis dan tertawa bersama rakyatlah yang membuat kita bahagia,” ujarnya.
(nbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda