Cinta Produk Dalam Negeri
A
A
A
Purbayu budi Santosa
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang
Impor apel yang berasal dari negara Amerika Serikat (AS), dengan jenis Granny Smith dan Gala (dari California) sekarang ini tidak diperkenankan.
Keadaan ini terjadi karena adanya kasus keracunan akibat mengonsumsi kedua jenis apel tersebut. Diduga keracunan terjadi karena bakteri Listeria monocytogenes yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pencegahan impor kedua jenis apel tersebut menindaklanjuti informasi dan surat peringatan dari Emergency Contact Point International Food Safety Authorities Network (Infosan) y ang dikirimkan pada 17 Januari 2015.
Selain itu, pemerintah telah menerima surat dari Kedutaan Besar AS di Jakarta terkait hal serupa pada 21 Januari 2015. Sekiranya telah telanjur diimpor, maka harus dilakukan penarikan pada apel yang diduga dapat membahayakan kesehatan manusia. Lewat media massa, baik elektronik maupun cetak pada berbagai daerah, kita bisa melihat masih ada penjualan kedua apel tersebut baik pada pasar modern maupun lapaklapak yang dipunyai pedagang kecil.
Oleh karena sangat membahayakan bagi kesehatan, sudah selayaknya peredaran apel tersebut untuk sementara waktu ditiadakan. Kerugian ekonomi yang terjadi baik pada importir maupun pedagang memang merupakan suatu risiko usaha, dari pada kesehatan masyarakat umum dipertaruhkan. Pelarangan impor apel tersebut dapat merupakan berkah tersembunyi bagi usaha substitusi produk dalam negeri, baik pada buah apel, buah lain, maupun pada komoditas lainnya.
Alasannya, entah disengaja atau tidak, kayanya advertensi produk luar negeri begitu masifnya dalam mengarahkan konsumsi domestik. Efek demonstrasi (demonstration effect) yang menuju kepada pengunggulan produk luar sangatlah kentara di negara yang agraris, yang sebenarnya mengandung potensi buah, sayuran, pangan, dan komoditas pertanian lainnya.
Komoditas buah yang banyak diimpor adalah apel, pir, jeruk hingga buah naga. Sekiranya komoditas buah yang diimpor tidak ada di Indonesia, tidaklah mengapa, tetapi akan menjadi problema kalau buah tersebut ada di Indonesia. Apel yang diimpor jelas merupakan pesaing bagi buah apel malang, demikian juga jeruk banyak diproduksi di Indonesia. Perbandingan buah impor dan domestik paling menonjol pada pasar modern (swalayan) dibandingkan dengan penjual buah pinggir jalan.
Di tengah menjamurnya pasar modern di Indonesia yang minimarketnya sampai menjangkau daerah pedesaan, perubahan selera masyarakat akan mudah berubah mengikuti tren zaman, yang disebut modern tersebut. Pengenalan komoditas ke geraigerai minimarket, termasuk buah impor, akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi.
Kalau tidak direspons segera oleh pihak berwajib, maka kemandirian dan kedaulatan buah di Indonesia dalam bahaya besar. Kondisi buah yang ada di Indonesia kalau tidak segera diperbaiki, masalahnya seperti halnya pangan yang kondisi impornya makin memprihatinkan. Mafia pangan telah ditengarai adanya, sehingga jenis dan volume impor terus mengalami kenaikan.
Data impor pangan hingga pertengahan 2014 tetap tinggi, misal beras 152.000 ton, jagung 1,45 juta ton, dan kedelai 1,3 juta ton. Khusus untuk kedelai yang diimpor mayoritas dari AS, jenisnya transgenetik, yang sampai sekarang dari unsur kesehatan juga masih menimbulkan perdebatan. Di negara asalnya, kedelai tersebut mayoritas diperuntukkan bagi pakan ternak, tetapi mengapa di Indonesia justru untuk makanan tahu dan tempe khususnya?
Kearifan Lokal
Di tengah suasana globalisasi dan liberalisme yang sedang terjadi, sebenarnya Tuhan Mahaadil, pemurah dan penyayang. Kearifan lokal yang sebenarnya ada, mestinya harus terus dijaga sebagai anugerah tak terbatas dari ilahi. Buah-buahan di Indonesia sebagai negara tropis, tentunya rasanya tidak semanis buah impor.
Keadaan ini disebabkan bagi tubuh di daerah tropis lebih memerlukan vitamin C untuk kesehatan tubuh dibandingkan yang terlalu banyak mengandung gula, yang justru kalau kebanyakan dapat menyebabkan penyakit diabetes. Glokalisasi sangatlah diperlukan dalam arena globalisasi sekarangini. Persainganyangtanpa pandang bulu, mestinya bagi Pemerintah harus tetap menjunjung tinggi dan menjaga kearifan lokal, termasuk pada buah dan komoditas lainnya.
Sosiali-sasi keunggulan buah lokal mesti terus digaungkan baik melalui pertemuan formal dan informal pada berbagai segmen masyarakat. Demikian juga melalui media masa baik cetak dan elektronik dapat juga dikampanyekan dan diadvertensikan. Para pemimpin sebagai cerminan dan anutan masyarakat harus gemar memberikan contoh dalam mengonsumsi produk lokal, termasuk buah lokal.
Pernah penulis naik kereta jurusan Semarang-Tegal beberapa waktu lalu, di mana segerbong dengan para elite, dan disediakan buah-buahan, ternyata mayoritas buah impor. Demikian juga pada rapat-rapat resmi sekarang ini lebih banyak disajikan buah impor, karena sajian dan bentuknya lebih menarik. Keadaan ini bisa disebabkan unsur kepatutan, di mana secara jujur tampilan barang impor, termasuk buah impor sering lebih menarik, karena ranum dan bentuknya besar-besar.
Konsep Agrobisnis
Di tengah area Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan giat-giatnya dijalankan, Indonesia harus berbenah diri pada berbagai komoditas yang dihasilkan termasuk buah-buahan. Konsep agrobisnis mestinya bisa diaplikasikan. Pertama , penyediaan input untuk produksi.
Benihnya harus unggul, demikian juga sarana dan prasarana lainnya harus tersedia memadai, misal pupuk dan mesin traktor jika diperlukan. Demikian juga jalan dan saluran irigasi. Pengalaman Bob Sadino (almarhum) yang sukses dengan produk agrobisnis organik bisa dijadikan contoh untuk berguru.
Pupuk sering jadi masalah, di mana dibutuhkan justru menghilang, maka peran Pemerintah dengan aparatnya sangatlah diperlukan. Kedua , teknologi produksi haruslah mengikuti perkembangan jaman. Penggunaan mesin jika diperlukan dapat dilakukan supaya produknya unggul. Teknologi pengolahan (agroindustri) sangatlah diperlukan untuk mengolah produk primer menjadi produk olahan karena ada nilai tambah.
Aneka apel olahan dan ketela olahan sebagai misal, sebagai hasil usaha kreatif dan inovatif begitu dibutuhkan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya kelebihan. Ketiga, aspek pemasaran menjadi begitu penting, di mana tidak ada artinya sesuatu produk kalau tidak bisa dipasarkan. Kita begitu iri kepada pemerintah Thailand di mana khusus untuk pemasaran produk agrobisnis disediakan pelabuhan khusus, dengan pelayanan prima dalam arti waktu dan dana pengurusan izin minimum.
Keempat, lembaga penunjang seperti perbankan, asuransi, penyuluhan, penelitian dan lain-lainnya. Indonesia dengan penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlahnya sekitar 250 juta orang, merupakan pasar yang potensial untuk berbagai produk, termasuk produk buah. Sekiranya mayoritas kebutuhan buah dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, maka efek pengganda kenaikan pendapatan dan kesempatan kerja akan meningkat.
Yang lebih penting lagi, rasa memiliki kecintaan produk dalam negeri akan dapat membendung masuknya berbagai produk impor. Kiranya larangan impor suatu komoditas merupakan berkah tersembunyi bagi Indonesia. Kita tunggu saja bagaimana Indonesia akan menyikapinya, apakah akan berpihak ke kearifan lokal, atau justru lupa akan peluang yang penting.
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang
Impor apel yang berasal dari negara Amerika Serikat (AS), dengan jenis Granny Smith dan Gala (dari California) sekarang ini tidak diperkenankan.
Keadaan ini terjadi karena adanya kasus keracunan akibat mengonsumsi kedua jenis apel tersebut. Diduga keracunan terjadi karena bakteri Listeria monocytogenes yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pencegahan impor kedua jenis apel tersebut menindaklanjuti informasi dan surat peringatan dari Emergency Contact Point International Food Safety Authorities Network (Infosan) y ang dikirimkan pada 17 Januari 2015.
Selain itu, pemerintah telah menerima surat dari Kedutaan Besar AS di Jakarta terkait hal serupa pada 21 Januari 2015. Sekiranya telah telanjur diimpor, maka harus dilakukan penarikan pada apel yang diduga dapat membahayakan kesehatan manusia. Lewat media massa, baik elektronik maupun cetak pada berbagai daerah, kita bisa melihat masih ada penjualan kedua apel tersebut baik pada pasar modern maupun lapaklapak yang dipunyai pedagang kecil.
Oleh karena sangat membahayakan bagi kesehatan, sudah selayaknya peredaran apel tersebut untuk sementara waktu ditiadakan. Kerugian ekonomi yang terjadi baik pada importir maupun pedagang memang merupakan suatu risiko usaha, dari pada kesehatan masyarakat umum dipertaruhkan. Pelarangan impor apel tersebut dapat merupakan berkah tersembunyi bagi usaha substitusi produk dalam negeri, baik pada buah apel, buah lain, maupun pada komoditas lainnya.
Alasannya, entah disengaja atau tidak, kayanya advertensi produk luar negeri begitu masifnya dalam mengarahkan konsumsi domestik. Efek demonstrasi (demonstration effect) yang menuju kepada pengunggulan produk luar sangatlah kentara di negara yang agraris, yang sebenarnya mengandung potensi buah, sayuran, pangan, dan komoditas pertanian lainnya.
Komoditas buah yang banyak diimpor adalah apel, pir, jeruk hingga buah naga. Sekiranya komoditas buah yang diimpor tidak ada di Indonesia, tidaklah mengapa, tetapi akan menjadi problema kalau buah tersebut ada di Indonesia. Apel yang diimpor jelas merupakan pesaing bagi buah apel malang, demikian juga jeruk banyak diproduksi di Indonesia. Perbandingan buah impor dan domestik paling menonjol pada pasar modern (swalayan) dibandingkan dengan penjual buah pinggir jalan.
Di tengah menjamurnya pasar modern di Indonesia yang minimarketnya sampai menjangkau daerah pedesaan, perubahan selera masyarakat akan mudah berubah mengikuti tren zaman, yang disebut modern tersebut. Pengenalan komoditas ke geraigerai minimarket, termasuk buah impor, akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi.
Kalau tidak direspons segera oleh pihak berwajib, maka kemandirian dan kedaulatan buah di Indonesia dalam bahaya besar. Kondisi buah yang ada di Indonesia kalau tidak segera diperbaiki, masalahnya seperti halnya pangan yang kondisi impornya makin memprihatinkan. Mafia pangan telah ditengarai adanya, sehingga jenis dan volume impor terus mengalami kenaikan.
Data impor pangan hingga pertengahan 2014 tetap tinggi, misal beras 152.000 ton, jagung 1,45 juta ton, dan kedelai 1,3 juta ton. Khusus untuk kedelai yang diimpor mayoritas dari AS, jenisnya transgenetik, yang sampai sekarang dari unsur kesehatan juga masih menimbulkan perdebatan. Di negara asalnya, kedelai tersebut mayoritas diperuntukkan bagi pakan ternak, tetapi mengapa di Indonesia justru untuk makanan tahu dan tempe khususnya?
Kearifan Lokal
Di tengah suasana globalisasi dan liberalisme yang sedang terjadi, sebenarnya Tuhan Mahaadil, pemurah dan penyayang. Kearifan lokal yang sebenarnya ada, mestinya harus terus dijaga sebagai anugerah tak terbatas dari ilahi. Buah-buahan di Indonesia sebagai negara tropis, tentunya rasanya tidak semanis buah impor.
Keadaan ini disebabkan bagi tubuh di daerah tropis lebih memerlukan vitamin C untuk kesehatan tubuh dibandingkan yang terlalu banyak mengandung gula, yang justru kalau kebanyakan dapat menyebabkan penyakit diabetes. Glokalisasi sangatlah diperlukan dalam arena globalisasi sekarangini. Persainganyangtanpa pandang bulu, mestinya bagi Pemerintah harus tetap menjunjung tinggi dan menjaga kearifan lokal, termasuk pada buah dan komoditas lainnya.
Sosiali-sasi keunggulan buah lokal mesti terus digaungkan baik melalui pertemuan formal dan informal pada berbagai segmen masyarakat. Demikian juga melalui media masa baik cetak dan elektronik dapat juga dikampanyekan dan diadvertensikan. Para pemimpin sebagai cerminan dan anutan masyarakat harus gemar memberikan contoh dalam mengonsumsi produk lokal, termasuk buah lokal.
Pernah penulis naik kereta jurusan Semarang-Tegal beberapa waktu lalu, di mana segerbong dengan para elite, dan disediakan buah-buahan, ternyata mayoritas buah impor. Demikian juga pada rapat-rapat resmi sekarang ini lebih banyak disajikan buah impor, karena sajian dan bentuknya lebih menarik. Keadaan ini bisa disebabkan unsur kepatutan, di mana secara jujur tampilan barang impor, termasuk buah impor sering lebih menarik, karena ranum dan bentuknya besar-besar.
Konsep Agrobisnis
Di tengah area Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan giat-giatnya dijalankan, Indonesia harus berbenah diri pada berbagai komoditas yang dihasilkan termasuk buah-buahan. Konsep agrobisnis mestinya bisa diaplikasikan. Pertama , penyediaan input untuk produksi.
Benihnya harus unggul, demikian juga sarana dan prasarana lainnya harus tersedia memadai, misal pupuk dan mesin traktor jika diperlukan. Demikian juga jalan dan saluran irigasi. Pengalaman Bob Sadino (almarhum) yang sukses dengan produk agrobisnis organik bisa dijadikan contoh untuk berguru.
Pupuk sering jadi masalah, di mana dibutuhkan justru menghilang, maka peran Pemerintah dengan aparatnya sangatlah diperlukan. Kedua , teknologi produksi haruslah mengikuti perkembangan jaman. Penggunaan mesin jika diperlukan dapat dilakukan supaya produknya unggul. Teknologi pengolahan (agroindustri) sangatlah diperlukan untuk mengolah produk primer menjadi produk olahan karena ada nilai tambah.
Aneka apel olahan dan ketela olahan sebagai misal, sebagai hasil usaha kreatif dan inovatif begitu dibutuhkan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya kelebihan. Ketiga, aspek pemasaran menjadi begitu penting, di mana tidak ada artinya sesuatu produk kalau tidak bisa dipasarkan. Kita begitu iri kepada pemerintah Thailand di mana khusus untuk pemasaran produk agrobisnis disediakan pelabuhan khusus, dengan pelayanan prima dalam arti waktu dan dana pengurusan izin minimum.
Keempat, lembaga penunjang seperti perbankan, asuransi, penyuluhan, penelitian dan lain-lainnya. Indonesia dengan penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlahnya sekitar 250 juta orang, merupakan pasar yang potensial untuk berbagai produk, termasuk produk buah. Sekiranya mayoritas kebutuhan buah dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, maka efek pengganda kenaikan pendapatan dan kesempatan kerja akan meningkat.
Yang lebih penting lagi, rasa memiliki kecintaan produk dalam negeri akan dapat membendung masuknya berbagai produk impor. Kiranya larangan impor suatu komoditas merupakan berkah tersembunyi bagi Indonesia. Kita tunggu saja bagaimana Indonesia akan menyikapinya, apakah akan berpihak ke kearifan lokal, atau justru lupa akan peluang yang penting.
(ars)