SK Menpora Menggantung Bolae
A
A
A
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) akhirnya membekukan kepengurusan PSSI hasil Kongres Luar Biasa melalui Surat Keputusan Nomor 01307 Tahun 2015 tertanggal 17 April 2015.
Cukup banyak pihak menilai bahwa surat Menkumham tersebut sejatinya salah alamat karena seharusnya ditujukan kepada PT Liga Indonesia, bukan kepada PSSI. Surat itu berisi pembekuan PSSI karena tidak menanggapi surat teguran pertama (8 April) dan tidak memberikan jawaban yang relevan dengan isi surat teguran kedua (15 April).
PSSI juga tidak menjawab surat peringatan ketiga (16 April) sampai tenggat 24 jam berakhir. Semua surat teguran tersebut berkaitan dengan kisruh kompetisi Liga Super Indonesia (LSI). PSSI dan PT Liga Indonesia dinilai mengabaikan rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia yang mencoret Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dari daftar peserta kompetisi LSI 2015 karena adanya klaim kepemilikan ganda.
Namun ternyata kedua klub tetap melaksanakan dua pertandingan di kandang masing-masing. Secara yuridis dan organisatoris, kewenangan menanggapi rekomendasi pencoretan Arema dan Persebaya dari BOPI ada pada PT Liga Indonesia selaku operator Liga Super Indonesia alias QNB League.
Seharusnya Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui BOPI memberikan kesempatan lagi bagi Arema dan Persebaya yang hanya tinggal menuntaskan urusan administrasi mengenai proses rekonsiliasi kepengurusan di klub masing-masing. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan, ormas hanya bisa dibubarkan bila melanggar ideologi negara dan melakukan tindakan makar.
Sebagai ormas, PSSI hanya bisa dibubarkan oleh pengurusnya menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PSSI. Dalam sepak bola Indonesia tidak terjadi pelanggaran atas dua alasan hukum yang memungkinkan dilakukannya pembubaran PSSI sebagai suatu ormas tersebut.
Sebagai ormas, PSSI tidak bisa dibubarkan oleh Menpora. Soal kelembagaan ormas, kewenangannya ada di Kementerian Hukum dan HAM RI, bukan beradadiKementerianPemuda dan Olahraga. Di titik inilah sejatinya Menpora perlu meninjau ulang surat keputusan (beschikking ) yang telah telanjur ditetapkannya tersebut.
Dalam teori hukum administrasi negara, suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh seorang pejabat tata usaha negara selalu terbuka kemungkinan untuk dicabut kembali oleh pejabat tata usaha negara yang menetapkannya melalui mekanisme executive review.
Jika Menpora tidak bersedia mencabutnya, UU Administrasi Pemerintahan membuka peluang bagi pengurus PSSI yang baru untuk mengajukan upaya administratif terhadap SK tersebut melalui langkah pengajuan keberatan (administratieve bezwaar ) kepada pejabat yang menetapkan (Menpora) maupun banding administratif (administratieve beroep) kepada atasan pejabat yang menetapkan suatu keputusan tata usaha negara (baca: Presiden RI).
Jika setelah melalui kedua langkah tersebut upaya hukum PSSI belum membuahkan hasil, masih tersedia upaya hukum bagi pengurus PSSI untuk menggugat Surat Keputusan Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Badan sepak bola dunia (FIFA) yang bermarkas di Zurich, Swiss, belum bisa memberikan komentar lebih jauh tentang pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dilakukan Menpora Imam Nahrawi. David Noemi, salah seorang juru bicara FIFA, menyatakan sedang memantau dan mempelajari situasi mengenai pembekuan PSSI tersebut sehingga belum bisa memberikan komentar atau mengambil sikap tertentu.
Noemi hanya mengingatkan bahwa pada tanggal 10 April 2015 FIFA telah mengirim surat kepada Menteri Imam Nahrawi tentang kriteria yang ditetapkan pemerintah terhadap klub-klub yang hendak berpartisipasi dalam Liga Super Indonesia.
Dalam surat itu, FIFA menginformasikan kepada Menteri Nahrawi bahwa para anggota FIFA harus mengelola urusan mereka secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga seperti diatur dalam Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Selanjutnya, FIFA mengingatkan bahwa hanya anggota FIFA (atau liga yang terafiliasi) yang bisa memberi lisensi dan bertanggung jawab mengatur dan memaksakan kriteria yang harus dipenuhi klub yang berpartisipasi sebagaimana diatur pada butir ke dua dan ketiga pada Peraturan Perizinan Klub FIFA.
Berkaitan dengan hal itulah, substansi surat tersebut selanjutnya menyebutkan bahwa FIFA meminta Pemerintah Republik Indonesia menahan diri agar tidak mencampuri urusan PSSI dan memungkinkan PSSI memenuhi kewajibannya sebagai anggota FIFA.
Noemi menyampaikan bahwa kegagalan Pemerintah Indonesia melakukan hal untuk tidak mencampuri urusan PSSI akan membuat FIFA tidak punya pilihan selain menjatuhkan sanksi kepada PSSI. Sejatinya, duniasepakbolaTanah Air, khususnya liga profesional, kini sedang merangkak naik untuk mulai menapaki jalur prestasi. Pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) merugikan sepak bola nasional.
Kerugian itu berupasanksiyangbisasaja dijatuhkan FIFA karena adanya intervensi pemerintah. Spak bola Tanah Air akan mati jika FIFA menjatuhkan sanksi, ketika SK Menpora ”menggantung” bola.
DR W Riawan Tjandra, SH, MHUM
Pengajar Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Cukup banyak pihak menilai bahwa surat Menkumham tersebut sejatinya salah alamat karena seharusnya ditujukan kepada PT Liga Indonesia, bukan kepada PSSI. Surat itu berisi pembekuan PSSI karena tidak menanggapi surat teguran pertama (8 April) dan tidak memberikan jawaban yang relevan dengan isi surat teguran kedua (15 April).
PSSI juga tidak menjawab surat peringatan ketiga (16 April) sampai tenggat 24 jam berakhir. Semua surat teguran tersebut berkaitan dengan kisruh kompetisi Liga Super Indonesia (LSI). PSSI dan PT Liga Indonesia dinilai mengabaikan rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia yang mencoret Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dari daftar peserta kompetisi LSI 2015 karena adanya klaim kepemilikan ganda.
Namun ternyata kedua klub tetap melaksanakan dua pertandingan di kandang masing-masing. Secara yuridis dan organisatoris, kewenangan menanggapi rekomendasi pencoretan Arema dan Persebaya dari BOPI ada pada PT Liga Indonesia selaku operator Liga Super Indonesia alias QNB League.
Seharusnya Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui BOPI memberikan kesempatan lagi bagi Arema dan Persebaya yang hanya tinggal menuntaskan urusan administrasi mengenai proses rekonsiliasi kepengurusan di klub masing-masing. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan, ormas hanya bisa dibubarkan bila melanggar ideologi negara dan melakukan tindakan makar.
Sebagai ormas, PSSI hanya bisa dibubarkan oleh pengurusnya menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PSSI. Dalam sepak bola Indonesia tidak terjadi pelanggaran atas dua alasan hukum yang memungkinkan dilakukannya pembubaran PSSI sebagai suatu ormas tersebut.
Sebagai ormas, PSSI tidak bisa dibubarkan oleh Menpora. Soal kelembagaan ormas, kewenangannya ada di Kementerian Hukum dan HAM RI, bukan beradadiKementerianPemuda dan Olahraga. Di titik inilah sejatinya Menpora perlu meninjau ulang surat keputusan (beschikking ) yang telah telanjur ditetapkannya tersebut.
Dalam teori hukum administrasi negara, suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh seorang pejabat tata usaha negara selalu terbuka kemungkinan untuk dicabut kembali oleh pejabat tata usaha negara yang menetapkannya melalui mekanisme executive review.
Jika Menpora tidak bersedia mencabutnya, UU Administrasi Pemerintahan membuka peluang bagi pengurus PSSI yang baru untuk mengajukan upaya administratif terhadap SK tersebut melalui langkah pengajuan keberatan (administratieve bezwaar ) kepada pejabat yang menetapkan (Menpora) maupun banding administratif (administratieve beroep) kepada atasan pejabat yang menetapkan suatu keputusan tata usaha negara (baca: Presiden RI).
Jika setelah melalui kedua langkah tersebut upaya hukum PSSI belum membuahkan hasil, masih tersedia upaya hukum bagi pengurus PSSI untuk menggugat Surat Keputusan Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Badan sepak bola dunia (FIFA) yang bermarkas di Zurich, Swiss, belum bisa memberikan komentar lebih jauh tentang pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dilakukan Menpora Imam Nahrawi. David Noemi, salah seorang juru bicara FIFA, menyatakan sedang memantau dan mempelajari situasi mengenai pembekuan PSSI tersebut sehingga belum bisa memberikan komentar atau mengambil sikap tertentu.
Noemi hanya mengingatkan bahwa pada tanggal 10 April 2015 FIFA telah mengirim surat kepada Menteri Imam Nahrawi tentang kriteria yang ditetapkan pemerintah terhadap klub-klub yang hendak berpartisipasi dalam Liga Super Indonesia.
Dalam surat itu, FIFA menginformasikan kepada Menteri Nahrawi bahwa para anggota FIFA harus mengelola urusan mereka secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga seperti diatur dalam Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Selanjutnya, FIFA mengingatkan bahwa hanya anggota FIFA (atau liga yang terafiliasi) yang bisa memberi lisensi dan bertanggung jawab mengatur dan memaksakan kriteria yang harus dipenuhi klub yang berpartisipasi sebagaimana diatur pada butir ke dua dan ketiga pada Peraturan Perizinan Klub FIFA.
Berkaitan dengan hal itulah, substansi surat tersebut selanjutnya menyebutkan bahwa FIFA meminta Pemerintah Republik Indonesia menahan diri agar tidak mencampuri urusan PSSI dan memungkinkan PSSI memenuhi kewajibannya sebagai anggota FIFA.
Noemi menyampaikan bahwa kegagalan Pemerintah Indonesia melakukan hal untuk tidak mencampuri urusan PSSI akan membuat FIFA tidak punya pilihan selain menjatuhkan sanksi kepada PSSI. Sejatinya, duniasepakbolaTanah Air, khususnya liga profesional, kini sedang merangkak naik untuk mulai menapaki jalur prestasi. Pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) merugikan sepak bola nasional.
Kerugian itu berupasanksiyangbisasaja dijatuhkan FIFA karena adanya intervensi pemerintah. Spak bola Tanah Air akan mati jika FIFA menjatuhkan sanksi, ketika SK Menpora ”menggantung” bola.
DR W Riawan Tjandra, SH, MHUM
Pengajar Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
(ftr)