Saran SBY Agar Sistem Pemilu Lebih Sempurna dan Tertata
Sabtu, 18 Februari 2023 - 23:36 WIB
JAKARTA - Diskursus mengenai perubahan sistem pemilihan umum ( pemilu ) masih bergulir seiring masuknya berjalannya gugatan di Mahkamah Kontitusi (MK). Presiden Ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) pun ikut andil memberikan pendapat.
Melalui tulisan yang diunggahnya lewat akun Facebook pribadinya, SBY mempertanyakan efektivitas pelaksanaan pemilu tahapannya sudah mulai berjalan, tetapi berpotensi berubah di tengah jalan akibat putisan MK. Menurut SBY, peluang mengubah sistem pemilu terbuka lebar.
Hanya, dia berpendapat sebaiknya sistem proposional yang saat ini digunakan diubah pada waktu yang tepat. SBY mengistilahkannya dengan "masa tenang", dilakukan dengan musyawarah alih-alih mengambil jalan pintas dengan mengajukan gugatan ke MK.
SBY meyakini sistem pemilu di Indonesia bisa disempurnakan dan ditata lebih baik, namun bukan sekadar dari proposional terbuka atau tertutup semata.
"Dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi, baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Apa yang saya maksud? Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal," tulis SBY, dikutip Sabtu (18/2/2023).
Menurut dia, lembaga negara eksekutif, legislatif dan yudikatif tak boleh memakai kekuatan berlebih untuk melakukan perubahan mendasar, terlebih menyangkut hajat hidup masyarakat. Mengubah sistem pemilu, kata SBY, bukanlah hal yang biasa.
"Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa,' untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik 'yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah,' tentu juga bukan pilihan kita. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama," tutur SBY.
SBY menekankan bahwa rakyat perlu mendapat penjelasan soal perbedaan sistem pemilu terbuka dan tertutup. Sebab rakyatlah yang berdaulat dalam pemilu.
"Mereka harus tahu bahwa kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang hakikatnya menentukan kemudian siapa orang yang akan jadi wakil mereka," tutur SBY.
"Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau keduanya ~ partai dan orangnya. "Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi," kata SBY.
Melalui tulisan yang diunggahnya lewat akun Facebook pribadinya, SBY mempertanyakan efektivitas pelaksanaan pemilu tahapannya sudah mulai berjalan, tetapi berpotensi berubah di tengah jalan akibat putisan MK. Menurut SBY, peluang mengubah sistem pemilu terbuka lebar.
Hanya, dia berpendapat sebaiknya sistem proposional yang saat ini digunakan diubah pada waktu yang tepat. SBY mengistilahkannya dengan "masa tenang", dilakukan dengan musyawarah alih-alih mengambil jalan pintas dengan mengajukan gugatan ke MK.
SBY meyakini sistem pemilu di Indonesia bisa disempurnakan dan ditata lebih baik, namun bukan sekadar dari proposional terbuka atau tertutup semata.
"Dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi, baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Apa yang saya maksud? Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal," tulis SBY, dikutip Sabtu (18/2/2023).
Menurut dia, lembaga negara eksekutif, legislatif dan yudikatif tak boleh memakai kekuatan berlebih untuk melakukan perubahan mendasar, terlebih menyangkut hajat hidup masyarakat. Mengubah sistem pemilu, kata SBY, bukanlah hal yang biasa.
"Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa,' untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik 'yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah,' tentu juga bukan pilihan kita. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama," tutur SBY.
SBY menekankan bahwa rakyat perlu mendapat penjelasan soal perbedaan sistem pemilu terbuka dan tertutup. Sebab rakyatlah yang berdaulat dalam pemilu.
"Mereka harus tahu bahwa kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang hakikatnya menentukan kemudian siapa orang yang akan jadi wakil mereka," tutur SBY.
"Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau keduanya ~ partai dan orangnya. "Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi," kata SBY.
(muh)
tulis komentar anda