Pemikir dan Penulis yang Soekarnois
A
A
A
AHMAD MILLAH HASAN
Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Komunikasi dan Media,
Kader PMII
Sekitar 30.000 kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia melakukan doa bersama untuk keselamatan bangsa bersama Presiden Joko Widodo(Jokowi) diMasjidAl Akbar, Surabaya, Jumat malam, 17 April 2015.
Doa bersama Presiden Jokowi ini merupakan puncak rangkaian harlah PMII ke-55. Peringatan harlah ke-55 yang bertajuk ”Pembela Bangsa Penegak Agama” memberikan pesan bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang akan menjadi benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menyebarkan nilai Islam rahmatan lil alamin.
PMII adalah salah satu karya dan peninggalan Pak Mahbub yang berprofesi sebagai jurnalis, esais, sastrawan, penerjemah dan politikus tersohor. Mahbub merupakan salah satu aktivis yang membidani kelahiran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sekaligus ketua umum pertamanya, juga sempat menjabatdiGPAnsordanPBNU. 55 tahun lalu, Pak Mahbub bersama 13 mahasiswa NU membidaniberdirinya PMII.
Mereka adalah Sahabat Cholid Mawardi, Sahabat Said Budairy (Jakarta), Sahabat M. Makmun Syukri BA (Bandung), Sahabat Hilman (Bandung, Sahabat H. Ismail Makky (Yogyakarta), Sahabat Munsif Nahrawi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta), Sahabat Laily Mansur (Surakarta), Sahabat Abd. Wahab Jailani (Semarang), Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya), Sahabat M. Cholid Narbuko (Malang) dan Sahabat Ahsan Husain (Makasar).
Pada tanggal 14-16 April 1960, mereka menggodok organ baru di Yayasan Khadijah Surabaya. Akhirnya, tanggal 17 April 1960 lahirlah organisasi mahasiswa NU yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Tidak berselang lama, tahun 1961 PMII melaksanakan Kongres I di Tawangmangu, Solo yang menghasilkan deklarasi Tawangmangu.
Dari sini dimulailah kiprah PMII dalam percaturan nasional. Tahun 1963 Kongres II PMII digelar di Yogyakarta. Kongres ini menegaskan kembali esensi Deklarasi Tawangmangu yang dikenal dengan Penegasan Yogyakarta. Tahun 1965 PMII mengadakan TC II di Megamendung, Bogor, untuk menyikapi problem kehidupan masyarakat dan negara.
Sebagai kader PMII, penulis lebih sering merenungkan tentang tulis Pak Mahbub. Itu karena Nama besar Pak Mahbub melebihi nama besar PMII. Orang lebih tahu Pak Mahbub sebagai penulis dan jurnalis ketimbang pendiri PMII. Pak Mahbub Pernah menduduki kursi Ketua Umum PWI Pusat (1955-1970), di bidang jurnalistik ini beliau meraih popularitasnya sebagai penulis esai kelas wahid di Indonesia.
Pak mahbub pernah menjadi kolumnis tetap di Tempo dan Kompas. Ciri khas tulisannya adalah humor, kreativitas berbahasa, serta mampu menyajikan persoalan dengan sederhana. Selain itu beliau juga menulis roman yang berjudul Dari Hari ke Hari. Pada tahun 1974 roman ini mandapatkan penghargaan sebagai romanterbaikdari DewanKesenian Jakarta beserta Angin Musim.
KH Hasyim Muzadi adalah salah satu tokoh yang mengenal dekat Pak Mahbub. Ia juga mengikutinya masuk pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan NU yang kemudian membesarkan namanya Kiai Hasyim masuk menjadi kader PMII dengan mula-mula mengikuti pendidikan dan pelatihan yang digelar Pengurus Besar PMII di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, tahun 1964.
Kegiatan itu diikuti mahasiswa terbaik dan terpilih dari seluruh penjuru Tanah Air. Kiai Hasyim dan beberapa teman mewakili PMII kota Malang. Saat kegiatan itulah, Kiai Hasyim mulai mengenal lebih dekat pendiri PMII, yaitu Mahbub Junaidi dan kawan-kawannya. Ia bahkan juga memahami dan mendalami pemikiran serta gerakan Pak Mahbub sebagai pendiri dan aktivis PMII. Pak Mahbub, katanya, menggabungkan pemikiran kelompok nasionalis dan keislaman.
Kiai Hasyim bercerita, Pak Mahbub itu seorang Soekarnois. Pemikirannya menggabungkan pemikiran nasionalis dan keislaman. Itu pula yang menjadi dasar gerakan PMII. Pada masa awal berdirinya, PMII berkembang pesat. Sebab, Himpuan Mahasiswa Islam (HMI) yang lebih awal berdiri dianggap banyak kalangan terlalu radikal, sehingga para mahasiswa NU, enggan masuk HMI.
Maka lahirlahPMIIyangdibawaMahbubdengan konsep baru. PMII bisa mewadahi kelompok mahasiswa yang tak mau bergabung dengan HMI. Karena itulah perkembangan PMII sangat cepat. Jumlah massa PMII di banyak kampus bahkan hampir sama dengan HMI. Di antara tugas kader PMII ke depan adalah melestarikan dan menjaga pemikiran dan karya-karya Pak Mahbub.
Pertama, sebagai penulis Pak Mahbub adalah pemikir yang moderat. Islam yang ramah bukan marah. Maka tak salah jika Jokowi menyorot soal ISIS saat hadir pada perayaan harlah ke-55. Kedua , Pak Mahbub sebagai politisi. NU tak perlu khawatir bahwa PMII masih terus melahirkan banyak politisi ulung dan tersohor. Sebut saja, nama Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar Imam Nahrowi, Hanif Dakhiri, NusronWahid, Marwan Jafar, Lukman Hakim Syaifuddin, mereka semua adalah kader terbaik PMII di eranya yang kini jadi penerus pak Mahbub sebagai politisi.
Bahkan sebagian dari mereka menjadi menteri. Ketiga , Pak Mahbub sebagai penulis dan jurnalis. Kini lumayan banyak kader PMII yang terjun ke dunia jurnalistik dan tulis menulis. Karena itu, karya tulis perlu menjadi bagian dari pengaderan PMII. Dengan demikian, ke depan semua mahasiswa yang mengaku sebagai kader PMII dan Pak Mahbub adalah penulis.
Satu hal yang belum bisa dilampaui kader PMII bahwa tulisan Pak Mahbub bisa jadi menjadi ”bacaan wajib” tiap pagi. Tak hanya itu, pak Mahbub diundang ke Istana untuk berdiskusi lebih dalam tentang isi tulisan Pak Mahbub. Teman-teman Pak Mahbub sangat mengenang beliau yang selalu bilang ”saya ingin menulis hingga tak lagi mampu menulis,” katanya.
Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Komunikasi dan Media,
Kader PMII
Sekitar 30.000 kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia melakukan doa bersama untuk keselamatan bangsa bersama Presiden Joko Widodo(Jokowi) diMasjidAl Akbar, Surabaya, Jumat malam, 17 April 2015.
Doa bersama Presiden Jokowi ini merupakan puncak rangkaian harlah PMII ke-55. Peringatan harlah ke-55 yang bertajuk ”Pembela Bangsa Penegak Agama” memberikan pesan bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang akan menjadi benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menyebarkan nilai Islam rahmatan lil alamin.
PMII adalah salah satu karya dan peninggalan Pak Mahbub yang berprofesi sebagai jurnalis, esais, sastrawan, penerjemah dan politikus tersohor. Mahbub merupakan salah satu aktivis yang membidani kelahiran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sekaligus ketua umum pertamanya, juga sempat menjabatdiGPAnsordanPBNU. 55 tahun lalu, Pak Mahbub bersama 13 mahasiswa NU membidaniberdirinya PMII.
Mereka adalah Sahabat Cholid Mawardi, Sahabat Said Budairy (Jakarta), Sahabat M. Makmun Syukri BA (Bandung), Sahabat Hilman (Bandung, Sahabat H. Ismail Makky (Yogyakarta), Sahabat Munsif Nahrawi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta), Sahabat Laily Mansur (Surakarta), Sahabat Abd. Wahab Jailani (Semarang), Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya), Sahabat M. Cholid Narbuko (Malang) dan Sahabat Ahsan Husain (Makasar).
Pada tanggal 14-16 April 1960, mereka menggodok organ baru di Yayasan Khadijah Surabaya. Akhirnya, tanggal 17 April 1960 lahirlah organisasi mahasiswa NU yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Tidak berselang lama, tahun 1961 PMII melaksanakan Kongres I di Tawangmangu, Solo yang menghasilkan deklarasi Tawangmangu.
Dari sini dimulailah kiprah PMII dalam percaturan nasional. Tahun 1963 Kongres II PMII digelar di Yogyakarta. Kongres ini menegaskan kembali esensi Deklarasi Tawangmangu yang dikenal dengan Penegasan Yogyakarta. Tahun 1965 PMII mengadakan TC II di Megamendung, Bogor, untuk menyikapi problem kehidupan masyarakat dan negara.
Sebagai kader PMII, penulis lebih sering merenungkan tentang tulis Pak Mahbub. Itu karena Nama besar Pak Mahbub melebihi nama besar PMII. Orang lebih tahu Pak Mahbub sebagai penulis dan jurnalis ketimbang pendiri PMII. Pak Mahbub Pernah menduduki kursi Ketua Umum PWI Pusat (1955-1970), di bidang jurnalistik ini beliau meraih popularitasnya sebagai penulis esai kelas wahid di Indonesia.
Pak mahbub pernah menjadi kolumnis tetap di Tempo dan Kompas. Ciri khas tulisannya adalah humor, kreativitas berbahasa, serta mampu menyajikan persoalan dengan sederhana. Selain itu beliau juga menulis roman yang berjudul Dari Hari ke Hari. Pada tahun 1974 roman ini mandapatkan penghargaan sebagai romanterbaikdari DewanKesenian Jakarta beserta Angin Musim.
KH Hasyim Muzadi adalah salah satu tokoh yang mengenal dekat Pak Mahbub. Ia juga mengikutinya masuk pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan NU yang kemudian membesarkan namanya Kiai Hasyim masuk menjadi kader PMII dengan mula-mula mengikuti pendidikan dan pelatihan yang digelar Pengurus Besar PMII di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat, tahun 1964.
Kegiatan itu diikuti mahasiswa terbaik dan terpilih dari seluruh penjuru Tanah Air. Kiai Hasyim dan beberapa teman mewakili PMII kota Malang. Saat kegiatan itulah, Kiai Hasyim mulai mengenal lebih dekat pendiri PMII, yaitu Mahbub Junaidi dan kawan-kawannya. Ia bahkan juga memahami dan mendalami pemikiran serta gerakan Pak Mahbub sebagai pendiri dan aktivis PMII. Pak Mahbub, katanya, menggabungkan pemikiran kelompok nasionalis dan keislaman.
Kiai Hasyim bercerita, Pak Mahbub itu seorang Soekarnois. Pemikirannya menggabungkan pemikiran nasionalis dan keislaman. Itu pula yang menjadi dasar gerakan PMII. Pada masa awal berdirinya, PMII berkembang pesat. Sebab, Himpuan Mahasiswa Islam (HMI) yang lebih awal berdiri dianggap banyak kalangan terlalu radikal, sehingga para mahasiswa NU, enggan masuk HMI.
Maka lahirlahPMIIyangdibawaMahbubdengan konsep baru. PMII bisa mewadahi kelompok mahasiswa yang tak mau bergabung dengan HMI. Karena itulah perkembangan PMII sangat cepat. Jumlah massa PMII di banyak kampus bahkan hampir sama dengan HMI. Di antara tugas kader PMII ke depan adalah melestarikan dan menjaga pemikiran dan karya-karya Pak Mahbub.
Pertama, sebagai penulis Pak Mahbub adalah pemikir yang moderat. Islam yang ramah bukan marah. Maka tak salah jika Jokowi menyorot soal ISIS saat hadir pada perayaan harlah ke-55. Kedua , Pak Mahbub sebagai politisi. NU tak perlu khawatir bahwa PMII masih terus melahirkan banyak politisi ulung dan tersohor. Sebut saja, nama Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar Imam Nahrowi, Hanif Dakhiri, NusronWahid, Marwan Jafar, Lukman Hakim Syaifuddin, mereka semua adalah kader terbaik PMII di eranya yang kini jadi penerus pak Mahbub sebagai politisi.
Bahkan sebagian dari mereka menjadi menteri. Ketiga , Pak Mahbub sebagai penulis dan jurnalis. Kini lumayan banyak kader PMII yang terjun ke dunia jurnalistik dan tulis menulis. Karena itu, karya tulis perlu menjadi bagian dari pengaderan PMII. Dengan demikian, ke depan semua mahasiswa yang mengaku sebagai kader PMII dan Pak Mahbub adalah penulis.
Satu hal yang belum bisa dilampaui kader PMII bahwa tulisan Pak Mahbub bisa jadi menjadi ”bacaan wajib” tiap pagi. Tak hanya itu, pak Mahbub diundang ke Istana untuk berdiskusi lebih dalam tentang isi tulisan Pak Mahbub. Teman-teman Pak Mahbub sangat mengenang beliau yang selalu bilang ”saya ingin menulis hingga tak lagi mampu menulis,” katanya.
(bbg)