Investasi Portofolio & Sistem Pembayaran

Rabu, 21 Januari 2015 - 11:18 WIB
Investasi Portofolio...
Investasi Portofolio & Sistem Pembayaran
A A A
ACHMAD DENI DARURI
President Director Center for Banking Crisis

Aliran dana ke pasar negara berkembang telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai contoh, International Finance (1997) melaporkan bahwa agregat kapital neto mengalir ke pasar negara berkembang meningkat empat kali lipat dari USD71,1 miliar pada 1985 menjadi USD1.160 miliar pada 2014 (Emerging Markets Factbook 2014 ).

Minat by safeweb">investor di pasar-pasar ini melonjak sebagai respons dari prospek mereka atas pertumbuhan ekonomi yang cepat, deregulasi keuangan, dan manfaat dari diversifikasi internasional. Meskipun minat yang luas di pasar saham negara berkembang, relatif sedikit yang diketahui tentang biaya perdagangan di pasar tersebut.

Sebelumnya studi biaya perdagangan malah beralih fokus pada pasar negara maju. Misalnya Bessembinder dan Kaufman (1997), Chan dan Lakonishok (1993, 1997), serta Keim dan Madhavan (1996, 1997) mengestimasi biaya perdagangan di Amerika Serikat, sementara Perold dan Sirri (1995) mengestimasi biaya perdagangan pasar saham di sembilan belas negara maju selain Amerika Serikat.

Pengetahuan tentang biaya perdagangan di pasar negara berkembang, bagaimanapun, penting untuk setidaknya dua alasan. Pertama, biaya perdagangan memiliki dampak yang penting untuk strategi investasi pada pasar negara berkembang. Jika biaya perdagangan rendah, berbagai strategi alokasi aset seperti yang dibahas dalam Harvey (1994) berpotensi menarik.

Jika biaya perdagangan tinggi, bagaimanapun, maka strategi buy-and-hold mungkin menjadi satusatunya alternatif yang layak. Kedua, analisis biaya perdagangan dapat memberikan wawasan pada faktor yang memengaruhi perilaku harga antarhari di pasar negara berkembang.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa perilaku harga antarhari untuk saham di pasar modal Amerika Serikat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, kesulitan perdagangan, dan siapa yang melakukan perdagangan. Namun, dampak dari variabel-variabel ini belum diteliti di pasar negara berkembang.

Fase ekspansi ekonomi dunia yang diharapkan berjalan pada 2013 dan pertengahan 2014 pada kenyataannya meleset dari perkiraan semula, dan cenderung mengalami revisi ke bawah serta masih diliputi risiko ketidak pastian. Kondisi tersebut antara lain dipengaruhi oleh tiga faktor.

Pertama, laju pertumbuhan yang masih mengecewakan di negara berkembang mencerminkan sejumlah kendala, yaitu hambatan infrastruktur dan keterbatasan kapasitas produksi, melambatnya pertumbuhan permintaan eksternal, lebih rendahnya harga komoditas, kekhawatiran stabilitas keuangan, dan untuk beberapa negara, kapasitas dukungan kebijakan yang melemah.

Kedua, resesi di kawasan Eropa lebih parah dari yang diperkirakan akibat rendahnya permintaan, turunnya kepercayaan, dan pelemahan neraca perdagangan yang secara keseluruhan berinteraksi memperburuk efek terhadap pertumbuhan akibat dampak dari kondisi fiskal dan keuangan yang ketat.

Ketiga, perekonomian Amerika Serikat tumbuh lebih lambat akibat kontraksi fiskal yang lebih kuat dari perkiraan. Kontraksi fiskal juga menghambat peningkatan permintaan swasta. Tidaklah mungkin ada sebuah pembalikan pergeseran portofolio yang mendukung aset yang aman diamati pada 2000-an.

Salah satu warisan krisis adalah regulasi keuangan yang lebih ketat, mulai rasio modal yang lebih tinggi hingga rasio likuiditas. Komite Basel memperkirakan bahwa dampaknya mungkin permintaan tambahan untuk aset yang aman oleh lembaga keuangan dari sekitar USD3 triliun (bandingkan dengan China yang sekitar USD4 triliun).

Apakah ini akan dikompensasi oleh kecepatan yang lebih lambat dari akumulasi cadangan oleh bank sentral daripada di awal 2000-an? Aliran dana investasi dan perdagangan memerlukan dukungan dari sistem pembayaran yang efisien, di mana by safeweb">investor dan pedagang dapat melakukan transaksi setiap detiknya baik transaksi nilai besar maupun ritel tanpa harus menunggu dalam jangka waktu hitungan jam agar transaksi dan transfer uang dapat bergerak secara aman.

Sejarah di Indonesia juga memperlihatkan bahwa investasi juga berjalan satu arah dengan perbaikan sistem pembayaran dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Tidak seperti input tenaga kerja, modal dapat dianggap sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi, hanya karena arus masuk modal ke negara meningkat selama periode 1967.

Sumber input modal bisa dipecah antara tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, aliran bersih bantuan pembangunan asing, pinjaman bersih swasta asing, investasi asing langsung bersih, dan investasi portofolio bersih. Dalam hal pembentukan modal tetap domestik bruto baik dari segi nominal maupun konstan, misalnya, ada peningkatan yang signifikan antara tahun 1969 dan 1996.

Ada situasi yang sama dari 1997 hingga 2000 ketika pembentukan modal tetap domestik bruto nominal pada harga pasar saat ini masih menunjukkan peningkatan tajam di mana peningkatan tajam dalam nilai nominal disebabkan oleh tingkat inflasi yang tinggi selama 1998 pada puncak krisis.

Oleh karena itu, secara riil, pembentukan modal tetap domestik bruto pada harga pasar konstan 1993 menurun secara signifikan dari Rp139.726 juta pada 1997 menjadi Rp88.985 juta pada 2000, dengan tabungan domestik bruto menurun dari Rp124.429 juta menjadi Rp86.941 juta pada 2000 dan tabungan bersih riil jatuh dari Rp15.297 juta menjadi Rp2.043 juta pada periode yang sama.

Terlepas dari tren peningkatan pembentukan modal tetap bruto, investasi juga memainkan peran penting dalam produktivitas modal, terutama antara 1967-1973 dan 1986- 1997. Sementara itu, investasi portofolio justru merupakan sumber utama krisis ekonomi tahun 1997 dan juga merusak sistem pembayaran Indonesia pada saat itu. Sejarah memperlihatkan bahwa sistem pembayaran bukan saja meningkatkan investasi riil, melainkan juga portofolio yang pada gilirannya merusak sistem pembayaran itu sendiri.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7695 seconds (0.1#10.140)