Jomblo Lifestyle

Minggu, 26 Oktober 2014 - 18:55 WIB
Jomblo Lifestyle
Jomblo Lifestyle
A A A
YUSWOHADY
Managing Partner Inventure @yuswohady

Jomblo di masa lalu adalah sebuah aib memalukan. Namun, sekarang, ia menjadi sebuah simbol sosial yang keren, cool, awesome. Saya enggak tahu kenapa bisa demikian. Mungkin ini yang disebut zaman edan. Semua serbakebolak- balik.

Ketika sebuah bangsa makin maju, ketika masyarakatnya makin makmur, dan ketika pola kehidupannya kian industrial-urban, kecenderungan mereka untuk tidak menikah menjadi kian besar. Di negara tetangga Singapura misalnya, satu dari lima warga negaranya ogah menikah dengan alasan macam-macam: mengejar karier, menghindari beban ekonomi yang berat, enggak mau repot hingga alasan lifestyle. Seperti Singapura, di negeri ini jumlah jombloerspun kian merangkak naik.

Lifestyle

Bakal maraknya jombloers di Indonesia tak lepas dari revolusi kelas menengah yang memicu mobilitas sosial masif selama sekitar lima tahun terakhir. Saya sering mengatakan masyarakat kelas menengah memiliki tiga ciri. Mereka memiliki daya beli yang makin tinggi, knowledgeable, dan socially-connected. Mobilitas sosial ini menciptakan pergeseran gaya hidup dari rural-agraris-tradisionalis menjadi urban-industrialis-modern.

Data BPS tahun 2010 mengatakan, usia kawin pertama (UKP) masyarakat kita adalah 22,3 tahun untuk wanita dan 25,7 untuk laki-laki. Coba bandingkan dengan UKP orang tua kita dahulu yang rata-rata sudah menikah di bawah usia 20 tahun. Tak bisa dimungkiri, merangkak naiknya UKP ini adalah buah dari pendidikan dan kenaikan knowledgeability mereka.

Yang saya amati, naiknya sikap menunda perkawinan dan menjomblo kini tak hanya dipengaruhi faktor rasional (faktor ekonomi, umur, karier, kesiapan mental) berkat naiknya knowledgeability mereka. Sikap menjomblo ini kini juga mulai dipengaruhi faktor koneksi sosial (social connetion) di mana “siapa kita” di mata kolega, teman, komunitas, dan lingkungan kita menjadi demikian penting.

Masyarakat kelas menengah kita makin socially-connected yang didorong pertumbuhan media sosial di mana eksis, narsis, ekspresi diri, dan pencitraan menjadi sesuatu yang penting dan bermakna. Ketika mereka semakin socially-connected, fenomena menjomblo memasuki babakan baru di mana alasan menjomblo tak lagi sebatas rasional-fungsional, tapi mulai memasuki ranah emosional-sosial. Menjomblo adalah sebuah pernyataan dan penanda identitas diri. Bahkan sikap menjomblo menjadi alat ekspresi diri dan pencitraan. Hasilnya, kini menjomblo bermetamorfosis menjadi sebuah gaya hidup (lifestyle) yang keren, cool, dan awesome.

Hot Topic

Kalau dulu obrolan mengenai jomblo merupakan aib bagi empunya, kini sebaliknya menjadi topik pembicaraan yang begitu atraktif. Di media sosial kini banyak kita temui ekspresi kreatif dalam bentuk meme mengenai jomblo. Meskipun ceritanya satire, isu jomblo menjadi cerita unik yang hangat diperbincangkan di ranah maya. Bahkan ada beberapa blog yang secara serius menggarap isu jomblo.

Saking hot-nya, terkadang status jomblo menjadi sasaran empuk di lini masa sebagai objek sindiran dan satire yang justru mengasyikkan. Hal atau momen apa pun kerap dikait-kaitkan dengan jomblo. Contohnya saat 17 Agustus lalu, para netizen sibuk buat meme di media sosial mengenai lomba 17 Agustusan yang paling cocok untuk jomblo. Saking menariknya, meme ini sempat jadi trending topic di media sosial. Inilah fenomena isu tentang jomblo, sangat menarik banyak orang.

Dalam beberapa tahun terakhir, kata “galau” dan “galauers” yang bisa menggambarkan pergumulan batin seorang jomblo menjadi sebuah magic word yang diminati untuk diperbincangkan. Beberapa situs secara cukup serius mengangkat isu seputar jomblo dan membangun komunitas jombloers. Situs ini mencoba membangun identitas, kepercayaan diri, dan kebanggaan di kalangan anggotanya. Jomblo.com misalnya menebarkan ungkapan motivatif di front page-nya dengan kata-kata seperti: “Jadikan hidupmu lebih positif, terhubung selalu dengan temanmu, dan buat hidupmu lebih berwarna.”

Biro Jodoh Laris Manis

Dari sisi industri, saya melihat industri yang menyasar segmen jomblo secara khusus sedang booming di Tanah Air. Contohnya adalah bisnis biro jodoh atau mak comblang (matchmaker) dan konsultasi kepribadian untuk soal cinta. Fenomena banyaknya biro jodoh ini baru terjadi sekitar lima tahun terakhir. Ketika ekonomi sudah mapan, daya beli meningkat, tapi kesempatan dan keahlian menggaet calon pasangan hidup tak memadai, kelas menengah pun butuh biro jodoh. Coba kita tengok bagaimana banyaknya kantorbiro jodoh profesional di Jakarta dan situs biro jodoh online.

Bisnis biro jodoh ini tumbuh luar biasa seiring besarnya pula populasi jomblo di negeri ini. Kini mulai banyak orang yang memiliki lisensi matchmaker dari Amerika Serikat atau Eropa. Hitman System misalnya adalah sebuah perusahaan relationship coach untuk percintaan. Hampir setiap bulan, Hitman System kerap membuat event seminar atau workshop untuk para jomblo. Saking hotnya industri perjombloan, artis Christian Sugiono yang dikenal memiliki situs www.malesbanget.com pun kini membuka layanan biro jodoh online www.setipe.com.

Saking hot-nya bisnis perjombloan ini, beberapa biro jodoh membuka layanan biro jodoh untuk segmen muslim. Mereka mempertemukan pasangan sesama muslim. Contohnya adalah biro jodoh online www.syifa.com dan www.jodohislam.net. Selama ini, masyarakat muslim yang taat terhadap ajaran agamanya akan cenderung memilih pasangan hidupnya yang sama. Ini adalah niche market sehingga model platform mencari pasangannya pun berbeda.

Seiring maraknya populasi jombloersdi Indonesia, pasar jomblo akan kian moncer. Yuk marketer! Action now, or never ... bergerak sekarang juga atau Anda enggak akan dapat apa-apa. (Ditulis bersama Iryan Herdiansyah, Business Analyst Inventure).
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1054 seconds (0.1#10.140)