Ibu Membentuk Mental Bangsa
A
A
A
Hari Ibu yang diperingati tiap tanggal 22 Desember tahun ini menjadi tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di waktu yang berdekatan, pemerintahan ini juga baru berusia dua bulan terhitung 20 Oktober lalu.
Pemerintahan Jokowi hadir dengan narasi besar yang populis dengan sebutan revolusi mental. Sederhananya, revolusi mental diharapkan mampu mengubah secara radikal mental masyarakat Indonesia. Dalam konteks revolusi mental dan peringatan Hari Ibu pemerintah harus sadar bahwa ibu adalah awal dari pembentukan mental semua manusia Indonesia, karena itu ibu perlu mendapatkan perhatian khusus.
Ide revolusi mental Presiden Jokowi ini harus didukung dalam praktik di lapangan. Operasionalisasi ide ini tentu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Ada perangkat lunak yang mesti disiapkan. Ada pula kesiapan di lapangan yang juga harus siap dioperasikan. Terdapat dua pendekatan yang juga harus ditempuh.
Pendekatan struktural dan pendekatan kultural. Pendekatan struktural secara sederhana telah ditampilkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi dengan penerbitan sejumlah surat edaran (SE) seperti SE Nomor 10/2014 tentang Hidup Sederhana. Bagaimanapun terdapat catatan kritis atas aksi Menpan-RB ini.
Imbauan menteri sifatnya masih artifisial dan tidak membumi. Buktinya, ada resistensi yang tidak kecil dari internal aparatur sipil negara. Sejak awal, kami mendukung keseriusan ide revolusi mental, dengan mendorong lahirnya UU Revolusi Mental. Tujuannya nyata, agar ide Presiden Jokowi tidak berhenti pada jargon atau slogan semata. Lebih dari itu, dengan adanya undang-undang, ada payung hukum dalam operasionalisasi revolusi mental.
Ini melengkapi berbagai regulasi lain yang memiliki benang merah dengan ide dasar revolusi mental. Sebut saja UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Proyek besar revolusi mental juga tak bisa dihindari dengan menerapkan pendekatan kultural.
Pendekatan ini menjadi muara dari berbagai ikhtiar sebagaimana disebutkan di atas. Bahkan di pendekatan inilah esensi dari revolusi mental diletakkan. Salah satu pintu masuk utama untuk pendekatan kultural dalam melakukan revolusi mental dimulai dari ibu yang juga merupakan sekolah pertama bagi anaknya (al-um madrasatul ulaa li ibniha ).
Dari Ibu Revolusi Mental Dimulai
Dalam literatur keislaman, baik di dalam Alquran maupun Hadis, peran orang tua khususnya ibu menjadi cukup vital. Seperti gambaran tentang ibu yang mengandung selama sembilan bulan lamanya dilanjutkan dengan proses menyusui selama dua tahun.
Dalam konteks ini, ibu memiliki peran penting untuk mewujudkan salah satu tujuan bersyariah (maqashid al- syariah) yakni menjaga keturunan (hifdz al-nasl ). Gambaran peran signifikan orang tua terhadap masa depan anak juga ditujukan dengan sabda Nabi Muhammad SAW tentang keridaan Tuhan kepada hamba-Nya sangat tergantung keridaan orang tua kepada anaknya.
Singkat, beragam argumentasi keagamaan tentang peran sentral orang tua atau ibu dalam peran membentuk mental anak menegaskan peran signifikan orang tua, khususnya ibu. Situasi ini menemukan padanannya dengan narasi besar yang didengungkan Presiden Jokowi yakni dengan ide revolusi mentalnya.
Gerakan kultural untuk menyemai revolusi mental tidaklah berlebihan bila hal tersebut dimulai dari ibu atau orang tua. Ibu sebagai gerbang pertama dalam pembentukan karakter anak juga menjadi etalase masa depan peradaban sebuah bangsa.
Semakin bagus tingkat kualitas ibu, maka akan lebih baik pula generasi berikutnya. Namun, peran signifikan ibu dalam membentuk karakter anak tidaklah berdiri sendiri. Banyak faktor yang memengaruhinya, seperti persoalan pembangunan manusia di Indonesia.
Kondisi Riil
Dalam konteks di Tanah Air, Indeks Pembangunan Manusia (IPM/Human Development Index ) merujuk data UNDP, pada tahun 2014 masih berada di peringkat ke-108. Beberapa indikator IPM di antaranya terkait dengan harapan hidup (life expectancy at birth ), pendidikan (melek huruf dan rata-rata sekolah), pendapatan, dan standar hidup layak (kemampuan daya beli masyarakat).
Beberapa indikator tersebut bila diurai satu per satu seperti harapan hidup masyarakat Indonesia memang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Seperti pada tahun 2014 ini, merujuk data dari Kementerian Kesehatan, harapan hidup masyarakat Indonesia hingga usia 72 tahun, alias meningkat dibanding satu dekade sebelumnya, yaitu hingga usia 66 tahun.
Persoalan daya beli masyarakat juga menjadi catatan khusus, terlebih setelah ada kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan November lalu. Diprediksikan, inflasi pada Desember tahun ini akan mengalami peningkatan. Ini merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2013 atau setelah satu bulan kebijakan kenaikan harga BBM di era pemerintahan SBY, tingkat inflasi year on year (Juli 2013 terhadap Juli 2012) sebesar 8,61 persen.
Angka ini tertinggi secara bulanan sejak Juli 1998 silam. Belum lagi, bila memedomani target yang diterapkan dalam Millenium Develpment Goals (MDGs) 2015, dalam urusan ibu dan bayi ditargetkan kematian ibu maksimal 102 per 100.000 kelahiran dan angka kematian bayi 23 per 100.000 kelahiran.
Kenyataannya, menurut survei kedokteran pada tahun 2012 angka kematian ibu masih di atas 200 per 100.000 kelahiran dan kematian anak di atas 34 per 100.000 kelahiran. Tentu ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dalam konteks inilah, tantangan pemerintahan Presiden Jokowi dalam menggulirkan gagasan revolusi mental dapat dimulai dengan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.
Bila dirunut lebih detail lagi peningkatan kualitas hidup dapat dikhususkan kepada para ibu di Indonesia. Karena memperbaiki kualitas hidup perempuan di Indonesia sama saja negara mengawali peradaban baru masa depan Indonesia. Semoga.
Pemerintahan Jokowi hadir dengan narasi besar yang populis dengan sebutan revolusi mental. Sederhananya, revolusi mental diharapkan mampu mengubah secara radikal mental masyarakat Indonesia. Dalam konteks revolusi mental dan peringatan Hari Ibu pemerintah harus sadar bahwa ibu adalah awal dari pembentukan mental semua manusia Indonesia, karena itu ibu perlu mendapatkan perhatian khusus.
Ide revolusi mental Presiden Jokowi ini harus didukung dalam praktik di lapangan. Operasionalisasi ide ini tentu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Ada perangkat lunak yang mesti disiapkan. Ada pula kesiapan di lapangan yang juga harus siap dioperasikan. Terdapat dua pendekatan yang juga harus ditempuh.
Pendekatan struktural dan pendekatan kultural. Pendekatan struktural secara sederhana telah ditampilkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi dengan penerbitan sejumlah surat edaran (SE) seperti SE Nomor 10/2014 tentang Hidup Sederhana. Bagaimanapun terdapat catatan kritis atas aksi Menpan-RB ini.
Imbauan menteri sifatnya masih artifisial dan tidak membumi. Buktinya, ada resistensi yang tidak kecil dari internal aparatur sipil negara. Sejak awal, kami mendukung keseriusan ide revolusi mental, dengan mendorong lahirnya UU Revolusi Mental. Tujuannya nyata, agar ide Presiden Jokowi tidak berhenti pada jargon atau slogan semata. Lebih dari itu, dengan adanya undang-undang, ada payung hukum dalam operasionalisasi revolusi mental.
Ini melengkapi berbagai regulasi lain yang memiliki benang merah dengan ide dasar revolusi mental. Sebut saja UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Proyek besar revolusi mental juga tak bisa dihindari dengan menerapkan pendekatan kultural.
Pendekatan ini menjadi muara dari berbagai ikhtiar sebagaimana disebutkan di atas. Bahkan di pendekatan inilah esensi dari revolusi mental diletakkan. Salah satu pintu masuk utama untuk pendekatan kultural dalam melakukan revolusi mental dimulai dari ibu yang juga merupakan sekolah pertama bagi anaknya (al-um madrasatul ulaa li ibniha ).
Dari Ibu Revolusi Mental Dimulai
Dalam literatur keislaman, baik di dalam Alquran maupun Hadis, peran orang tua khususnya ibu menjadi cukup vital. Seperti gambaran tentang ibu yang mengandung selama sembilan bulan lamanya dilanjutkan dengan proses menyusui selama dua tahun.
Dalam konteks ini, ibu memiliki peran penting untuk mewujudkan salah satu tujuan bersyariah (maqashid al- syariah) yakni menjaga keturunan (hifdz al-nasl ). Gambaran peran signifikan orang tua terhadap masa depan anak juga ditujukan dengan sabda Nabi Muhammad SAW tentang keridaan Tuhan kepada hamba-Nya sangat tergantung keridaan orang tua kepada anaknya.
Singkat, beragam argumentasi keagamaan tentang peran sentral orang tua atau ibu dalam peran membentuk mental anak menegaskan peran signifikan orang tua, khususnya ibu. Situasi ini menemukan padanannya dengan narasi besar yang didengungkan Presiden Jokowi yakni dengan ide revolusi mentalnya.
Gerakan kultural untuk menyemai revolusi mental tidaklah berlebihan bila hal tersebut dimulai dari ibu atau orang tua. Ibu sebagai gerbang pertama dalam pembentukan karakter anak juga menjadi etalase masa depan peradaban sebuah bangsa.
Semakin bagus tingkat kualitas ibu, maka akan lebih baik pula generasi berikutnya. Namun, peran signifikan ibu dalam membentuk karakter anak tidaklah berdiri sendiri. Banyak faktor yang memengaruhinya, seperti persoalan pembangunan manusia di Indonesia.
Kondisi Riil
Dalam konteks di Tanah Air, Indeks Pembangunan Manusia (IPM/Human Development Index ) merujuk data UNDP, pada tahun 2014 masih berada di peringkat ke-108. Beberapa indikator IPM di antaranya terkait dengan harapan hidup (life expectancy at birth ), pendidikan (melek huruf dan rata-rata sekolah), pendapatan, dan standar hidup layak (kemampuan daya beli masyarakat).
Beberapa indikator tersebut bila diurai satu per satu seperti harapan hidup masyarakat Indonesia memang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Seperti pada tahun 2014 ini, merujuk data dari Kementerian Kesehatan, harapan hidup masyarakat Indonesia hingga usia 72 tahun, alias meningkat dibanding satu dekade sebelumnya, yaitu hingga usia 66 tahun.
Persoalan daya beli masyarakat juga menjadi catatan khusus, terlebih setelah ada kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada pertengahan November lalu. Diprediksikan, inflasi pada Desember tahun ini akan mengalami peningkatan. Ini merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2013 atau setelah satu bulan kebijakan kenaikan harga BBM di era pemerintahan SBY, tingkat inflasi year on year (Juli 2013 terhadap Juli 2012) sebesar 8,61 persen.
Angka ini tertinggi secara bulanan sejak Juli 1998 silam. Belum lagi, bila memedomani target yang diterapkan dalam Millenium Develpment Goals (MDGs) 2015, dalam urusan ibu dan bayi ditargetkan kematian ibu maksimal 102 per 100.000 kelahiran dan angka kematian bayi 23 per 100.000 kelahiran.
Kenyataannya, menurut survei kedokteran pada tahun 2012 angka kematian ibu masih di atas 200 per 100.000 kelahiran dan kematian anak di atas 34 per 100.000 kelahiran. Tentu ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dalam konteks inilah, tantangan pemerintahan Presiden Jokowi dalam menggulirkan gagasan revolusi mental dapat dimulai dengan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.
Bila dirunut lebih detail lagi peningkatan kualitas hidup dapat dikhususkan kepada para ibu di Indonesia. Karena memperbaiki kualitas hidup perempuan di Indonesia sama saja negara mengawali peradaban baru masa depan Indonesia. Semoga.
(bbg)