Fair Use dan Fair Dealing dalam UU Hak Cipta
Kamis, 09 Februari 2023 - 12:49 WIB
Lalu, penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan. Selanjutnya penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Lalu, ada pasal “Pembatasan Hak Cipta” (pasal 43) yang mengatakan bahwa beberapa perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, yang meliputi: a. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; b. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan; c. pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau d. pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan / atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut. e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian / lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain kedua pasal tersebut di atas, Anda bisa menengok pasal-pasal lain seperti Pasal 44 Ayat 1; Pasal 44 ayat 2; Pasal 45 ayat 1; Pasal 46 ayat 1; Pasal 47; Pasal 48; dan Pasal 49 yang boleh dianggap sebagai fair use atau fair dealing. Jadi, sekali lagi, tujuan dari fair use dan fair dealing ini adalah untuk menyeimbangkan antara hak-hak dari pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi serta memanfaatkan kemajuan teknologi. Anggap saja fair use dan fair dealing ini semacam “pelabuhan yang aman” bagi masyarakat atau kreator untuk mengambil secara terbatas karya orang lain atau karya yang memang diizinkan dimbil oleh undang-undang.
Di Amerika Serikat, doktrin fair use diatur dalam Section 107 Copyright Act 1976. Di situ terdapat empat parameter untuk mengukur sebuah penggunaan ciptaan bisa dikategorikan sebagai fair use atau tidak, yakni the purpose and characteer of the use; the nature of the copyrighted work; the quantity and importance of the material used; dan the effect of the use upon potenstial market or value of the copyrighted work.
Namun, sebagai latar belakang, menurut Michael Donaldson dan Lisa Calliff dalam Clearance & Copyright, konsep “penggunaan yang wajar” ini pertama kali diperkenalkan ke dalam undang-undang hak cipta AS oleh pengadilan di Massachusetts pada tahun 1841. Ketika itu, Pendeta Charles W. Upham menulis dua jilid buku setebal 866 halaman tentang George Washington. Sebanyak 353 halaman dari kedua jilid itu berasal dari surat-surat yang ditulis oleh George Washington. Surat-surat ini sumbernya adalah koleksi milik Sparks, yang telah membelinya, mengarsipkannya, menerbitkannya, dan - yang paling penting - memiliki hak cipta untuk mereka.
Jadi, buku Pendeta Upham hampir seluruhnya didasarkan pada surat-surat itu. Tanpa surat-surat itu, buku tersebut kurang berarti. Terlebih lagi, Pendeta Upham mengambil bagian surat yang paling menarik dan berharga. Spark menggugat pendeta Upham karena dianggap melakukan pelanggaran hak cipta. Pendeta. Upham berargumen, "Wajar kalau saya bisa menggunakan surat-surat ini dalam buku saya."
Tapi pengadilan memenangkan Sparks. Saat itu, tidak ada kasus “penggunaan yang wajar” di AS, sehingga hakim harus membuat logika untuk kesimpulannya. Singkat cerita,.sejak itu pengadilan terus mengembangkan dan menyempurnakan konsep fair use dan fair dealing ini selama hampir 175 tahun.
Namun, penggunaan yang wajar bukanlah undangan untuk merampas kekayaan intelektual orang lain alih-alih menciptakan karya Anda sendiri. Penggunaan yang wajar hanyalah pembatasan dan pengecualian atas hak monopolistik yang diberikan oleh hukum kepada pemilik hak cipta. Fair use dan fair dealing memungkinkan Anda membuat sesuatu yang baru dengan menggunakan kreasi orang lain sebagai bahan atau salah satu elemen dalam campuran baru, karya baru.
Lalu, ada pasal “Pembatasan Hak Cipta” (pasal 43) yang mengatakan bahwa beberapa perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, yang meliputi: a. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; b. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan; c. pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau d. pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan / atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut. e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian / lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain kedua pasal tersebut di atas, Anda bisa menengok pasal-pasal lain seperti Pasal 44 Ayat 1; Pasal 44 ayat 2; Pasal 45 ayat 1; Pasal 46 ayat 1; Pasal 47; Pasal 48; dan Pasal 49 yang boleh dianggap sebagai fair use atau fair dealing. Jadi, sekali lagi, tujuan dari fair use dan fair dealing ini adalah untuk menyeimbangkan antara hak-hak dari pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi serta memanfaatkan kemajuan teknologi. Anggap saja fair use dan fair dealing ini semacam “pelabuhan yang aman” bagi masyarakat atau kreator untuk mengambil secara terbatas karya orang lain atau karya yang memang diizinkan dimbil oleh undang-undang.
Di Amerika Serikat, doktrin fair use diatur dalam Section 107 Copyright Act 1976. Di situ terdapat empat parameter untuk mengukur sebuah penggunaan ciptaan bisa dikategorikan sebagai fair use atau tidak, yakni the purpose and characteer of the use; the nature of the copyrighted work; the quantity and importance of the material used; dan the effect of the use upon potenstial market or value of the copyrighted work.
Namun, sebagai latar belakang, menurut Michael Donaldson dan Lisa Calliff dalam Clearance & Copyright, konsep “penggunaan yang wajar” ini pertama kali diperkenalkan ke dalam undang-undang hak cipta AS oleh pengadilan di Massachusetts pada tahun 1841. Ketika itu, Pendeta Charles W. Upham menulis dua jilid buku setebal 866 halaman tentang George Washington. Sebanyak 353 halaman dari kedua jilid itu berasal dari surat-surat yang ditulis oleh George Washington. Surat-surat ini sumbernya adalah koleksi milik Sparks, yang telah membelinya, mengarsipkannya, menerbitkannya, dan - yang paling penting - memiliki hak cipta untuk mereka.
Jadi, buku Pendeta Upham hampir seluruhnya didasarkan pada surat-surat itu. Tanpa surat-surat itu, buku tersebut kurang berarti. Terlebih lagi, Pendeta Upham mengambil bagian surat yang paling menarik dan berharga. Spark menggugat pendeta Upham karena dianggap melakukan pelanggaran hak cipta. Pendeta. Upham berargumen, "Wajar kalau saya bisa menggunakan surat-surat ini dalam buku saya."
Tapi pengadilan memenangkan Sparks. Saat itu, tidak ada kasus “penggunaan yang wajar” di AS, sehingga hakim harus membuat logika untuk kesimpulannya. Singkat cerita,.sejak itu pengadilan terus mengembangkan dan menyempurnakan konsep fair use dan fair dealing ini selama hampir 175 tahun.
Namun, penggunaan yang wajar bukanlah undangan untuk merampas kekayaan intelektual orang lain alih-alih menciptakan karya Anda sendiri. Penggunaan yang wajar hanyalah pembatasan dan pengecualian atas hak monopolistik yang diberikan oleh hukum kepada pemilik hak cipta. Fair use dan fair dealing memungkinkan Anda membuat sesuatu yang baru dengan menggunakan kreasi orang lain sebagai bahan atau salah satu elemen dalam campuran baru, karya baru.
(wur)
tulis komentar anda