Mahkamah Konstitusi Kembali Diuji

Kamis, 09 Februari 2023 - 18:26 WIB
Seorang hakim dituntut untuk menjaga kehormatan dan martabatnya dalam menjalankan tugasnya dengan berpedoman pada kode etik yang telah ditentukan. Etika profesi, kode etik, merupakan bentuk konkret daripada aturan etika, moral, dan agama.

Etika profesi hakim menggambarkan bagaimana seharusnya seorang hakim yang berkepribadian baik itu. Etika merupakan landasan yang harus dijunjung oleh seorang profesional hakim dalam menjalankan putusannya. Karena keputusan hakim (judgement), adalah bentuk keadilan berdasarkan atas hukum.

Kode etik merupakan inti yang melekat pada profesi hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Kode etik menuntun hakim untuk berintegritas dan profesional. Mematuhi etika bermakna menegakkan kode etik. Kode etik tegak jika hakim sebagai wakil Tuhan bersikap profesional dan berintegritas.

Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut tanggung jawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dua kata, keadilan dan nama tuhan ini sebuah kata yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam pelaksanaannya.

Hakim MK harus menjungjung kode etik hakim, para hakim MK yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik harus dikenai sanksi yang berat.

Kaitannya dengan persoalan di atas, yakni masalah tersebut telah mencoreng nama baik MK. Nama baik yang coba dibangun kembali pasca serangkaian kasus hakim sebelumnya-sebelumnya.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mulia yang diatur secara tegas dalam konstitusi. Jika kekuasaan kehakiman dapat dijalankan dengan tegas, cermat, dan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun juga sebagai kekuatan moral yang tinggi, maka kekuasaan kehakiman akan menjadi kekuasaan yang disegani.

Asas kebebasan kehakiman yang bebas dan merdeka diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945, pada Pasal 24 ayat (1), berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Adanya jaminan konstitusi tersebut, maka seharusnya hakim menjalankan tugasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan bebas dari segala tekanan dari pihak mana pun juga, sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Richard D. Aldrich mengatakan terkait kemerdekaan kekuasaan kehakiman berarti: bahwa para hakim sendiri harus tetap bebas dari pengaruh, kecuali atas perintah hukum, konstitusi, keputusan yang dipertimbangkan pemikiran sehat, preseden hukum, dan perintah hati nurani para hakim sendiri).
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More